MK Gelar Sidang Putusan Revisi UU KPK, ICW Berharap Dikabulkan

UU KPK berpotensi melemahkan KPK

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan uji materi atau judicial review Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 atau Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), Selasa (4/5/2021).

Sidang digelar secara virtual, sementara Majelis hakim MK hadir secara langsung di tempat persidangan di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, yang akan digelar pada pukul 13.30 WIB.

“Sehubungan dengan hal itu, berdasarkan Pasal 38 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003, tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, maka para pihak wajib hadir memenuhi panggilan Mahkamah Konstitusi,” tulis undangan resmi MK yang ditandatangani panitera Mohidin tertanggal 29 April 2021.

Baca Juga: Dikabarkan Tak Lolos Jadi ASN KPK, Novel: Upaya Singkirkan Orang Baik

1. Presiden dan DPR menihilkan nilai demokrasi

MK Gelar Sidang Putusan Revisi UU KPK, ICW Berharap DikabulkanIlustrasi ICW (ANTARA FOTO)

Sidang pengujian revisi UU KPK sudah berlangsung selama dua tahun. Gugatan revisi UU KPK dilayangkan setelah Presiden Joko “Jokowi” Widodo tak kunjung menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019, tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Perpu KPK).

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai MK harus mengabulkan revisi UU KPK karena ada empat alasan. Pertama, Presiden dan DPR dinilai telah menihilkan nilai demokrasi saat membahas revisi UU KPK.

“Betapa tidak, praktis publik sama sekali tidak dilibatkan, bahkan, protes dengan aksi #ReformasiDikorupsi pun diabaikan begitu saja,” tulis ICW dalam keterangan resminya di website antikorupsi.org.

2. Substansi revisi UU KPK bertentangan dengan banyak putusan MK

MK Gelar Sidang Putusan Revisi UU KPK, ICW Berharap DikabulkanFOTO ANTARA/Dwi Prasetya

Kedua, menurut ICW, substansi revisi UU KPK bertentangan dengan banyak putusan MK. Dalam bagian ini substansi yang dimaksud adalah perubahan Pasal 3 UU KPK tentang independensi dan Pasal 40 UU KPK, terkait kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

“Untuk independensi, UU KPK baru menabrak putusan MK 2006 dan 2011. Sedangkan, SP3 melanggar putusan MK 2003 yang telah meletakkan pondasi independensi kelembagaan KPK sebagai suatu hal utama bagi lembaga pemberantasan korupsi,” kata ICW.

3. Penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan harus seizin Dewan Pengawas KPK

MK Gelar Sidang Putusan Revisi UU KPK, ICW Berharap DikabulkanANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Ketiga, menurut ICW, banyak ketidakjelasan norma dalam UU KPK baru. Poin yang paling mencolok ada pada Pasal 37 A dan Pasal 37 B UU KPK baru, perihal pembentukan Dewan Pengawas dengan segala tugas-tugasnya.

“Salah satu tugas yang hingga saat ini sulit diterima logika hukum adalah memberikan atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan,” kata ICW.

Sebab, jika pun ingin mengacu pada regulasi umum (KUHAP) atau sistem peradilan pidana, satu-satu lembaga yang dibenarkan melakukan hal tersebut hanya pengadilan, bukan Dewan Pengawas.

“Selain itu, pasal tersebut juga sekaligus menciptakan alur yang rumit serta birokratis tatkala KPK ingin melakukan penindakan. Benar saja, hal itu sempat diakui oleh Penyidik KPK, Novel Baswedan, saat memberikan kesaksian di persidangan MK,” ujar ICW.

4. Revisi UU KPK sarat kepentingan politik

MK Gelar Sidang Putusan Revisi UU KPK, ICW Berharap DikabulkanPenyidik KPK dari unsur kepolisian, Stepanus Robin Pattuju diborgol dan ditangkap KPK karena terima suap dari Wali Kota Tanjungbalai (www.instagram.com/@official.kpk)

Keempat, ICW menilai, revisi UU KPK sarat kepentingan politik. Untuk tiba pada kesimpulan itu bukan hal yang sulit, jika dilihat, produk legislasi kontroversi ini dihasilkan secara kilat, praktis hanya 14 hari.

Selain itu, revisi UU KPK juga sedari awal tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2019 namun tetap dipaksakan. Saat paripurna untuk mengesahkan UU KPK di DPR, jumlah kehadiran anggota dewan pun tidak memenuhi kriteria kuorum. Sehingga ini menunjukkan adanya intensi politik di balik pembahasan revisi UU KPK.

“Maka dari itu, atas problematika di atas, Indonesia Corruption Watch mendesak agar Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji formil dan uji materiil UU KPK baru,” pinta ICW.

Baca Juga: Tes ASN KPK, Bambang Widjojanto: Ada Pegawai yang Ingin Disingkirkan

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya