Begini Kronologi Perubahan Poin Gugatan Minta Maaf Jokowi dan Kominfo 

AJI menuding para buzzer di Twitter menutupi inti vonis PTUN

Jakarta, IDN Times - Kuasa hukum penggugat dalam perkara pemblokiran atau pelambatan koneksi internet di Papua, Muhammad Isnur tak menampik sebelumnya ada enam gugatan yang mereka ajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Poin itu termasuk agar tergugat I dan II yakni Presien Joko "Jokowi" Widodo dan Menkominfo meminta maaf. 

Gugatan itu masuk ke PTUN pada Kamis, 17 November 2019 dan tercatat dengan perkara nomor 230/G/TF/2019/PTUN.JK. Enam poin di dalam gugatan tersebut yakni: 

1. Mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan perbuatan para tergugat adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan dan atau pemerintah
3. Menghukum para tergugat menghentikan dan tidak mengulangi seluruh perbuatan dan/atau tindakan pelambatan dan/atau pemutusan akses internet di seluruh wilayah Indonesia
4. Menghukum para tergugat meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Indonesia khususnya Papua dan Papua Barat dan tanggung renteng di 3 media cetak Nasional (Koran Tempo, The Jakarta Post, dan Kompas), seluas 1/6 hal berupa Permintaan Maaf kepada seluruh pekerja pers dan 6 stasiun televisi (Metro TV, RCTI, SCTV, TV ONE, TRANS TV dan Kompas TV, maksimal 1 bulan setelah putusan, Penyiaran pada 3 Stasiun Radio (Elshinta, KBR dan RRI) selama 1 Minggu, dengan redaksi sebagai berikut : Kami Pemerintah Republik Indonesia dengan ini menyatakan : “Meminta Maaf kepada Seluruh Pekerja Pers dan Warga Negara Indonesia atas tindakan Kami yang tidak profesional dalam melakukan pemblokiran layanan data untuk wilayah Papua dan Papua Barat.
5. Menyatakan putusan atas gugatan ini dapat dilaksanakan lebih dahulu walaupun ada upaya hukum;
6. Menghukum para tergugat untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng

Tetapi, menurut Isnur poin keempat dihapus atas pertimbangan majelis hakim. Gugatan tersebut kemudian diperbaiki oleh pihak penggugat sejak (22/1) lalu. Sayangnya, perbaikan itu tidak ikut tercermin di sistem online milik PTUN. 

“Tapi SIPP PTUN tidak diperbaiki dan masih menggunakan draft gugatan yang lama padahal gugatannya sudah diperbaiki dalam petitum dan lain-lain,” kata Isnur ketika menggelar jumpa pers secara daring pada Kamis (4/6).

Lalu, bagaimana kronologi revisi gugatan tersebut?

1. Poin gugatan permintaan maaf sudah diubah sejak sidang pendahuluan

Begini Kronologi Perubahan Poin Gugatan Minta Maaf Jokowi dan Kominfo Petitum penggugat di PTUN pada sidang putusan perkara pemblokiran internet Papua (Dok. Istimewa)

Dalam keterangan pers itu, Isnur menjelaskan poin gugatan soal permintaan maaf sudah mereka revisi atas pertimbangan Majelis Hakim sejak (22/1) lalu. Hakim meminta agar poin berupa permintaan maaf direvisi lantaran itu tak sesuai dengan kapasitas mereka. 

“PTUN memiliki karakter yang hanya pada hukumnya ini salah, ini tidak benar, ini melanggar hukum. Karena ini di PTUN hakim menyarankan, kalau minta maaf dan menyuruh tidak mengulangi, PTUN tidak bisa (memerintahkan hal itu),” ujar Isnur.

Baca Juga: Pemblokiran Internet Papua, PTUN: Jokowi dan Kominfo Melanggar Hukum

2. Poin gugatan yang dimuat di situs PTUN adalah gugatan lama sebelum direvisi

Begini Kronologi Perubahan Poin Gugatan Minta Maaf Jokowi dan Kominfo Gugatan awal penggugat pada kasus pemblokiran internet Papua di situs PTUN. (Tangkapan layar situs SIPP PTUN)

Senada dengan Isnur, Direktur LBH Pers Jakarta Ade Wahyudin membenarkan bila gugatannya beberapa kali mengalami perubahan hingga akhirnya poin gugatan tersebut diubah setelah sidang pendahuluan.

“Jadi, memang ini murni tidak ada hoaks, memang benar kami mengajukan gugatan seperti itu. Di website PTUN tidak ada yang salah, itu gugatan awal kami, tapi akhirnya putusan ini tidak ada terkait permintaan maaf ini,” ujarnya.

3. Dalam amar putusan hakim secara lengkap dan verbatim, sebagai berikut:

Begini Kronologi Perubahan Poin Gugatan Minta Maaf Jokowi dan Kominfo Putusan gugatan kasus pemblokiran internet di Papua. (Tangkapan layar situs SIPP PTUN)

Berdasarkan sidang putusan pada (3/6) lalu, berikut verbatim vonis yang dibacakan oleh majelis hakim:

Dalam Eksepsi:
Menyatakan eksepsi Tergugat I dan Tergugat II tidak diterima

Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan para penggugat
2. Menyatakan tindakan pemerintahan yang dilakukan oleh Tergugat I dan Tergugat II berupa:
1. Tindakan pemerintahan Throttling atau pelambatan akses/bandwitch di beberapa wilayah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua pada 19 Agustus 2019 sejak pukul 13.00 WIT sampai dengan pukul 20.30 WIT
2. Tindakan pemerintahan yaitu pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses internet secara menyeluruh di Provinsi Papua (29 kota/kabupaten) dan Provinsi Papia Barat (13 kota/kabupaten) tertanggal 21 Agustus sampai dengan setidak-tidaknya pada 4 September 2019 pukul 23.00 WIT.
3. Tindakan pemerintahan yaitu memperpanjang pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses internet di 4 kota/kabupaten di Provinsi Papua (yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Jayawijaya) dan 2 kota/kabupaten di Provinsi Papua Barat (yaitu Kota Manokwari dan Kota Sorong) sejak 4 September 2019 pukul 23.00 WIT sampai dengan 9 September 2019 pukul 18.00 WIB/20.00 WIT.

Adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.

3. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng sebesar Rp 457.000.

4. Tidak ada unsur hoaks di dalam berita PTUN memerintah Jokowi dan Kominfo meminta maaf

Begini Kronologi Perubahan Poin Gugatan Minta Maaf Jokowi dan Kominfo IDN Times/Sukma Shakti

Terkait dengan berita Jokowi dan Kominfo harus minta maaf, Ketua Aliansi Jurnalis Independen Abdul Manan menilai tidak ada unsur berita bohong di dalamnya.

“Ada beberapa media yang menulis putusan itu kurang akurat. Tapi, tidak tepat kalau dikatakan hoaks atau berita bohong. Sesuatu disebut bohong kalau kita tahu informasi itu tidak ada tapi tetap memberitakannya,” ujar Manan kepada IDN Times melalui pesan pendek.

Ia juga menyayangkan perilaku buzzer yang memanfaatkan kekhilafan media untuk menutupi inti vonis bahwa Jokowi dan Menkominfo melanggar hukum dalam pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.

“Apa yang ramai di media sosial sekarang ini lebih merupakan upaya untuk mengubah narasi atau berusaha menutupi inti dari peristiwa itu. Dengan menyebut berita media itu hoaks, itu semata untuk mengalihkan perhatian publik dari masalah utama dari putusan penting itu,” ujarnya.

Redaksi IDN Times meminta maaf kepada pihak tergugat dan pembaca atas kesalahan pemberitaan yang sempat terjadi sebelumnya, di mana disebutkan salah satu poin putusan adalah tergugat meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Indonesia khususnya Papua dan Papua Barat. Permintaan maaf ini sekaligus koreksi terhadap berita terkait.

Baca Juga: Divonis Bersalah oleh PTUN, Menkominfo Kontak Jaksa Pengacara Negara

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya