Menko Polhukam: Mengajak Golput Bisa Dijerat UU

Bagaimana golongan putih itu muncul?

Jakarta, IDN Times - Menko Polhukam Wiranto mengatakan pihaknya telah mendiskusikan agar orang yang mengajak pihak lain golput agar bisa dijerat undang-undang.

"Ya itu kan sudah kita diskusikan. Kalau mengajak golput itu yang namanya mengacau. Itu kan mengancam hak kewajiban orang lain. undang-undang yang mengancam itu," kata Wiranto di Hotel Grand Paragon, Jakarta Pusat, Rabu (27/3).

1. Mengajak orang lain golput bisa dijerat UU ITE dan KUHP

Menko Polhukam: Mengajak Golput Bisa Dijerat UUIDN Times/Irfan fathurohman

Menurut Wiranto, undang-undang yang mungkin bisa menjerat pengajak golput adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan KUHP. Sebab, orang membuat tidak tertib harus diberi sanksi.

"Kalau UU Terorisme tidak bisa, ya, undang-undang lain masih bisa. Ada UU ITE bisa, UU KUHP bisa. Indonesia kan negara hukum, sesuatu yang membuat tidak tertib, sesuatu yang membuat kacau, pasti ada sanksi," tutur dia.

Baca Juga: Kemenkominfo Sebut Dampak Hoaks Telah Sampai ke Masyarakat Pelosok

2. Politik uang hingga hoaks juga ancam pemilu

Menko Polhukam: Mengajak Golput Bisa Dijerat UUIDN Times/Irfan fathurohman

Selain pengajak golput, Wiranto mengatakan, masih ada sejumlah ancaman yang akan mengganggu penyelenggaraan pemilu. Ancaman itu antara lain politik uang hingga hoaks.

"Kan masih ada (ancaman). Itu yang saya terus menerus menyampaikan kepada masyarakat, ayolah datang ke TPS, aman, aparat akan menjaga itu," ujar dia.

3. Dari mana asal-usul golput?

Menko Polhukam: Mengajak Golput Bisa Dijerat UUIDNTimes/Fitang Adhitia

Golput alias golongan putih adalah istilah politik yang berawal dari gerakan protes dari mahasiswa dan pemuda untuk memprotes pelaksanaan pemilu 1971, yang merupakan pemilu pertama pada Orde Baru. Sejak saat itu gerakan golput kerap terdengar.

"Golput adalah semua jenis pemilih yang datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk menggunakan hak pilihnya," ujar Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini kepada IDN Times di kantor RRI, Jakarta Pusat, Selasa (29/1).

4. Hal apa yang dapat membuat jumlah golput bertambah?

Menko Polhukam: Mengajak Golput Bisa Dijerat UUANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Titi menjelaskan, calon pemilih bisa memutuskan menjadi golput karena merasa tidak ada kandidat yang bisa mengakomodasi kebutuhan mereka. 

"Angka pengguna hak pilih di 2019 bisa menurun karena keterbatasan pilihan yang ada membuat pesismisme dan kemudian apatis politik, karena merasa bahwa dirinya tidak diakomodir atau terfasilitasi. Secara pilihan atau ekspresi politik jadi keterbatasan pilihan di respons dengan pesimisme pemilih," papar dia. 

Selain itu, kata Titi, minim nya informasi terkait pemilu serentak pada 17 April 2019 juga membuat golput semakin bertambah. Yang lebih parah, ada calon pemilih yang menganggap pemilu tidak penting karena tidak berdampak langsung pada dirinya. Selain itu, pada 17 April mendatang berdekatan dengan libur Paskah.

"Yang terkahir pemilih-pemilih yang pragmatis dan tidak menganggap pemilu penting dan dihadapkan pada libur panjang," kata Titi.

Baca Juga: MUI Keluarkan Fatwa Golput Haram, Begini Komentar Ma'ruf Amin

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya