2 Petinggi ACT Jadi Tersangka, Terancam Hukuman 20 Tahun

Keempatnya ditetapkan jadi tersangka Senin 25 Juli 2022

Jakarta, IDN Times - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menetapkan pendiri lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT, Ibnu Khajar, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana sosial korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT-610 yang terjadi pada 18 Oktober 2018.

Selain Ahyudin dan Ibnu Khajar, Bareskrim juga menetapkan dua anggota pembina ACT, HH dan NIA, sebagai tersangka.

Penetapan tersangka ini dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara pada hari ini, Senin (25/7/2022).

“Keempatnya pada pukul 15.50 WIB telah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Wadir Tipideksus Kombes Helfi Assegaf di Mabes Polri.

Sebelumnya, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, dana sosial Rp138 miliar diduga digunakan untuk gaji dan fasilitas petinggi ACT.

“Sebagian dana sosial/CSR tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staf pada Yayasan ACT dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan/kepentingan pribadi Ketua Pengurus/Presiden (Ahyuddin) dan wakil Ketua Pengurus/Vice President,” kata Ramadhan dalam keterangan tertulisnya, Minggu (10/7/2022).

Ramadhan menjelaskan, ACT dalam hal ini mengelola dana sosial atau CSR dari pihak Boeing untuk disalurkan kepada ahli waris para korban kecelakaan pesawat Lion Air. Namun pada pelaksanaan penyaluran dana sosial tersebut, para ahli waris tidak diikutsertakan dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial.

“CSR tersebut dan pihak Yayasan ACT tidak memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana sosial/CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing, serta pengunaan dana sosial/CSR tersebut,” kata Ramadhan.
 
Adapun modus operandi yang dilakukan Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar yakni diduga melakukan penyimpangan sebagian dana sosial dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing, berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi. 

“Bahwa pasca-kejadian kecelakaan tersebut, para ahli waris korban dihubungi oleh pihak yang mengaku dari ACT meminta untuk memberikan rekomendasi kepada pihak Boeing untuk penggunaan dana CSR tersebut dikelola oleh pihak ACT, dimana dana sosial/CSR diperuntukkan membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi dari ahli waris para korban,” ujar Ramadhan.

Dalam kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT610, pihak Boeing memberikan dua jenis dana kompensasi yaitu dana santunan tunai kepada ahli waris para korban masing-masing sebesar USD 144.500 atau setara dengan  Rp2.066.350.000.

Dana tersebut tidak dapat dikelola langsung oleh para ahli waris korban, melainkan harus menggunakan lembaga atau yayasan yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak Boeing, dimana salah satu persyaratan tersebut adalah lembaga/yayasan harus bertaraf internasional.

Akibat peristiwa ini, Ahyudin dan Ibnu Khajar akan dijerat pasal tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP dan atau; Pasal 374 KUHP dan atau; Pasal 45A Ayat (1) Jo Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau;

Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) Jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan atau; Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

“Dengan ancaman Pidana paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,” kata Ramadhan.

Baca Juga: Pendiri ACT Ahyudin: Wajar Dapat Gaji Besar, Kontribusinya Juga Besar

Topik:

  • Sunariyah
  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya