Pakar Hukum: Lockdown di Indonesia Pembatasan Sosial Berskala Besar

Perlu PP yang mengatur UU Karantina Wilayah

Jakarta, IDN Times - Pemerintah belum terpikir untuk mengambil kebijakan karantina wilayah atau lockdown di tingkat kota/kabupaten sampai provinsi secara total. Namun, pemerintah membuka kemungkinan lockdown parsial setingkat kecamatan dan kelurahan.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan, peraturan pemerintah yang sedang dirumuskan saat ini adalah terkait karantina wilayah untuk mencegah meluasnya penyebaran virus corona. Menurut Mahfud, karantina wilayah berbeda dengan lockdown.

Karantina wilayah, kata Mahfud, jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018, merupakan pembatasan pergerakan orang untuk kepentingan kesehatan di tengah-tengah masyarakat.

Mahfud menambahkan, istilah karantina wilayah adalah istilah lain dari physical distancing atau social distancing yang sekarang dipilih sebagai kebijakan pemerintah.

Menurut Mahfud, rencana membuat PP soal karantina wilayah juga berdasarkan situasi di sejumlah daerah yang telah membuat kebijakan pembatasan gerakan orang dan barang.

Kebijakan tersebut, kata Mahfud, sering disamakan begitu saja dengan lockdown. Padahal, yang terjadi di wilayah berbeda dengan lockdown yang dilakukan negara lain.

Lalu apakah tepat istilah karantina wilayah yang akan diterapkan Indonesia? Apa bedanya dengan lockdown

Baca Juga: Anggota DPR Meninggal, Demokrat: Presiden Sebaiknya Lockdown Jakarta

1. Karantina wilayah baru bisa dilakukan jika ada kedaruratan kesehatan masyarakat

Pakar Hukum:  Lockdown di Indonesia Pembatasan Sosial Berskala BesarANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

Menanggapi hal tersebut, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menjelaskan, pemerintah tidak perlu menyiapkan UU baru terkait karantina wilayah. Karena UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan telah mengatur jenis-jenis kekarantinaan kesehatan.

Bivitri menilai, UU Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan atau faktor risiko kesehatan masyarakat, yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.

Kedaruratan kesehatan masyarakat menurutnya, adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara.

“Kalau sudah ada ‘kedaruratan kesehatan masyarakat’, maka pemerintah bisa menyelenggarakan karantina di pintu masuk pelabuhan, bandara, karantina wilayah (rumah, rumah sakit, wilayah tertentu), dan pembatasan sosial berskala besar,” ucap Bivitri dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (28/3).

2. Istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar yang tepat diterapkan Indonesia

Pakar Hukum:  Lockdown di Indonesia Pembatasan Sosial Berskala BesarIlustrasi. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

Terkait istilah karantina wilayah yang dianggap sebagai lockdown, manurut Bivitri, kurang tepat. Baginya, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan karantina wilayah di Indonesia.

“Karena kalau karantina wilayah hanya berkaitan dengan keluar-masuk orang dan barang,” ujar dia.

Menurutnya, PSBB paling sedikit meliputi: peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

Lalu, mengapa PSBB lebih tepat diterapkan di Indonesia? Apa bedanya dengan lockdown?

Bivitri menegaskan, “kalau kita sekarang ini sudah ada kelonggaran waktu lapor pajak, kelonggaran bayar tagihan, dll. Itu sebenarnya bagian dari kebijakan yang dibutuhkan agar masyarakat tetap bisa survive dengan kondisi yang tidak menentu itu. Tapi lockdown itu kebijakan yang sebenarnya jauh lebih besar spektrumnya dari yang sudah saya sebut.”

Karena pemerintah tidak bisa langsung memerintahkan semua perusahaan untuk meminta warganya kerja di rumah, ia menilai, perusahaan juga pasti tidak mau rugi untuk tetap membayar gaji karyawannya padahal mereka produktivitasnya tidak bisa dikontrol dan bahkan ada kerjaan yang harusnya tidak di rumah, tapi jadi dirumahkan karena diwajibkan pemerintah.

“Kalau pemerintah tidak kasih insentif, yang akan terjadi adalah karyawan-karyawan yang kerja di rumah itu tidak akan digaji. Ini baru ‘pekerja kerah putih’ alias kantoran,” kata dia.

Belum lagi ‘pekerja kerah biru’ seperti buruh di pabrik atau satpam kantor, yang jenis pekerjaannya memang harus ada di tempat. Perusahaan yang ‘rasional’, pasti harus memikirkan supaya cost mereka tidak ketinggian dengan tetap membayar pekerjanya.

Lockdown juga akan menyebabkan beberapa bahan pokok yang tadinya kita impor, tidak bisa masuk. Juga, distribusi berbagai bahan pokok ke seluruh pelosok negeri,” ujarnya.

3. Perlu ada Peraturan Pemerintah

Pakar Hukum:  Lockdown di Indonesia Pembatasan Sosial Berskala BesarIlustrasi (IDN Times/Sukma Shakti)

Bivitri menilai, perlu ada Peraturan Pemerintah untuk mengatur lebih lanjut pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2018. Hal itu perlu dilakukan agar ada dasar hukum yang tepat ketika pemerintahan pusat atau daerah menggunakan sumber daya APBN, APBD, hingga fasilitas umum.

“Jadi tidak ada akibat-akibat seperti tindak pidana korupsi, pelanggaran HAM, dll. Pemerintah harus tunduk kepada hukum juga, tidak bisa main ngasih perintah,” ujarnya.

Nantinya, PP tersebut akan mengatur skala karantina wilayah atau lockdown.

“Apa lockdown itu harus dalam skala nasional? Tidak harus. PSBB itu bisa dalam skala mana saja. Itu salah satu yang perlu diatur dalam PP nantinya,” ucap dia.

Namun demikain, Bivitri memberi catatan kepada pemerintah jika memberlakukan PSBB. Menurutnya, PSBB ini tidak hanya berupa instruksi supaya orang diam di rumah saja.

“Karena banyak orang yang harus keluar untuk kerja untuk bisa makan, bayar cicilan, juga untuk ongkos ke dokter bila kena gejala COVID-19,” ujarnya.

4. Pemerintah tengah menyiapkan PP Karantina Wilayah

Pakar Hukum:  Lockdown di Indonesia Pembatasan Sosial Berskala BesarMenkopolhukam Mahfud MD (Dok. Humas Menko Polhukam)

Pemerintah saat ini tengah menyiapkan Peraturan Pemerintah terkait lockdown atau karantina wilayah untuk mencegah penyebaran virus corona di Indonesia.

Mahfud mengatakan, PP ini perlu dikeluarkan lantaran pemerintah tak bisa serta merta menutup satu atau dua wilayah tanpa aturan pasti. Hal ini juga sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

"Pemerintah ini sedang menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah, untuk melaksanakan apa yang disebut karantina kewilayahan," kata Mahfud saat melakukan video conference dengan wartawan, Jumat (27/3).


Pembaca bisa membantu kelengkapan perlindungan bagi para tenaga medis dengan donasi di program #KitaIDN : Bergandeng Tangan Melawan Corona di Kitabisa.com http://kitabisa.com/kitaidnlawancorona

https://www.youtube.com/embed/Bg4nZkBuZzQ

Baca Juga: Penyerang Persib Wander Luiz Umumkan Positif Virus Corona

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya