ICJR Desak DPR dan Pemerintah Tak Perlu Buru-buru Sahkan RUU KUHP

Sejak awal, DPR tidak terbuka soal isi RUU kontroversial itu

Jakarta, IDN Times - DPR dan Menkumham sepakat untuk kembali melanjutkan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ke tingkat II pada 16 Juli 2020 di Sidang Paripurna. Langkah ini kembali menuai protes dari berbagai kalangan masyarakat karena RUU itu masih memuat pasal-pasal kontroversial. 

Peniliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati menilai, seharusnya DPR melakukan pengkajian ulang pada pasal-pasal yang kontroversial seperti arahan Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo saat memutuskan menunda pembahasan.

“Sayangnya, DPR bersikukuh ingin mengesahkan dengan dalil pembahasan kemarin sudah selesai,” ungkap Maidina di Webinar bertajuk "Reformasi Dikorupsi Apa Kabar Demokrasi" yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI) pada Sabtu (11/7/2020).

Mengapa DPR tetap bersikukuh mengesahkan RUU yang penuh dengan kontroversi ini?

1. Naskah RUU KUHP berisi pasal-pasal terbaru tidak dibuka ke publik

ICJR Desak DPR dan Pemerintah Tak Perlu Buru-buru Sahkan RUU KUHPIDN Times/Lia Hutasoit

Salah satu alasan ICJR memprotes langkah DPR yang ngotot ingin mengesahkan RUU ini, karena sejak awal parlemen tidak pernah membuka kepada publik pasal-pasal apa saja yang diubah. Mereka pun meminta agar pembahasan RUU KUHP tidak hanya dibatasi pada 14 pasal yang diklaim bermasalah saja oleh pemerintah. Dalam catatan mereka, setidaknya ada 24 isu dari banyak pasal bermasalah di RKUHP. 

“Pembahasan tentang pasal-pasal ini tidak pernah terbuka apa yang berubah. Sampai saat ini tidak ada naskah yang ditampilkan kepada publik, update draft (tidak ada). Tapi, DPR kekeuh mengesahkan RUU KUHP. Padahal ada permasalahan substansif,” ujar Maidina. 

Baca Juga: DPR Minta Menkumham Melanjutkan Pembahasan RUU KUHP

2. RUU KUHP membawa Indonesia kembali ke zaman kolonial

ICJR Desak DPR dan Pemerintah Tak Perlu Buru-buru Sahkan RUU KUHPIDN Times/Arief Rahmat

Substansi RUU KUHP menurut Meidina mencerminkan demokrasi kembali ke zaman kolonial. Ia mencontohkan beberapa pasal yang kontroversial dan berada di dalam RKUHP yakni pasal 218-220 mengenai presiden. Menurut ICJR dan masyarakat sipil pasal itu seharusnya tak perlu dimasukan karena sudah ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. 

“Kalau kita negara demokrasi hak sipil seharusnya tidak mengatur itu. Ini juga mengancam jurnalis, seperti pasal penghinaan pemerintah yang sah, dan pasal penghinaan kekuasaan umum atau lembaga negara,” kata dia.

Pasal 304 tentang tindak pidana terhadap agama juga menurut Meidina harusnya memberi ruang toleransi bukan malah dengan menghadirkan pasal penghinaan agama.

“Penghinaan secara terminologi kan subjektif. Harusnya ujaran kebencian yang dilindungi,” ujarnya.

“Pemerintah dan DPR harus menyisir ulang RUU yang mengkriminalisasi masyarakat,” katanya lagi. 

3. DPR dan pemerintah sepakat melanjutkan pembahasan RUU KUHP

ICJR Desak DPR dan Pemerintah Tak Perlu Buru-buru Sahkan RUU KUHPANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Sebelumnya, Komisi III DPR meminta Menkumham Yasonna Laoly kembali membahas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan RUU Pemasyarakatan (RUU PAS).

“Ini harus dilanjutkan apalagi Pak Menteri sudah sepakat ini akan jadi prioritas yang kita lanjutkan,” kata Anggota Komisi III Asrul Sani dalam rapat kerja bersama Kementerian Menteri Hukum dan HAM yang disiaran secara langsung oleh TV Parlemen pada Senin, 22 Juni 2020 lalu. 

Asrul menjelaskan, meski dalam situasi pandemik COVID-19, bukan berarti DPR hanya akan fokus pada permasalahan COVID-19. Asrul mengatakan dalam menjalani fungsi legislasi, DPR tak ingin memiliki utang legislasi.

Ia mengatakan untuk isu penanganan COVID-19, di parlemen sudah ada beberapa pihak yang ikut. Mulai dari Komisi IX, timwas COVID-19 yang dipimpin oleh Muhaimin Iskandar hingga Satgas COVID-19 yang dipimpin oleh Sufmi Dasco. 

"Sudah ada (yang urus isu COVID-19). Komisi III mau urusi apa lagi? Harus kita urusi legislasi, nanti kita dibilang menerima gaji buta,” kata Asrul.

Menjawab permintaan Komisi III tersebut, Yasonna sepakat untuk melanjutkan pembahasan RUU KUHP dan RUU PAS dengan syarat DPR kembali mengirimkan surat ke Presiden untuk permintaan melanjutkan pembahasan dua RUU tersebut.

“Nanti presiden akan tunjuk atau beri tahu lanjutkan pembahasan RUU ini karena sebagai pembantu presiden saya gak bisa ambil inisiatif sendiri karena sebelumnya ada persoalan yang memiliki dampak besar ke publik,” ujar Yasonna.

4. Pembahasan RUU KUHP tak mungkin dikebut dalam waktu satu pekan

ICJR Desak DPR dan Pemerintah Tak Perlu Buru-buru Sahkan RUU KUHPANTARA FOTO/Basri Marzuki

Sementara itu, Ketua Komisi III DPR, Herman Herry, mengatakan mereka tidak akan membongkar ulang keseluruhan naskah RUU RKUHP dan revisi UU Pemasyarakatan hanya akan fokus pada pasal-pasal kontroversial yang sempat jadi sorotan publik.

"Kami hanya membahas pasal-pasal yang kontroversial, jadi tidak dibongkar ulang," kata Herman.

Namun, ia membantah pembahasan RKUHP dan RUU PAS bakal dikebut dalam satu pekan. Kendati dua RUU itu sudah disetujui oleh pimpinan DPR, tapi bukan berarti bisa rampung pekan depan. Herman menduga Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin salah menyampaikan informasi.

"Kami di Komisi III hanya meminta persetujuan kepada pimpinan DPR untuk dimulainya pembahasan kedua RUU tersebut berdasarkan hasil raker dengann Menkumham, bukan untuk mengambil Keputusan Tingkat II," tutur Herman. 

"Jadi tidak mungkin selesai dalam waktu seminggu. Mungkin Pak Azis salah dalam menyampaikannya," katanya melanjutkan.

Ia menjelaskan sejak awal RKUHP dan RUU PAS sudah ditetapkan dalam program legislasi nasional (Prolegnas) yang berstatus carry over atau dilanjutkan dari periode sebelumnya.

Menurut Herman, apapun yang terjadi, kedua RUU itu memang harus dibahas. Ia mengatakan adanya pandemik COVID-19 bukan jadi alasan bagi DPR tidak bekerja. 

"Kebetulan saja pas masa persidangan sekarang ada kasus (pandemik) corona. Tapi bukan berarti DPR harus berhenti kerja," ujarnya.

Baca Juga: DPR Kebut RUU KUHP dalam Sepekan, Apa Urgensinya?

Topik:

Berita Terkini Lainnya