Pakar Otda: Panglima Perang Virus Corona Bukan Menteri Kesehatan

Komunikasi dan birokrasi pemerintah pusat dikritik

Jakarta, IDN Times - Pakar otonomi daerah Djohermansyah Djohan menilai retorika pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar telah lebih dulu dilakukan oleh pemerintah daerah dalam menangani COVID-19.

Beberapa daerah melakukan isolasi mandiri dalam cakupan RT, RW, dan kampung.  Menurut Djohan itu adalah sebuah bukti ketidakserasian komando dari pemerintah pusat dan daerah.

“Maka harus ada kepemimpinan pusat sampai daerah yang serasi, bersatu padu. Hand in hand menghadapi perang corona," ujarnya di dalam wawancaranya dengan Smart FM Jakarta, Sabtu (4/4).

"Kemimpinan itu diawali Presiden sebagai Panglima Besar, Panglima Tertinggi dalam perang melawan corona. Bukan Menteri Kesehatan,” tambahnya.

1. Penanganan virus corona jangan melalui jenjang birokrasi

Pakar Otda: Panglima Perang Virus Corona Bukan Menteri KesehatanPetugas penggali kubur menggunakan alat pelindung diri (ADP) bersama kerabat keluarga memakamkan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) COVID-19 di Medan, Sumatera Utara, Senin (30/3/2020). Provinisi Sumut mencatat total kasus terkait COVID-19 yang meninggal di Kota Medan berjumlah 4 orang yakni dua berstatus pasien positif dan dua lainnya berstatus PDP. ANTARA FOTO/Septianda Perdana

Oleh karena itu, Djohan mengimbau pemerintah untuk lebih jelas dan tegas dalam memberikan komando hingga ke level pemerintah daerah, seperti bupati, wali kota, hingga lurah.

“Jangan pakai birokrasi-birokrasi di saat berbahaya ini kalau kita tidak mau rakyat mati banyak. Panglima besarnya Presiden. Lalu panglima wilayah provinsi gubernur. Panglima kab/kota yaitu bupati dan wali kota. Itu kalau kita tidak bersatu padu, strategi perang tidak jitu, arahan kebijakan pusat tidak clear dan jelas, maka ini bida berguguran. Bukan hanya rakyat, panglima perangnya gugur,” ujar dia.

Baca Juga: Kerap Diragukan, Jubir Ungkap Beda Data COVID-19 di Pusat dan Daerah

2. Pemerintah daerah harus di-encourage oleh pemerintah pusat

Pakar Otda: Panglima Perang Virus Corona Bukan Menteri KesehatanIDN Times/Bagus F

Menurutnya, strategi perang yang tepat digunakan dalam situasi seperti ini adalah 'high profile', bukan low profile. Hal tersebut agar yang di daerah juga memiliki kepercayaan diri untuk mengatasi pandemi ini.

“Daerah itu menurut saya harus di-encourage oleh pusat dalam perang ini. Bukan di-discourage. Kasih semangat. Yang ada di lapangan kan kepala daerah. Pejabat pemerintah pusat kan duduk di balik meja. Mereka ini di mana-mana, termasuk pasukan tenaga medis,” kata Djohan.

3. Kebijakan daerah perlu diapresiasi dan bisa diadopsi

Pakar Otda: Panglima Perang Virus Corona Bukan Menteri KesehatanAnies Baswedan gunakan masker saat beri keterangan pers (Dok. Humas Pemprov DKI Jakarta)

Djohar menilai banyak ide bagus justru berasal dari daerah. "Ada daerah yang memberlakukan jam malam, itu ide bagus. Karena mereka masih melihat orang masih kumpul-kumpul di warung kopi. Masih ada pasar kaget malem-malem," terangnya.

Kemudian, menyetop bus antar provinsi untuk menahan mobilitas penduduk yang bandel. "Seperti mudik. Tegaskan, bahwa mudik, tidak boleh. Tegaskan. Jangan imbau-imbau. Bukan negara pengimbauan," kata dia.

Selanjutnya, meliburkan anak-anak sekolah sebelum ada kebijakan pusat. Serta menurut Djohar, pemerintah daerah sudah mengalihkan dana APBDnya untuk memerangi corona, termasuk dana pemilihan daerah. Semuanya sudah direalokasikan untuk penanganan corona di daerah.

"Di daerah itu sebetulnya justru harus kita apresiasi. Kasih semangat. Didorong oleh pusat," kata Djohan.

4. Pemerintah mengizinkan pemda melakukan PSBB

Pakar Otda: Panglima Perang Virus Corona Bukan Menteri Kesehatan(Dok. Biro Pers Kepresidenan)

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengizinkan pemerintah daerah untuk melakukan pembatasan sosial berskala besar guna mencegah penyebaran virus corona yang menyebabkan penyakit COVID-19. Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB yang diteken Jokowi pada Selasa (31/3).

“Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19,” demikian bunyi Pasal 1 PP tersebut.

Selanjutnya, Jokowi mengatakan, syarat-syarat detail mengenai PSBB akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).

"Tinggal nanti Menkes segera mengatur lebih rinci dalam Permen, apa kriteria daerah-daerah yang bisa diterapkan PSBB. Angka apa yang bisa diterapkan oleh daerah. Saya minta dalam waktu maksimal dua hari peraturan menteri itu bisa selesai," ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas soal mudik melalui sambungan konferensi video, Kamis (2/4).

Jokowi pun meminta seluruh level pemerintahan mulai dari pusat, daerah, hingga desa mematuhi aturan tersebut. Jokowi kembali mengingatkan agar pemerintah daerah hingga desa satu visi dengan pemerintah pusat untuk mengatasi wabah COVID-19.

"Saya mengingatkan bahwa kita telah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat dan PSBB sebagai rujukan bersama dan juga perlu saya tegaskan bahwa mulai dari presiden, menteri, gubernur, bupati, wali kota sampai kepala desa, lurah harus satu visi yang sama," kata dia.

Baca Juga: Ridwan Kamil Minta Pemerintah Pusat Koordinasikan Daerah soal COVID-19

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya