Kejar Omnibus Law, Puan: Tiap Komisi DPR Maksimal Dua UU per Tahun
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Merespons wacana Omnibus Law oleh Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo, Ketua DPR RI Puan Maharani akan membatasi setiap fraksinya untuk memproduksi Undang-Undang maksimal dua dalam satu tahun.
Hal itu dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan lapangan kerja, meningkatkan investasi dan ekonomi.
“Kami bersepakat setiap komisi itu nantinya hanya akan membuat dalam satu tahun satu UU maksimal dua UU jadi kalau ada 11 komisi kedepannya hanya akan diajukan 22 (UU) dari setiap 11 komisi,” kata Puan, di Kompleks Parlemen DPR RI, Kamis (28/11).
1. Puan undang pemimpin redaksi media untuk mendukung citra DPR
Hal itu Puan sampaikan di depan pimpinan redaksi media massa yang ia undang. Puan berharap media massa mampu mengantar pesan utuh ke masyarakat terkait Omnibus Law.
“Kenapa hal itu disampaikan ke media? Karena kami berkeinginan citra kinerja DPR itu akan lebih baik sebagai pembuat UU yang berkualitas,” kata Puan.
Baca Juga: Fakta-Fakta Omnibus Law, Solusi Jokowi Genjot Investasi
2. Jokowi mewacanakan Omnibus Law setelah dilantik MPR
Editor’s picks
Omnibus Law muncul dalam pidato kenegaraan pertama Jokowi setelah dilantik menjadi Presiden RI periode 2019-2024 di MPR RI. Kala itu Jokowi mengatakan Omnibus Law dilakukan dengan tujuan mengatasi masalah cipta lapangan kerja, UMKM, dan investasi.
“Omnibus Law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU. Puluhan UU yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus. Puluhan UU yang menghambat pengembangan UMKM juga akan langsung direvisi,” kata Jokowi.
3. Baleg juga menyarankan tiap fraksi hanya memproduksi maksimal dua UU per tahun
Dilansir Antara, anggota Baleg DPR RI dari Fraksi Golkar Christina Aryani menilai selama ini badannya mendapatkan sorotan karena dinilai kurang produktif dalam menghasilkan produk legislasi, dan selalu pertanyaannya terkait kualitas atau kuantitas.
Menyikapi kritik tersebut, Aryani menegaskan produk legislasi yang dihasilkan DPR RI seharusnya mengutamakan kualitas. Sementara itu kalau dinilai dari hal kuantitas, namun berujung pada uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) maka akan dinilai tidak bagus.
"Selama ini kita harus mempunyai acuan, mungkin kita harus lebih realistis, ketika menyusunnya apa yang bisa dicapai dan kita sudah bisa lihat dari selama ini kecenderungannya, asumsi mana yang moderat dan mana yang optimistis," katanya.
Christina menyarankan agar tiap komisi membahas sekitar dua atau tiga RUU dalam satu tahun.
Baca Juga: Pengamat: Omnibus Law Tak akan Berdampak ke Ekonomi Indonesia di 2020