Kronologi Oknum Polisi Perkosa Anak 16 Tahun di Polsek Jailolo Selatan

Oknum Polisi sudah ditahan di Rutan Polres Ternate

Jakarta, IDN Times - Seorang oknum polisi berinisial NI melakukan pemerkosaan terhadap seorang remaja perempuan berusia 16 tahun di kantor Polsek Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, Sabtu (13/6/2021).

Korban mengalami ancaman dengan dimasukkan ke sel oleh pelaku jika tak melayani aksi bejatnya.

“Polda Maluku Utara telah melakukan pemeriksaan terhadap 9 saksi termasuk tersangka. Tersangka sudah ditangkap dan ditahan di rutan Polres Ternate,” kata Humas Polda Maluku Utara Kombes Adip Rojikan kepada IDN Times, Rabu (23/6/2021).

Lalu bagaimana kronologi peristiwa pemerkosaan biadab tersebut?

1. Korban bersama temannya sedang dalam perjalanan dari Bacan ke Ternate

Kronologi Oknum Polisi Perkosa Anak 16 Tahun di Polsek Jailolo SelatanIlustrasi (IDN Times/Mardya Shakti)

Adip menjelaskan, peristiwa ini bermula kala korban bersama rekannya hendak melakukan perjalanan dari Bacan menuju Ternate pada Sabtu (13/6/2021). Keduanya melakukan perjalanan darat melalui Saketa, sebelum menyeberang ke Ternate menggunakan kapal feri.

Namun, karena adanya keterlambatan kapal, keduanya harus bermalam. Korban lantas menghubungi saudaranya seorang polwan yang berdinas di Ternate untuk meminta bantuan tempat penginapan.

Sang polwan tersebut lalu meminta bantuan kepada temannya yang merupakan pelaku untuk menjemput dan memberinya penginapan di Polsek Jailolo.

“Namun demikian, kepercayaan yang diberikan ini disalahgunakan ketika menjemput di penginapan itu dibenarkan bahwa ini saudaranya polwan tersebut sehingga yang bersangkutan mau dibawa ke polsek, setelah di polsek terjadilah peristiwa tersebut,” ujar Adip.

Baca Juga: ICJR Kecam Oknum Polisi yang Cabuli Gadis 16 Tahun di Kantor Polsek

2. Pelaku diancam hukuman 15 tahun penjara dan diberhentikan secara tidak hormat

Kronologi Oknum Polisi Perkosa Anak 16 Tahun di Polsek Jailolo SelatanIlustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Saat ini, Polda Maluku Utara telah melakukan permintaan visum dan melakukan rekonstruksi kejadian. Selanjutnya dalam waktu dekat akan dilakukan pemberkasan untuk diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“Terhadap oknum anggota Polri ini kami berikan tuntutan atau kita proses melalui dua jalan. Peradilan Umum dengan Pasal 80-81 UU 35 tahun 2014 dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara. Sambil diajukan sidang kode etik profesi melalui Propam Polda Maluku Utara dengan ancaman maksimal diberhentikan tidak hormat dari dinas kepolisian. Pelaku ditahan terhitung tanggal 18 Juni 2021,” ujar Adip.

3. ICJR mengecam kasus pemerkosaan oleh anggota polisi

Kronologi Oknum Polisi Perkosa Anak 16 Tahun di Polsek Jailolo SelatanIDN Times/Lia Hutasoit

Merespons kasus pemerkosaan tersebut, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta supaya pelaku harus diusut secara komprehensif, baik tindakan di luar kewenangan yang dilakukan. Terlebih tindakan pemerkosaan terhadap anak yang dilakukannya.

"Pemberatan pidana terhadap pelaku yang merupakan aparatur negara harus diaplikasikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, mengingat peran sentral pelaku yang seharusnya memberikan rasa aman kepada korban," kata Peneliti ICJR, Maidina Rahmawati dalam keterangan tulis, Rabu (23/6/2021).

ICJR juga meminta pemerintah serta DPR RI untuk segera membatasi kewenangan polisi lewat pengubahan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"ICJR mendorong Pemerintah dan DPR serta lembaga independen lain seperti Komnas HAM dan Ombudsman untuk melakukan audit kepada kewenangan besar kepolisian yang minim mekanisme pengawasan. KUHAP harus segera diubah untuk memperkuat pengawasan dan kontrol atas kewenangan Polisi, termasuk menghapuskan tempat-tempat penahanan di kantor-kantor polisi," desak Maidina.

Untuk jangka panjang, menurut Maidina penting untuk pemerintah dan DPR menyisir pasal-pasal karet di Rancangan KUHP yang berpotensi memperbesar kewenangan Kepolisian dalam kondisi pengawasan yang sangat minim di KUHAP.

Maidina juga menilai, kasus tersebut bisa terjadi tidak lepas dari glorifikasi yang dilakukan oleh media dan pihak humas Kepolisian yang merasa berhak untuk melakukan tindakan terhadap masyarakat, baik takut terhadap situasi yang dihadapinya maupun takut terhadap anggota kepolisian yang sering kali mengancam tanpa dasar.

Padahal kewenangan kepolisian untuk mengekang kebebasan orang dibatasi dalam KUHAP. Penangkapan hanya dapat dilakukan terhadap tersangka, dan hanya apabila telah terbit surat perintah penangkapan yang didasari adanya bukti permulaan yang cukup.

"Anggota kepolisian jelas tidak memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan atau upaya paksa begitu saja sesuai perintahnya tanpa dasar yang jelas dan sesuai undang-undang," tegas Maidina.

Menurut Maidina, kasus ini juga menjadi penguat untuk menghapuskan tempat-tempat penahanan di kantor kepolisian. Tempat penahanan ini sering menjadi sarang penyiksaan dan tindakan melanggar hukum lainnya yang dilakukan oleh aparat.

Legitimasi adanya tempat penahanan di Kantor Kepolisian bersifat sementara. Dalam penjelasan Pasal 22 KUHAP bahwa tempat penahanan di kantor kepolisian hanya dibenarkan ketika tidak ada Rutan.

"Sesuai dengan standar Hak Asasi Manusia tempat penahanan harus dibedakan dari institusi yang melakukan penahanan untuk menjamin adanya pengawasan bertingkat," kata dia.

Baca Juga: LBH APIK Terima 8 Aduan Korban Dugaan Pelecehan Gofar Hilman 

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya