Luhut Akui Dua Juta Data Kasus COVID-19 Belum Masuk Laporan Pemerintah

Data yang tak masuk, berpengaruh pada positivity rate

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan menyebut, ada sekitar dua juta data kasus COVID-19 yang belum masuk dalam laporan versi pemerintah. Hal itu diungkapkan dia saat rapat dengan beberapa pemangku kepentingan dan epidemiolog dalam penanganan COVID-19, Kamis, 4 Februari 2021.

"Masalah data ini, kami akui. Tapi, dengan Pak Budi (Budi Gunadi, Menkes) dengan Wakil Menteri Kesehatan, pada tanggal 15 (Februari) atau pertengahan bulan ini, Peduli Lindungi akan sinkronisasi data sehingga lebih baik. Ada hampir dua juta atau lebih yang belum dientri sehingga berpengaruh ke positivity rate," kata Luhut. 

Ia pun berharap sinkronisasi data itu bisa rampung pada Maret 2021. Keluhan soal data yang tidak sinkron sesungguhnya sudah disampaikan sejak lama. 

Salah satu kepala daerah yang lantang menyuarakan itu adalah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Ia menyebut, ada sekitar 20 ribu data kasus baru COVID-19 di Jabar yang belum dirilis Kemenkes. Keterlambatan rilis data harian itu dikarenakan sistem pelaporan dan penyesuaian data yang terlalu bertele-tele.

 

 

 

1. Pemerintah harus mengklarifikasi dua juta data yang tak masuk laporan

Luhut Akui Dua Juta Data Kasus COVID-19 Belum Masuk Laporan PemerintahSosiolog Bencana yang juga Associate Professor dari Nanyang Technological University (NTU), Singapura, Sulfikar Amir (YouTube.com/Lapor COVID 19)

Menanggapi hal itu, Pakar sosiologi bencana Nanyang Technological University (NTU) Singapura Sulfikar Amir mengatakan, Pemerintah harus mengklarifikasi hal tersebut.

“Kalau tidak ada klarifikasi kenapa terjadi, bisa jadi skandal data seperti yang terjadi di Brazil dan Meksiko,” kata Sulfikar kepada IDN Times, Jumat (5/2/2021).

Terlebih, lanjut dia, jika ternyata ada unsur kesengajaan dalam menahan data ini untuk mengurangi jumlah total kasus positif.

“Yang membingungkan, kenapa Luhut bisa hakulyakin bahwa kalau dua juta data ini dimasukkan, bakal menurunkan positive rate?” ujarnya.

Sulfikar menduga, Luhut tahu kemudian berasumsi bahwa mayoritas dua juta data itu kasus negatif.

“Kalau memang begitu, mestinya datanya sudah dikeluarkan dari kemarin-kemarin untuk menurunkan positive rate yang sudah sangat tinggi. Kalaupun jika kita hitung dengan positive rate yang moderat, mis 10 persen, berarti ada sekitar 200 ribu kasus positif yang tidak dipublikasikan,” kata dia lagi.

 

2. Tiga target Luhut dalam penanganan COVID-19

Luhut Akui Dua Juta Data Kasus COVID-19 Belum Masuk Laporan PemerintahIlustrasi swab test (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Luhut sebelumnya mengatakan, ada tiga target yang ingin dicapai dalam penanganan COVID-19 ke depan, yaitu menurunkan penambahan kasus harian, menurunkan angka kematian dan meningkatkan kesembuhan.

“Untuk mendorong target ini, pemerintah menyusun empat strategi utama yang akan dilakukan,” ujar pria yang juga menjabat Menko Kemaritiman dan Investasi itu.

Strategi pertama adalah meningkatkan perubahan perilaku masyarakat dalam menangani COVID-19, yakni dengan melakukan operasi perubahan perilaku serta kampanye protokol kesehatan secara sistematis di masyarakat yang melibatkan berbagai kalangan.

Mereka juga akan melakukan deteksi awal penyebaran COVID-19 dengan mendorong strategi pemeriksaan dan pelacakan yang agresif dan tepat sasaran.

“Kita berharap penyebaran informasi dan kampanye dapat bergerak secara masif dengan melibatkan berbagai lembaga lain, seperti Kemenag dengan mengajak pemuka agama, dan juga Kemendikbud,” kata Menko Luhut.

Baca Juga: Beda Istilah, Luhut: PSBB Lahir dari Bawah, PPKM Perintah dari Atas

3. Pembangunan fasilitas isolasi terpusat dan manajemen perawatan

Luhut Akui Dua Juta Data Kasus COVID-19 Belum Masuk Laporan PemerintahRumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat (IDN Times/Athif Aiman)

Strategi selanjutnya adalah pembangunan fasilitas isolasi terpusat. Pemanfaatan Wisma Atlet untuk wilayah Jabodetabek menurutnya sudah tepat, sehingga dapat menjadi tempat isolasi terpusat. Hal itu dapat membantu mengurangi penyebaran penularan ke keluarga dan menurunkan keterisian rumah sakit.

“Manajemen perawatan juga akan terus kita tingkatkan, dengan memastikan adanya ketersediaan tempat tidur rumah sakit serta penyediaan semua obat dan alat yang dibutuhkan,” beber Luhut menegaskan.

Menurut pria berusia 73 tahun itu, manajemen perawatan dinilai menjadi strategi penting dengan menyiapkan setiap rumah sakit dapat menerapkan protokol standar terapi penanganan pasien. Dalam manajemen rumah sakit saat ini, telah terjadi angka penurunan hari perawatan pada pasien COVID-19.

4. Luhut bicara target 70 persen herd immunity

Luhut Akui Dua Juta Data Kasus COVID-19 Belum Masuk Laporan PemerintahIlustrasi Swab Test (ANTARA FOTO/Moch Asim)

Strategi berikutnya adalah akselerasi vaksinasi COVID-19 yang dimulai dari tenaga kesehatan, pelayanan publik, kelompok rentan, dan juga daerah-daerah yang menjadi prioritas. Daerah yang dianggap prioritas, adalah daerah yang memiliki positivity rate tinggi.

“Masalah vaksin ini masih terus dalam proses pengerjaan, kita harapkan target kita mencapai 70 persen herd immunity (kekebalan komunitas) dapat kita capai dalam jangka waktu 12 bulan,” kata mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan era Presiden Abdurrahman Wahid itu.

Pria asal Sumatera Utara itu juga menambahkan, penurunan mobilitas juga menjadi langkah penting untuk dilakukan guna mengendalikan penambahan kasus.

"Berdasarkan pengalaman, dibutuhkan penurunan mobilitas di atas 30 persen untuk mengendalikan penambahan kasus, sehingga akan ada penyesuaian peraturan dan kebijakan akan hal ini," kata Luhut Binsar Pandjaitan.

Baca Juga: Jokowi Sebut PPKM Tak Efektif, Khofifah Tunggu Arahan Luhut 

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya