12 Organisasi Pendidikan Tolak RUU Ciptaker Klaster Pendidikan

RUU Ciptaker dinilai mengkapitalisasi pendidikan

Jakarta, IDN Times - Koalisi Organisasi Pendidikan menyatakan sikap menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) klaster Pendidikan dan Kebudayaan. Koalisi Organisasi Pendidikan itu meminta DPR RI dan pemerintah untuk mempertegas kebijakan pendidikan nasional berlandaskan filosofi kebudayaan Indonesia, dan menjauhkan dari praktik komersialisasi dan liberalisasi.

“Menolak RUU Cipta Kerja Klaster Pendidikan dan Kebudayaan. Mendesak Dewan Perwakilan Rakyat RI dan Pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan klaster pendidikan dan kebudayaan dari RUU Cipta Kerja,” demikian pernyataan sikap koalisi Organisasi Pendidikan lewat keterangan tertulisnya, Selasa (22/9/2020).

Baca Juga: Puan: DPR Sangat Hati-hati dan Transparan Bahas RUU Cipta Kerja

1. Tercatat 12 Koalisi Organisasi Pendidikan menolak RUU Ciptaker klaster Pendidikan dan Kebudayaan

12 Organisasi Pendidikan Tolak RUU Ciptaker Klaster PendidikanIlustrasi bekerja di rumah (IDN Times/Arief Rahmat)

Pernyataan sikap ini dibenarkan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi dan Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (NU), KH Arifin Junaidi kepada IDN Times, Selasa (22/9/2020).

Koalisi Organisasi Pendidikan itu terdiri dari Majelis Pendidikan Tinggi dan Penelitian Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah, LP Ma'arif NU PBNU, NU Circle, Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta, Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa (PKBTS), dan Majelis Wali Amanat Universitas Djuanda Bogor.

2. RUU Ciptaker menempatkan pendidikan dan kebudayaan masuk rezim investasi

12 Organisasi Pendidikan Tolak RUU Ciptaker Klaster PendidikanIlustrasi Bekerja (IDN Times/Sukma Shakti)

Koalisi Organisasi Pendidikan itu menilai, pengaturan ketentuan pendidikan dan kebudayaan dalam RUU Cipta Kerja yang masuk dalam BAB III tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha, menandakan secara paradigmatik menempatkan pendidikan dan kebudayaan masuk rezim investasi dan kegiatan berusaha.

“Hal ini telah menggeser politik hukum pendidikan menjadi rezim perizinan berusaha melalui penggunaan terminologi izin berusaha pada sektor pendidikan, yang sesungguhnya tidak berorientasi laba.”

3. RUU Ciptaker akan berimplikasi hilangnya nilai karakteristik pendidikan yang berbasis kebudayaan

12 Organisasi Pendidikan Tolak RUU Ciptaker Klaster PendidikanSeorang anak terlihat sedang belajar sambil menunggu Warung Kaki Lima yang menjual minuman di sekitar Kota Tua, Jakarta Barat pada Rabu (5/8/2020) (IDN Times/Aldila Muharma)

Mereka juga menilai, pengaturan pendidikan dan kebudayaan dalam RUU Ciptaker akan berimplikasi hilangnya nilai, karakteristik, pendidikan yang berbasis kebudayaan serta telah menegasikan peran kebudayaan dalam sistem pendidikan di Indonesia.

“Hal itu sangat bertentangan dengan ketentuan Pasal 32 ayat (1) UUD Tahun 1945 yang memerintahkan negara, untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya,” demikian pernyataan Koalisi Organisasi Pendidikan itu. 

4. RUU Ciptaker dinilai meliberalisasi dan mengkapitalisasi pendidikan

12 Organisasi Pendidikan Tolak RUU Ciptaker Klaster PendidikanIlustrasi belajar online dengan manfaatkan wifi gratis (IDN Times/Dini suciatiningrum)

Selain itu, pengaturan dalam RUU Cipta Kerja dinilai akan meliberalisasi dan mengkapitalisasi pendidikan pada jenjang Pendidikan Dasar, Menengah, dan Tinggi dengan menghilangkan sejumlah syarat dan standar bagi lembaga pendidikan asing, yang akan menyelenggarakan pendidikan di Indonesia.

Peran penyelenggaraan pendidikan tinggi keagamaan, oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama dihilangkan, sehingga kementerian urusan agama tidak akan memiliki kewenangan untuk mengontrol pendidikan tinggi keagamaan yang diselenggarakan di Indonesia.

5. Penghapusan beberapa peraturan dinilai akan berakibat buruk bagi pendidikan

12 Organisasi Pendidikan Tolak RUU Ciptaker Klaster PendidikanIlustrasi Belajar Online (IDN Times/Sunariyah)

Koalisi Organisasi Pendidikan juga menilai, dengan dihapuskannya standar pendidikan tinggi menjadikan negara kehilangan peran dalam memastikan terselenggaranya mutu pendidikan yang dicitakan. Kondisi ini menjadikan pemerintah kehilangan ukuran dalam menilai perkembangan pendidikan tinggi yang pada akhirnya menimbulkan ketidakjelasan politik hukum penyelenggaraan pendidikan tinggi.

“Dihapuskannya peran pemerintah daerah dalam proses perizinan pembentukan lembaga pendidikan sebagai akibat dari adanya sentralisasi perizinan pada pemerintah pusat. Kondisi ini bertentangan dengan spirit desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) UUD Tahun 1945," demikian pernyataan mereka.

Selain itu, sentralisasi perizinan pada pemerintah pusat juga turut menegasikan peran daerah dalam menghadirkan pendidikan yang menjunjung tinggi kearifan lokal.

Hal ini dinilai akan berakibat terjadinya perubahan tata kelola perguruan tinggi swasta yang tidak mewajibkan adanya badan penyelenggara, berimplikasi pada pengelolaan perguruan tinggi swasta langsung pada pimpinan perguruan tinggi swasta. Tata kelola perguruan tinggi swasta dikelola seperti pengelolaan perseroan terbatas.

“Dihapuskannya sejumlah sanksi administratif dan pidana sebagai akibat dari penyalahgunaan perizinan penyelenggaraan pendidikan, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi oleh sejumlah orang dapat merugikan orang lain,” ujar Koalisi Organisasi Pendidikan. 

Baca Juga: [WANSUS] Mendikbud Nadiem Makarim: Nasib Pendidikan Kala Pandemik

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya