Cerita di Balik Tiga Tugu Proklamasi, Jejak Bisu Kemerdekaan Indonesia

Yuk, mengenal sejarah kita sendiri

Jakarta, IDN Times - Kemerdekaan Indonesia jejak hampir di setiap sudut kota. Salah satunya: Tugu Proklamasi. Tugu ini berdiri di Kompleks Taman Proklamasi yang berlokasi di Jalan Proklamasi (dahulunya disebut Jalan Pegangsaan Timur No. 56), Jakarta Pusat.

IDN Times menyempatkan diri mengunjungi Tugu Proklamasi pada Selasa (13/8). Kami tiba di sana pukul 12.00 WIB. Sinar matahari sedang terik-teriknya. Namun seorang petugas bernama Andi Aprialdi menyambut kami dengan hangat.

“Saya pakai topi dulu biar gak hitam, Mas, Mbanya saya setrap di bawah matahari sambil dengerin penjelasan saya,” kelakar Andi, Selasa (13/8).

“Kata bung Karno ‘Jas Merah’ jangan sekali-kali melupakan sejarah,” kata Andi mengawali penjelasannya.

1. Tugu Proklamasi gagasan Presiden Soeharto

Cerita di Balik Tiga Tugu Proklamasi, Jejak Bisu Kemerdekaan IndonesiaIDN Times/Irfan Fathurohman

Langkah kami terhenti di depan salah satu tugu dengan patung dua tokoh proklamator Sukarno dan Bung Hatta berukuran besar yang berdiri berdampingan, mirip dengan dokumentasi foto ketika naskah proklamasi pertama kali dibacakan. Tugu itu bernama Tugu Proklamasi.

Di tengah-tengah dua patung proklamator terdapat patung naskah proklamasi terbuat dari lempengan batu marmer hitam, dengan susunan dan bentuk tulisan mirip dengan naskah ketikan aslinya.

Tujuan dibangunnya monumen proklamator ini sebagai bentuk ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap para pejuang, terutama para pendiri bangsa.

“Yang khususnya Bung Karno dan Bung Hatta yang telah mewakili seluruh bangsa untuk memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia,” ujar Andi.

Penggagas monumen proklamasi ini adalah Presiden Indonesia ke-dua Soeharto. Gagasan tersebut dituangkan tanggal 19 Agustus 1974. “Itu baru gagasan dan ide, belum dibangun.”

Tugu Proklamasi ini dibangun berdasarkan Kepres RI no 54 tahun 1979, tepatnya pada 28 November 1979. Kemudian tanggal 16 Agustus 1980 diresmikan oleh Presiden Soeharto.

Baca Juga: Cerita di Balik Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan RI

2. Patung Sukarno-Hatta dibuat oleh Seniman I Nyoman Nuarta

Cerita di Balik Tiga Tugu Proklamasi, Jejak Bisu Kemerdekaan IndonesiaIDN Times/Irfan Fathurohman

Dengan pembawaan yang santai, Andi menjelaskan cerita di setiap tekuk monumen proklamasi. Dua patung tokoh yang dibuat dari logam perunggu dengan masing-masing seberat 1.200 kg, ini adalah hasil sentuhan seniman legendaris dari Pulau Dewata, I Nyoman Nuarta.

Pria kelahiran Tabanan, Bali, 14 November 1951 itu adalah pematung Indonesia dan salah satu pelopor Gerakan Seni Rupa Baru (1976). Dia paling dikenal lewat maha karyanya seperti Patung Garuda Wisnu Kencana di Badung, Bali, dan Monumen Jalesveva Jayamahe, Surabaya.

“Cuma, tinggi kedua patung itu beda. Mungkin karena Bung Karno lebih tinggi sedikit dari Bung Hatta ya wakilnya, terus Bung Karno juga pake peci. Kalau Bung Karno ini tinggi patungnya 4 meter 60 cm, sementara wakilnya 4 meter 30 cm,” kata Andi.

Wajah Bung Karno itu diukir dalam usianya 46 tahun sedangkan Bung Hatta menggambarkan saat berusia 43 tahun. Di tengah kedua patung tersebut ada patung teks proklamasi yang merupakan hasil pembesaran dari naskah aslinya, beratnya 600 kg, dengan panjang 290 cm dan lebarnya 160 cm.

“Banyak orang yang tidak paham mengapa (di teks proklamasi) tahun ’05 bukan ’45. Kenapa 05? Karena pada waktu itu, kita masih mengikuti kalender Jepang. Alasannya begitu karena masih mengikuti kalender Jepang. Waktu itu tahun Jepangnya 2605 tapi masehinya 1945. Maka di situ (naskah proklamasi) tahunnya ’05,” ucap Andi.

Di belakang patung ada 17 yang memiliki makna tanggal kemerdekaan. Kemudian pilar yang paling tinggi ada di tengah tingginya delapan meter dengan makna sesuai bulan kemerdekaan Agustus.

“Kemudian kalau sore itu suka ada air mancur, itu masing-masing pilar ada strip kecil dari kiri sampai ke kanan itu jumlahnya 45. Jadi ada 17, ada 8, ada 45. Kemudian di belakang naskah ini ada lima buah sirip balok yang pendek, itu artinya ideologi negara yaitu Pancasila,” kata Andi.

“Nah, yang tadi saya jelasin adalah monumen proklamator. Tapi bukan di sini tempat Bung Karno dan Bung Hatta membacakan proklamasi. Ini hanya monumen proklamator yang digagasi oleh Presiden Soeharto,” sambungnya.

Lalu di mana Sukarno-Hatta membacakan proklamasi?

3. Sukarno-Hatta membacakan proklamasi di Tugu Petir

Cerita di Balik Tiga Tugu Proklamasi, Jejak Bisu Kemerdekaan IndonesiaIDN Times/Irfan Fathurohman

Berjarak sekitar sepuluh meter, Andi mengantar kami ke Tugu Petir, bangunan berbentuk tiang yang menjulang dengan tinggi 17 meter. Di badan Tugu Petir tertulis ‘Di sinilah Dibatjakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada Tanggal 17 Agustus 1945 Djam 10:00 Pagi oleh Bung Karno dan Bung Hatta.’

“Waktu dibacakan proklamasi tempatnya bukan seperti ini. Masih rumah, rumahnya Bung Karno. Ini yang kita injak ini adalah terasnya (depan tugu petir), ini adalah pelatarannya. Ini di mana tempat Bung Karno dan Bung Hatta membacakan proklamasi persis menghadap ke timur. Makannya nama jalannya, Jalan Pegangsaan Timur no. 56. Jadi di sini titik awal negara kita merdeka,” ujar Andi.

Mengapa lambang tugunya petir?

“Karena waktu membacakan proklamasi suara Bung Karno itu menggelegar ke seluruh nusantara bagaikan petir. Jadi membuat geger hingga negara kita merdeka.
Pencangkulan pertama atau peletakan batu pertama oleh Bung Karno sendiri, 1 Januari 1961,” ucap Andi.

4. Tugu Jarum persembahan kaum wanita memperingati hari kemerdekaan Indonesia pertama

Cerita di Balik Tiga Tugu Proklamasi, Jejak Bisu Kemerdekaan IndonesiaIDN Times/Irfan Fathurohman

Tugu yang ketiga adalah tugu yang paling tua, letaknya juga sepuluh meter dari Tugu Proklamasi. Berbeda dengan dua tugu lainnya, tugu ini terlihat lebih pendek sekitar delapan meter.

Tugu ini disebut Tugu Jarum atau Tugu Wanita. Karena tugu tersebut adalah persembahan dari kaum wanita dalam memperingati hari kemerdekaan Indonesia yang pertama pada tahun 1946.

Sekitar Juni 1946 dua orang mahasiswi, Mien Wiranatakusumah dan Emilia Augustina Ratulangi, mendatangi Johanna Masdani untuk membahas rencana peringatan HUT Pertama Proklamasi Kemerdekaan. Tak sekadar membawa kabar upacara bendera, para mahasiswi juga berencana membangun tugu peringatan proklamasi di depan bekas kediaman rumah Sukarno di Jalan Pegangsaan Timur. Mereka ingin agar Johanna bersedia memimpin para mahasiswi yang tergabung dalam PPI untuk menggalang dana pembangunan tugu.

Di bulan yang sama dibentuklah sebuah tim pembangunan yang diketuai Johanna. Dibantu mahasiswa ITB bernama Kores Siregar, Johanna mencoba membuat gambar tugu yang mengambil inspirasi dari bentuk obeliks.

Upacara peresmian yang rencananya akan digelar tepat pada 17 Agustus 1946 sempat terkendala izin wali kota. Dengan kehadiran tentara Sekutu di Jakarta, para pejabat setempat diimbau untuk tidak mengadakan perayaan dalam bentuk apa pun.

Versi lain, kata Andi, Tugu Wanita ini pernah rata dengan tanah pada 15 Agustus 1960 lalu dibangun kembali.

“Selang beberapa tahun tidak diresmikan, angkatan 45 marah dan itu dikabarkan pada surat kabar tempo doeloe. ‘Udah ngga usah diresmikan, dihilangkan saja,’ kata angkatan 45. Dua hari kemudian hilang lenyap. Baru pada masa Gubernur Ali Sadikin punya ide lagi buat dibangun di tempat yang sama.”

5. Sayang, Tugu Proklamasi minim lahan parkir

Cerita di Balik Tiga Tugu Proklamasi, Jejak Bisu Kemerdekaan IndonesiaIDN Times/Irfan Fathurohman

Meski lahan Tugu Proklamasi terbentang luas, Andi menyayangkan masih minimnya lahan parkir, saat ini parkir hanya tersedia di bahu Jalan Proklamasi yang bercampur dengan pedagang kaki lima.

“Kasian wisatawan yang mau ke sini akhirnya mengurungkan niat karna cuma gak tau harus parkir di mana,” ucap Andi.

Baca Juga: 9 Fakta Unik Proklamasi Indonesia, Millennials Sudah Tahu?

Topik:

  • Rochmanudin
  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya