Kapolri: Media Dilarang Tayangkan Kekerasan dan Arogansi Aparat

Telegram Kapolri disebut bukan untuk media mainstream

Jakarta, IDN Times - Kapolri Jendral Listyo Sigit melalui surat telegram ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 melarang media humas Polri di setiap wilayah untuk menayangkan tindakan kekerasan yang dilakukan anggota kepolisian.

"Media dilarang menyiarkan upaya atau tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis," demikian bunyi poin pertama ST itu yang diterima IDN Times, Selasa (6/4/2021).

1. Surat telegram Kapolri bukan ditujukan untuk media mainstream

Kapolri: Media Dilarang Tayangkan Kekerasan dan Arogansi AparatKaro Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Rusdi Hartono (Dok. Humas Polri)

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono menegaskan surat telegram tersebut ditunjukkan untuk media humas di kepolisian bukan untuk media mainstream.

Ia juga mengatakan telegram itu diterbitkan demi membuat kinerja Polri di kewilayahan semakin baik di masa mendatang.

“Benar, ditujukan kepada kabid humas dan pengemban fungsi humas di satuan kewilayahan. Dengan tujuan tugas kepolisian semakin baik, humanis dan profesional,” kata Rusdi kepada IDN Times.

Baca Juga: Kapolri Putuskan 1.062 Polsek Tidak Lakukan Proses Penyidikan

2. Media humas tidak boleh menyajikan rekaman interogasi

Kapolri: Media Dilarang Tayangkan Kekerasan dan Arogansi AparatSejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari (ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar)

Surat telegram tersebut ditandatangani oleh Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono atas nama Kapolri pada 5 April 2021 dan ditujukan kepada para Kapolda serta Kabid Humas.

Dalam surat telegram itu, media humas juga tidak boleh menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana.

"Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan," jelas telegram tersebut.

"Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual," sambungnya.

3. Kepolisian melarang humas membawa media saat proses penangkapan pelaku kejahatan

Kapolri: Media Dilarang Tayangkan Kekerasan dan Arogansi AparatKepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Irjen Pol. Argo Yuwono (Dok. Humas Polri)

Selain itu, gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya harus disamarkan. Wajah dan identitas pelaku, korban, beserta keluarga yang masih di bawah umur juga harus disamarkan.

"Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku," bunyi poin lainnya.

"Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang," bunyi poin kesembilan.

Sementara itu, kepolisian juga dilarang membawa media dan melakukan siaran langsung saat proses penangkapan pelaku kejahatan. Hanya anggota Polri yang berkompeten yang boleh melakukan dokumentasi.

"Tidak menampilkan gambaran eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak," bunyi telegram itu.

Baca Juga: Cegah Kecolongan Teror Lagi, Kapolri Blusukan 3 Hari Agar Paskah Aman

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya