Apa Kabar Kesolidan Dukungan Koalisi Prabowo-Sandi? 

Prabowo-Sandi harus bekerja ekstra melawan Jokowi-Ma’ruf

Jakarta, IDN Times – Menjaga kesolidan partai ternyata tidak mudah. Sebagai reporter IDN Times yang meliput kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, saya menyadari lika-liku dukungan partai koalisi pengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor 2 ini tampak cukup dramatis.  

Bak roller coaster, saya melihat lika-liku dukungan koalisi partai seakan naik turun dan kurang solid. Ini dimulai ketika Partai Demokrat dikabarkan bermain dua kaki antara mendukung pasangan Prabowo-Sandi dan Joko “Jokowi” Widodo-Ma’ruf Amin. 

Padahal berdasarkan keputusan partai, Demokrat sendiri telah resmi mendeklarasikan diri untuk menjadi oposisi di pemerintahan.  Sikap Demokrat ini dipertegas oleh Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief yang menyinggung tentang ramainya kabar partainya berpolitik 'dua kaki' pada Pilpres 2019. 

Isu tersebut beredar setelah adanya tiga kader Demokrat menyatakan dukungannya terhadap petahana Joko 'Jokowi' Widodo pada Pilpres 2019. Andi mengatakan, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memang memerintahkan partainya untuk berpolitik dua kaki. Namun, dua kaki di sini dalam artian satu kaki untuk Pilpres dan satu untuk Pileg 2019. 

Menurut Andi, setiap partai harus memiliki goals di Pileg dan Pilpres. Tidak hanya pada Pileg atau Pilpres, melainkan harus bermain di keduanya. 

"Soal Demokrat dua kaki jadi rame. Perintah Ketua Umum SBY itu jelas memang dua kaki. Satu kaki di Pileg, Satu kaki di Pilpres. Justru yang main satu kaki itu yang aneh dalam Pemilu berbarengan. Ujung tombak Pileg adalah caleg, ujung tombak Pilpres adalah pengurus pusat," tulis Andi Arief di akun Twitter-nya, Selasa (11/9). 

Seperti apa lika liku perjalanan koalisi Prabowo-Sandi? 

1. Demokrat berbagi hati itu wajar

Apa Kabar Kesolidan Dukungan Koalisi Prabowo-Sandi? ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) dan Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Jakarta Ujang Komarudin kepada IDN Times pada Selasa (16/10) mengatakan, Partai Demokrat sedang galau. Bukan hanya karena tidak jadinya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi Cawapres Prabowo. Tetapi karena khawatir Partai Demokrat yang dikomandoi oleh SBY suaranya hancur di Pileg yang pelaksanaannya berbarengan dengan Pilpres 2019. 

Kegalauan itulah yang membuat Partai Demokrat berbagi hati. Satu hati di Prabowo-Sandi dan hati yang lain di Jokowi-Maruf.  

Wajar jika Partai Demokrat membagi hati dan main dua kaki. Tidak ada yang aneh dalam politik. Permainan cinta segitiga Demokrat, Prabowo-Sandi, Jokowi-Maruf dan permainan dua kaki Partai Demokrat merupakan langkah taktis, strategis, dan rasional. Taktis karena dilakukan secara cepat dalam menghadapi dinamika politik internal kader. Strategis karena memang itulah pilihan yang terbaik dalam menghadapi Pemilu serentak Pileg dan Pilpres di 2019 nanti.  

Juga rasional karena tentu Partai Demokrat sudah memikirkannya dengan matang dan mendalam demi mengamankan dan menaikan suara Demokrat dalam Pileg 2019 mendatang. Ini dilakukan agar Partai Demokrat menjadi partai yang masih diperhitungkan dalam kancah politik nasional. 

Setelah AHY tidak menjadi Cawapres Prabowo, Demokrat akan all out dalam Pileg. Urusan Pilpres itu urusan lain. Itu urusan kemudian.  

Permainan berbagi cinta dan dua kaki Partai Demokrat tentu merugikan Prabowo-Sandi. Membuat kubu Prabowo-Sandi meradang. Permainan politik Demokrat yang cantik untuk melakukan bargainning politik dengan Prabowo-Sandi. Sekaligus untuk menyerang balik with soft attack atas kegagalan AHY menjadi Cawapresnya Prabowo. Kegagalan tersebut telah membuat luka di hati Partai Demokrat. Oleh karena itu, wajar jika Demokrat mendua. 

“Memang Demokrat masih setengah hati dan memang kecewa karena tidak didukungnya AHY jadi cawapresnya Prabowo, ujung-ujungnya koalisi tidak terlalu kompak dalam mengusung Prabowo-Sandi,” kata Ujang Komarudin. 

Sejak saat itu, saya melihat kesolidan koalisi partai mulai meradang dan wajar jika wartawan bertanya-tanya apa yang akan dilakukan Prabowo menghadapi ini. 

Sore hari pada Rabu (12/9), saya berada di depan kediaman Prabowo di Kertanegara, Jakarta Selatan. Bersama teman-teman wartawan, kami menunggu kedatangan tokoh partai koalisi yang dikabarkan akan berkumpul.  

Kami bersiap menghadang tokoh partai untuk mengetahui perkembangan soal kesolidan partai. Saat itu beredar kabar Prabowo akan menemui SBY untuk membahas kesolidan partai koalisi. Tepat pukul 17.00 WIB, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani tiba di Kertanegara, ia membenarkan rencana pertemuan antara bakal Calon Presiden-Wakil Presiden, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Singkat cerita, pertemuan itu terjadi namun sayang, pascapertemuan itu sampai saat ini tidak ada ketegasan dari Prabowo dan SBY, semua dibiarkan mengalir. Saya dan mungkin wartawan lain juga merasakan hal itu ketika beberapa momentum pertemuan partai koalisi, rapat internal, hingga konferensi pers Demokrat kerap absen. 

2. PKS tagih bangku Wagub DKI Jakarta menambah tensi kesolidan partai koalisi

Apa Kabar Kesolidan Dukungan Koalisi Prabowo-Sandi? IDN Times/R Cije Khalifatullah

Jika bicara kesolidan partai, mungkin bukan hanya Demokrat yang memakan buah simalakama. Dukungan internal koalisi partai diperadang dengan perebutan kursi wakil gubernur DKI Jakarta. Belum juga rampung masalah dengan Demokrat, masalah baru pun muncul ketika Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno resmi mengundurkan diri dari jabatan Wakil Gubernur DKI Jakarta.  

Partai Gerindra sebelumnya dikabarkan akan memberikan kursi itu ke PKS. Hal itu, lantaran sejak awal sudah ada perebutan kursi antara kedua partai tersebut. Diawali dengan perebutan kursi calon wakil presiden, wajar jika PKS minta bagian di kursi Wagub. 
Kesolidan partai kembali diuji ketika partai politik pengusung Sandiaga pada Pilkada 2017, yakni Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tak kunjung menemukan kata sepakat. 

Dari Gerindra, nama Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta Mohamad Taufik disebut-sebut sebagai calonnya. Sementara itu, PKS mengusulkan dua nama kadernya, mantan Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu dan Sekretaris Umum DPW PKS DKI Jakarta Agung Yulianto. 

Pada Kamis (20/9) malam, Presiden PKS Sohibul Iman datang ke kediaman Prabowo. Saya dan wartawan lain cukup terkejut melihat Sohibul datang tanpa ada kabar sebelumnya. Keluar dari rumah Prabowo, Sohibul mengaku sudah menemui Ketua Umum Partai Gerindra tersebut untuk membahas kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta yang kosong. 

Sohibul datang bersama Ketua Dewan Syuro PKS Salim Segaf Aljufri. Dia mengatakan dalam pertemuan tersebut Prabowo menyatakan kursi Wagub DKI Jakarta tetap jatah PKS. 

"Tadi sudah disampaikan dan ditanyakan kembali dan Pak Prabowo tetap komit," kata Sohibul di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan. 

Meski PKS sebut Prabowo akan menepati janjinya, Taufik tetap optimis dan menantang PKS di DPRD. Hal itu disampaikan Taufik kepada wartawan ketika ia berkunjung ke Kertanegara pada Selasa (25/9) malam. 

“Mekanismenya kan gak diatur, pokoknya dua nama diusung oleh partai pengusung, bisa dia satu, bisa saya satu, kan jadi dua,” kata Taufik. 

“Udah ikutin aturan mainlah, sederhana aja, kan belum tentu saya menang juga kan, kan dipilih oleh DPRD,” lanjut Taufik. 

Lagi-lagi perebutan kursi Wagub tak kunjung usai sampai saat ini, Prabowo belum juga menegaskan kursi Wagub itu untuk siapa. Menanggapi hal itu, Ujang Komarudin mengatakan, pertarungan yang tidak perlu antara Gerindra dan PKS, sejatinya kata Ujang, dibicarakan saja di petinggi partai itu siapa yang cocok dan, yang memiliki kemampuan, dan siapa yang dibutuhkan pengalaman dan ilmunya untuk membangun Jakarta yang lebih baik terutama membantu Anies Baswedan dalam realisasikan janji-janji kampanye nya. 

“Tidak berkonflik di mata publik sehingga publik menilai konflik itu jelek karena kekompakan kesolidan kubu Prabowo semakin banyak hal-hal yang dipertontonkan atas kelemahan Prabowo-Sandi semakin memperlihatkan bahwa mereka akan dianggap tidak solid tidak kompak dan ini akan sulit ketika bertanding melawan Jokowi-Ma’ruf,” ucap Ujang. 

Begitulah lika-liku kesolidan koalisi partai, itu baru masalah dukungan internal partai koalisi. Jika berbicara dukungan eksternal yang paling membawa kesan menurut saya adalah ketika menantikan dukungan putri kedua dari Gus Dur, Yenny Wahid. 

3. Gagal raih dukungan Yenny Wahid, dukungan eksternal partai koalisi terancam

Apa Kabar Kesolidan Dukungan Koalisi Prabowo-Sandi? IDN Times/Fitang Budhi Adhitya

Nama Yenny di mata Prabowo adalah investasi sebuah negara, wajar jika Yenny dilobi sana-sini oleh dua pasangan capres dan cawapres untuk mengamankan suara Gusdurian, wanita dan pemuda.  

Saya meliput Calon Presiden Prabowo Subianto yang bertandang ke kediaman istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Sinta Nuriyah Wahid, di Ciganjur, Jakarta Selatan pada Kamis (13/9). Pantauan IDN Times di lokasi, Ketua Umum Gerindra itu datang pukul 13.30 WIB. 

Kedatangan Prabowo langsung disambut oleh putri Gus Dur, Yenny Wahid. Dengan penuh senyum, Yenny menghampiri Prabowo di halaman rumahnya. Pertemuan yang berlangsung selama satu jam, Prabowo dan Keluarga Gus Dur akhirnya keluar rumah menjumpai wartawan yang sudah menunggu. Prabowo pun memaparkan alasannya bertandang ke rumah Keluarga Gus Dur, ia mengaku hanya sekedar silaturahmi dan meminta restu untuk maju pada Pilpres 2019. 

Setelah pertemuan itu Koalisi Indonesia Adil Makmur mengklaim Yenny telah mendukung Prabowo-Sandi hal itu disampaikan ketika koalisi merilis hasil rapat finalisasi struktur tim pemenangan pada Rabu (19/9) malam di Kertanegara, Jakarta Selatan, terdapat nama Yenny Wahid. Yenny disebut Ketua DPP PKS Pipin Sofian akan masuk dalam struktur tim pemenangan Prabowo-Sandiaga. 

Dari klaim itu, saat dikonfirmasi oleh wartawan kepada Yenny Wahid. Ia mengaku sedang istikharah atau meminta petunjuk Allah terkait dengan rencana tim sukses Prabowo-Sandiaga untuk memasukkan namanya dalam tim tersebut. 

Yenny yang sedang ditunggu-tunggu keputusannya, akhirnya menggelar konferensi pers terkait arah dukungannya pada 26 September 2018. Menuju hari itu terasa amat panjang dan menuai teka-teki tentang arah dukungan Yenny. Saya merasakan bagaimana menegangkannya ketika detik-detik Yenny mengumumkan dukungannya. 

Sebelum pengumuman sore hari itu, Calon Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyambangi kediaman Presiden keempat RI Abdurahman Wahid atau Gus Dur di kawasan Ciganjur, Jakarta Selatan, Rabu (26/9) pagi. 

Alih-alih silaturahmi, Ma’ruf Amin meminta doa restu dan dukungannya kepada keluarga Gus Dur, agar dirinya bersama Joko 'Jokowi' Widodo bisa menang pada Pilpres 2019. 
Pertemuan pun selesai, saatnya menantikan sikap Yenny pada sore harinya.  
Yenny memutuskan mendukung pasangan capres dan cawapres Joko 'Jokowi' Widodo-Ma'ruf Amin.  

Yenny di Rumah Pergerakan PKB, Kalibata, Jakarta Selatan akhirnya memutuskan sikapnya. Sebelumnya ia menyebutkan, dukungan ini atas nama dirinya dan tidak mewakili suara politik keluarga Gus Dur. Sebab, sang ibunda, Sinta Nuriyah memilih netral pada Pilpres 2019.  

"Bismillahirrohmanirrohim. Dengan ini kami menyatakan dukungan kepada pasangan nomor 01," ujar Yenny, dalam jumpa persnya. 

Saya cukup keget mendengar keputusan Yenny, karena sebelum ia menyebut dukungannya, Yenny bercerita bagaimana hubungan akrab keluarga Gus Dur dengan keluarga Prabowo. Saya dan beberapa teman wartawan mengira dukungan Yenny menuju nama Prabowo, rupanya perkiraan kami salah, Yenny dengan tegas sebut dukung pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin. 

“Hak Yenny untuk mendukung siapapun, tapi sudah clear dan sesungguhnya Yenny melalui pernyataan langsungnya melalui jaringan Gusdurian mendukung koalisi Jokowi. Memang artinya kubu NU termasuk Mahfud MD ditarik mendukung Jokowi-Ma’ruf, nah Yenny Wahid sebagai anak mantan presiden Gus Dur tentu punya pengaruh besar dalam mendukung itu, oleh karena itu cara eksternal kubu Prabowo dengan Sandiaga membutuhkan dukungan Yenny Wahid tersebut sirna,” ungkap Ujang. 

4. Dukungan eksternal lain yang memberatkan langkah Prabowo-Sandi untuk memenangkan Pilpres 2019

Apa Kabar Kesolidan Dukungan Koalisi Prabowo-Sandi? IDN Times/Irfan Fathurochman

Sejak saat itu, sangat terlihat makin semrawutnya kesolidan koalisi partai, saya melihat belum ada upaya kubu Prabowo-Sandi untuk mensolidkan kembali dukungan internal. Sampai hari ini, mungkin bisa dihitung jari pertemuan partai koalisi untuk membahas perkembangan kinerja Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi dibandingkan dengan Tim Kampanye Naional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin. 

“Nah ketika dukungan internal agak ruwet, kurang solid, terus dukungan eksternal juga seperti Yenny Wahid tidak didapatkan, ini sesungguhnya mengurangi dari kalkulasi kemenangan itu. Tapi sekali lagi dalam politik, apapun bisa terjadi, tapi ketika melawan incumben saya bilang tadi maka energi Prabowo-Sandi termasuk dukungan eksternalnya lebih kuat dibandingkan yang diperoleh Jokowi-Ma’ruf. Jadi pasca-Yenny tidak mendukung Prabowo dan Sandi sesungguhnya itu salah satu kerugian, tapi bagaimana pun Prabowo-Sandi harus membangun optimisme bahwa pertandingan sudah dimulai nilai akhir belum kelihatan, kita melihat ukuran parameternya saja oleh karena itu harus membangun optimisme walaupun nantinya menang kalah itu bagian dari risiko perjuangan,” papar Ujang. 

Belum lagi dukungan eksternal lain yang membuat langkah pasangan Prabowo-Sandi terasa berat. Hal itu disampaikan Sekjen Gerindra Ahmad Muzani, intinya ia menyatakan Pilpres 2019 terasa sangat berat bagi Prabowo untuk memenangkan Pilpres. Alasannya, banyak kepala daerah yang partainya usung justru malah mendeklarasikan diri mendukung pasangan Jokowi-Ma’ruf. 

Alasan lain, selain faktor dukungan, hasil rilis lembaga survei Prabowo-Sandi juga memperberat langkah Prabowo-Sandi. Muzani sebut banyak lembaga survei yang tidak berimbang. 

Lalu, apa yang harus dilakukan Koalisi Partai untuk memenangkan Prabowo-Sandi? 

Selain sebagai pengamat politik, Ujang Komarudin yang merupakan Staf Khusus Ketua DPR RI menyarankan kepada koalisi partai pengusung Prabowo-Sandi agar dapat menantang dan melawan Jokowi yang sedang incumbent, koalisi harus kembali melakukan upaya-upaya menyolidkan dukungan partai koalisi. 

“Kalau menurut saya harus merapatkan barisan, harus menjaga kesatuan mereka dan menyamai persepsi kembali, menyolidkan kembali untuk membangun koalisi yang bisa menantang dan melawan Pak Jokowi sebagai incumbent, tidak ada kemenangan, tidak ada perlawanan yang kuat terhadap incumben jika internal partai koalisi tersebut terpecah atau beda pendapat satu sama lain, artinya kekompakan, kesolidan antar internal partai koalisi menjadi hal mutlak, menjadi keniscayaan agara Prabowo bisa memenangkan pertarungan di 2019, sejatinya itu tadi sesama koalisi harus tertib menyatakan pendapat baik dari lisan dan media sosial karena dampaknya sangat besar bagi citra Prabowo-Sandi,” ungkapnya. 
 

Baca Juga: Koalisi Prabowo-Sandi Minta Dana IMF Dialihkan untuk Bencana

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya