Gerindra Usul Undang-Undang Pemilu Dipertahankan

Gerindra juga usul Pilpres 2024 dipersiapkan sedini mungkin

Jakarta, IDN Times - Partai Gerindra mengusulkan agar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum (pemilu) tetap dipertahankan dengan alasan menjaga kualitas demokrasi, serta melihat situasi di masa pandemik COVID-19 yang membutuhkan perhatian lebih komprehensif.

Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani menyebut, pemilu dan pemilihan presiden 2024 sebaiknya dipersiapkan sejak sekarang supaya kualitas demokrasi bisa berjalan dengan baik.

"Saat ini perdebatannya adalah apakah kita akan membahas mengenai RUU Pemilihan Umum yang baru atau tetap mempertahankan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum yang didalamnya termasuk pemilihan presiden," ujar Ahmad Muzani, lewat keterangan tertulinya, Sabtu (30/1/2021).

Baca Juga: Kemendagri Tolak UU Pemilu Direvisi, Pilkada Serentak Tetap 2024

1. Gerindra tak ingin ada perubahan sistem pemilu yang berulang

Gerindra Usul Undang-Undang Pemilu DipertahankanIlustrasi surat suara (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Ia mengungkapkan, dalam sejarah demokrasi langsung sejak dilaksanakan pemilu pasca-reformasi 1999, Indonesia selalu mengalami perubahan tentang sistem pemilu setiap lima tahun.

Perubahan itu mencakup sistem penghitungan suara, sistem pemilu apakah akan terbuka atau tertutup, threshold yang selalu naik, sampai konversi suara menjadi kursi, dan dapil yang juga selalu bertambah.

"Ini yang menyebabkan kemudahan membuat pola pemilihan Umum tidak pernah ajeg dan tidak pernah bisa dilakukan perbaikan kualitasnya, karena sistemnya selalu berubah. Partai politik selalu menyesuaikan dengan UU yang baru setiap lima tahun," kata Ahmad Muzani.

2. Demokrasi di Indonesia harus disempurnakan

Gerindra Usul Undang-Undang Pemilu DipertahankanIlustrasi Pilkada (IDN Times/Kevin Handoko)

Demokrasi di Indonesia, kata Muzani, perlu mendapatkan sebuah penyempurnaan atas sistem pemilu kepada sistem pemilu yang lain. Ujian itu pada aturan main dalam UU Pemilu.

"Oleh sebab itu, Partai Gerindra merasa konsistensi dalam menyelenggarakan pemilihan umum pada pola demokrasi yang berkualitas haruslah menjadi komitmen bersama. Gerindra berpikir agar UU Pemilu Nomor 10 Tahun 2016 yang menjadi landasan pemilu di 2019, sebaiknya tetap dipertahankan," ungkap Ahmad Muzani.

3. Gerindra ingin penyelenggara pemilu dievaluasi

Gerindra Usul Undang-Undang Pemilu DipertahankanKomisioner KPU (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Lebih lanjut, menurutnya, jika UU Pemilu diubah di tengah pandemik COVID-19, maka akan menguras energi.

“Sebaiknya energi kita digunakan untuk pemulihan ekonomi nasional dan pemulihan energi nasional, termasuk energi kita digunakan untuk penanganan COVID-19 yang lebih komprehensif," kata Muzani.

Dia mengajak segenap komponen bangsa perlu mulai berpikir bagaimana sinergi KPU, Bawaslu, dan DKPP menjadi lebih baik lagi. Sehingga masalah-masalah yang diakibatkan selama pemilu dapat dihindari.

"Termasuk kita dapat mengurangi bagaimana ekses negatif dari pemilihan umum seperti money politic itu juga harus menjadi perhatian kita. Karena itu, Gerindra menginginkan agar UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan umum sebaiknya tetap dipertahankan sebagai sebuah landasan bagi penyelenggaraan pemilihan umum legislatif dan presiden pada 2024. Kami merasa kalau komitmen ini menjadi sebuah cara pandang bersama partai-partai, maka kualitas pemilu kita dan kualitas demokrasi kita akan lebih baik," ujarnya.

4. Kemendagri tolak rencana revisi UU Pemilu

Gerindra Usul Undang-Undang Pemilu DipertahankanSurat suara Pilkada Serang 2020 (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

Kementerian Dalam Negeri juga telah menyatakan menolak rencana revisi UU Pemilu. Mereka tetap bersikukuh untuk menggelar pemilihan kepala daerah serentak pada 2024 sesuai dengan amanat undang-undang yang ada. 

Saat ini draf revisi UU Pemilu sudah bergulir di DPR. Rencananya, draf itu akan menyatukan dua rezim aturan pemilu yaitu UU Pemilu (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017) dengan UU Pilkada (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016). 

Salah satu alasan dilakukan revisi yakni kesamaan waktu penyelenggaraan pilkada dan pemilu. Dalam aturan yang sebelumnya, Indonesia memutuskan untuk meniadakan pilkada serentak pada 2022 dan 2023.

Pilkada baru akan digelar pada 2024. Namun, yang jadi permasalahan pada tahun itu juga digelar pemilu legislatif dan pilpres. Sementara, hingga rentang tahun 2024, maka akan ditunjuk pelaksana tugas oleh Kemendagri. 

"Kami berpendapat bahwa UU ini mestinya dijalankan dulu, tentu ada alasan-alasan filosofis, yuridis, sosiologis dan ada tujuan yang harus dicapai mengapa pilkada dilakukan serentak pada 2024," kata Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, melalui keterangan tertulis, Sabtu (30/1/2021). 

Ia mengatakan, sebaiknya pemilihan kepala daerah tetap sesuai dengan undang-undang yang ada yakni dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia pada 2024. Setelah pilkada serentak digelar, kata Bahtiar, baru evaluasi diadakan.

5. Partai Golkar setuju pilkada digelar pada 2022 dan 2023

Gerindra Usul Undang-Undang Pemilu DipertahankanANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Sementara itu, Partai Golkar justru berharap pilkada serentak dilakukan pada 2022 dan 2023. Menurut Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurul Arifin, bila pilkada serentak digelar pada 2024, maka membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Nurul juga menyoroti jatuhnya banyak korban pada Pemilu 2019 lalu.

Dalam pemilu dua tahun lalu, tercatat ada 894 Petugas Kelompok Penyelenggara Pemilu (KPPS) yang meninggal dunia. Hal itu lantaran beban kerja pemilu ketika itu yang cukup besar. Saat itu, pemilu dan pemilihan legislatif digelar di tahun yang sama. 

"Karena kalau serentak di 2024, walaupun berbeda bulan, ya kami takutnya, satu, ini kan anggaran akan membengkak sekali ya. Apakah negara di situasi seperti ini akan mampu untuk (menanggung) beban anggaran untuk pelaksanaan pemilu dan pilpres, gitu ya," kata Nurul pada 27 Januari 2021 lalu. 

"Kedua, kami juga mengevaluasi apa yang menjadi keputusan MK No 55 Tahun 2019 itu. Itu kan karena begitu banyak petugas penyelenggara yang wafat karena begitu bertumpuknya keserentakan itu. Jadi, membuat penyelenggara juga kelelahan," tutur dia lagi.

Baca Juga: Draf RUU Pemilu Bahas Pilkada 2022, DKI Jakarta Termasuk

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya