Capim Johanis Tanak Akui Jarang Lapor Data Harta Kekayaan ke KPK

Ia mengaku lupa karena banyak pekerjaan

Jakarta, IDN Times - Capim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari unsur kejaksaan, Johanis Tanak mengakui ia jarang melaporkan data harta kekayaan ke komisi antirasuah. Dalam data yang dimiliki oleh komisi antirasuah, Johanis baru dua kali melaporkan harta kekayaan yakni pada 2012 dan 2019, sebelum ia ikut proses seleksi capim. 

Padahal, data harta kekayaan menjadi salah satu indikator apakah capim tersebut memiliki integritas. Dengan adanya pelaporan data harta kekayaan yang rutin pula, publik bisa ikut memantau apabila terjadi peningkatan angka yang signifikan dalam kurun waktu singkat. Lalu, apa alasan Direktur Tata Usaha Negara, Kejaksaan Agung itu tak patuh melaporkan data harta kekayaan?

"Mungkin kelupaan karena banyak tugas, biasa saya sampai kelupaan oh ya ini LHKPN tertinggal. Tetapi, tidak punya niat untuk tak melaporkan, karena itu sifatnya kan wajib," kata Johanis ketika di sesi fit and proper test di hadapan anggota komisi III DPR pada Kamis malam (12/9). 

Ia juga mengaku tidak tahu mengapa komisi antirasuah sampe memberikan catatan ke DPR mengenai dirinya. Johanis memprediksi diduga memiliki rekam jejak buruk karena perkara yang pernah ia tangani di masa lampau. 

Ia menjelaskan beberapa waktu yang lalu pernah memproses dua gubernur. Salah satunya adalah Gubernur Sulawesi Tengah yang juga kader Partai Nasional Demokrat, Bandjela Paliudju. Ia tetap memproses Bandjela ketika masih menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulteng. Di hadapan pansel capim KPK pada akhir Agustus lalu, Johanis mengaku proses kasus itu diintervensi secara langsung oleh Jaksa Agung, M. Prasetyo. 

Alhasil, kasus itu tak lagi berlanjut. Sementara, kasus gubernur lainnya tetap bergulir hingga ke meja hijau.

"Padahal, hasil pemeriksaan (terhadap mantan Gubernur Sulteng) sudah memasuki 70 persen - 85 persen. Artinya, sudah cukup bukti untuk diproses lebih lanjut dan dilimpahkan ke pengadilan. Tetapi, sebelum dilimpahkan, saya malah dimutasi menjadi Direktur TUN sampai saat ini," tutur dia memberikan penjelasan ke anggota Komisi III.

Kasus yang melibatkan mantan Gubernur Sulteng itu terkait pembangunan kolam renang. Seharusnya, sesuai aturan, kata Johanis, apabila tidak ada proyek yang masuk ke DIPA, maka tak boleh dilakukan. Namun, oleh gubernur itu proyek tetap berlanjut. Kemudian, proses pengerjaannya tidak menggunakan sistem lelang.  

"Padahal, nilai proyek mencapai Rp16 miliar dan dana yang sudah dicairkan Rp4 miliar," kata dia. 

Ia menduga publik hanya mengingat kasus itu sudah ditetapkan tersangka ketika ada di bawah kepemimpinannya. Namun, mereka penasaran mengapa tidak ada tindak lanjut hukumnya. 

Ikuti terus perkembangan mengenai fit and proper test capim KPK hanya di IDN Times ya. 

Baca Juga: Capim Johanis Tanak Nilai OTT Adalah Perangkap KPK

Topik:

Berita Terkini Lainnya