Pantaskah Ratna Sarumpaet Dijerat Pasal UU ITE?  

Yuk, ingat lagi kronologinya.

Jakarta, IDN Times – Siang itu sekitar pukul 12.15 WIB pada Sabtu (6/10) dua orang pria berbaju koko dan peci tiba di Polda Metro Jaya, Jakarta. Mereka tampak membawa bungkusan berisi makanan. Rupanya untuk sang ibu yang tengah mendekam di ruang tahanan. 

“Bawa makanan, kesukaannya Umi (Ratna Sarumpaet)” kata Mohammad Iqbal dan adiknya, Ibrahim sebelum melangkah ke ruang tahanan wanita Polda Metro Jaya. 

Pada hari itu adalah hari kedua Kepolisian Polda Metro Jaya menangkap terhadap aktivis Ratna Sarumpaet sejak Kamis malam, 4 Oktober 2018 di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Ratna ditangkap sebelum terbang ke Santiago, Chile.    

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, penangkapan terhadap Ratna dilakukan setelah kepolisian menetapkan dia sebagai tersangka dalam kasus penyebaran hoaks atau berita bohong. Kepolisian menjerat Ratna dengan pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana serta pasal 28 juncto pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). 

Lantas, apakah pasal UU ITE yang disangkakan kepada Ratna Sarumpaet sudah tepat? 

Direktur Eksekutif Institute Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju kepada IDN Times, Minggu (20/10), menilai terlepas dari persoalan politik yang melingkupi kasus ini, pasal yang disangkakan terhadap Ratna rentan dipersoalkan. Sebab, melihat posisi kasus yang dialami Ratna belum memenuhi unsur-unsur pasal yang disangkakan terutama unsur yang menimbulkan keonaran dalam masyarakat. 

“Tetapi, perbuatannya hanya menimbulkan keonaran di kalangan netizen, tidak menyebabkan matinya seseorang dan hilangnya harta benda seseorang. Sehingga, kasus ini masih jauh dari perbuatan yang dapat dipidana,” kata Anggara. 

Menurut Anggara, pasal-pasal pidana penyebaran berita bohong terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi. Pertama, berita bohong harus dengan sengaja atau memiliki niat (jahat) untuk menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat.  

Kedua, orang tersebut harus mengetahui bahwa berita tersebut adalah berita bohong atau setidak-tidaknya harus memiliki persangkaan bahwa berita tersebut berita bohong. 
Unsur pertama merupakan unsur paling krusial untuk dibuktikan yakni unsur “keonaran”. Keonaran yang dimaksudkan memiliki ukuran terjadi pergolakan dan kepanikan di masyarakat.  

Sementara dalam kurun waktu unggahan kebohongan Ratna tersebut beredar, tidak ada ‘keonaran’ atau ‘keributan’ apapun yang terjadi yang menimbulkan pergolakan di dalam masyarakat. 

“Ukuran keonaran yang ditetapkan pasal ini sangat tinggi, sehingga penegak hukum tidak dapat secara serampangan menetapkan seseorang sebagai tersangka apabila unsur ini tidak terpenuhi. Hukum pidana ini tidak hanya melihat tindakan bohongnya saja, tetapi melihat dampak dari bohongnya tersebut,” ucap Anggara. 

Unsur kedua, orang yang menyebarkan berita bohong dan berlebihan harus mengetahui bahwa berita tersebut memang benar berita bohong atau patut menduga bahwa berita tersebut adalah berita bohong.  

Dalam contoh kasus ini, sebagian besar masyarakat yang menyebar berita bohong ini tidak mengetahui kebenaran yang ada di balik berita tersebut. Hal ini yang harus digali secara hati-hati oleh aparat penegak hukum. Sebab, unsur ini berhubungan dengan niat jahat pelaku tindak pidana (mens rea), apakah benar niat jahat tersebut ada di dalam perbuatannya. Jika niat jahatnya tidak dapat diketemukan dalam dirinya, maka perbuatan tersebut tidak dapat disebut sebagai tindak pidana ini.  

“Bila hanya bohong masih jauh untuk dapat dipidana, kecuali berita bohong disertai keonaran dan disertai korban jiwa dan hilangnya nyawa seseorang. Saya juga tidak melihat apakah kasus RS dapat dikenai pasal lain.” 

Jika disimpulkan, pasal yang paling mungkin menjerat RS melalui sangkaan Pasal 14 KUHP, tetapi itupun harus dapat dibuktikan korelasi tindakannya itu dengan keonaran yang timbul di kalangan masyarakyat. Sedangkan, pasal-pasal dalam UU ITE tidak dapat diterapkan dalam kasus RS. 

Lalu mengapa polisi menjerat Ratna dengan UU ITE? 

“Susahnya soal kewenangan (polisi),” kata Anggara. 

Untuk lebih jelas, berikut IDN Times rangkum kronologi singkat kasus hoaks Ratna Sarumpaet. 

1. Kali pertama kabar drama babak-belur Ratna Sarumpaet “manggung” di media sosial

Pantaskah Ratna Sarumpaet Dijerat Pasal UU ITE?  IDN Times/Cije Khalifatullah

Penelusuran IDN Times dari berbagai sumber, drama kebohongan oleh Ratna Sarumpaet yang babak-belur karena dianiaya pertama kali beredar melalui Facebook. Akun yang mengunggah informasi tersebut adalah Swary Utami Dewi. Unggahan ini disertai sebuah tangkapan layar yang berisi dari aplikasi pesan WhatsApp pada 2 Oktober 2018 serta foto Ratna. Namun unggahan tersebut kini telah dihapus. 

Kabar tersebut kemudian menyebar lewat Twitter melalui akun sejumlah tokoh. Salah satunya adalah Rachel Maryam. 

2. Direspons oleh sejumlah politisi

Pantaskah Ratna Sarumpaet Dijerat Pasal UU ITE?  Twitter/ @Fadlizon

Penganiayaan yang diterima oleh Ratna Sarumpaet kemudian mendapat respons dari beberapa politisi. Salah satunya dari kader Partai Gerindra, Rachel Maryam melalui akun Twitternya di @cumarachel. Dalam cuitannya, ia membenarkan kabar penganiayaan yang diterima oleh Ratna Sarumpaet. 

"Berita tidak keluar karena permintaan bunda @Ratnaspaet pribadi, beliau ketakutan dan trauma. Mohon doa," tulis Rachel pada 2 Oktober 2018. 

Tak hanya Rachel, kabar penganiayaan tersebut juga dibenarkan oleh Juru Bicara Tim Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak. Dalam pernyataannya, Dahnil mengatakan Ratna dikeroyok oleh orang tak dikenal dan dimasukkan ke dalam mobil. Pengacara Ratna, Samuel Lengkey juga mengatakan hal senada. Lengkey mengatakan bahwa kabar penganiayaan itu benar tapi ia menolak memberitahukan informasi lengkapnya. 

"Iya benar, itu confirmed dia," ucapnya. 

Konfirmasi berikutnya juga datang dari Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon. Melalui cuitan di akunnya yakni @fadlizon, Fadli menegaskan Ratna Sarumpaet mengalami penganiayaan dan dikeroyok dua sampai tiga orang. "Jahat dan biadab sekali," kata dia melalui cuitannya.  

Fadli juga mengaku telah bertemu dengan Ratna dua kali setelah mengalami penganiayaan. Selain itu, berdasarkan pantauan reporter IDN Times di Whatsapp Group wartawan tersebar foto Prabowo yang sedang menemui Ratna Sarumpaet di sebuah tempat pada Rabu (3/10) siang. 

Baca Juga: Cerita di Balik Drama Hoaks: Sarumpaet Nangis Minta Ketemu Prabowo

3. BPN gelar jumpa pers menyayangkan pengniayaan yang terjadi kepada Ratna

Pantaskah Ratna Sarumpaet Dijerat Pasal UU ITE?  ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Selasa malam (2/10), Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Calon Presiden, Prabowo Subianto bersama jajaran Badan Pemenangan Nasional (BPN) turut memberikan pernyataan mengenai kabar dikeroyoknya Ratna Sarumpaet.  

Prabowo sempat mengatakan bahwa tindakan terhadap Ratna adalah tindakan represif dan melanggar hak asasi manusia. Prabowo bahkan ingin bertemu dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk membicarakan mengenai dugaan penganiayaan yang dialami Ratna Sarumpaet. 

4. Disanggah pihak kepolisian

Pantaskah Ratna Sarumpaet Dijerat Pasal UU ITE?  IDN Times/Irfan Fathurochman

Sebelum jumpa pers, kabar penganiayaan Ratna sempat menuai komentar termasuk jika Ratna melakukan rekayasa babak-belur wajahnya, kabar tersebut kemudian ditanggapi oleh pihak kepolisian. Kepolisian melakukan penyelidikan setelah mendapatkan tiga laporan mengenai dugaan hoaks itu. 

Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, Ratna diketahui tidak dirawat di 23 rumah sakit dan tidak melapor ke 28 Polsek di Bandung dalam kurun waktu 28 September sampai 2 Oktober 2018. Saat kejadian yang disebutkan pada 21 September, Ratna diketahui memang tak sedang di Bandung. Hasil penyelidikan menemukan bahwa Ratna datang ke Rumah Sakit Bina Estetika di Menteng, Jakarta Pusat, pada 21 September 2018 sekitar pukul 17.00. 

Direktur Tindak Pidana Umum Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta mengatakan Ratna telah melakukan pemesanan pada 20 September 2018 dan tinggal hingga 24 September. Polisi juga menemukan sejumlah bukti berupa transaksi dari rekening Ratna ke klinik tersebut. 

5. Ratna Sarumpaet mengaku berbohong

Pantaskah Ratna Sarumpaet Dijerat Pasal UU ITE?  ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Setelah kepolisian menggelar jumpa pers pada Rabu (3/10) untuk menjelaskan persoalan itu, beberapa jam kemudian Ratna Sarumpaet juga ikut menggelar jumpa pers. Dalam jumpa persnya Ratna mengakui bahwa ia melakukan rekayasa babak-belur. 

Menurut Ratna, awal dari kabar pemukulan itu sebetulnya hanya untuk berbohong kepada anaknya. Ratna yang pada 21 September 2018 mendatangi rumah sakit bedah untuk menjalani operasi sedot lemak di pipi, pulang dalam kondisi wajah yang lebam. 

Narasi pengeroyokan itu mulanya Ratna sampaikan hanya kepada anak-anaknya yang bertanya penyebab wajahnya lebam. Namun setelah lebamnya sembuh, Ratna kembali menceritakan pemukulan itu kepada Fadli Zon saat berkunjung beberapa hari lalu. Saat anaknya Iqbal datang ke rumah, cerita pemukulan itu juga yang ia sampaikan.  

"Hari Selasa, foto saya tersebar di media sosial, saya nggak sanggup baca itu," kata Ratna. Jadi Ratna menyatakan tak ada penganiayaan yang dialaminya. "Itu cerita khayalan, entah diberikan oleh setan mana kepada saya," kata dia. 

Setelah pengakuan ini, sejumlah pihak juga melaporkan Ratna ke polisi atas dugaan penyebaran hoaks. Di antaranya adalah Farhat Abbas dan Muannas Alaidid. 

Baca Juga: Polisi Periksa Kejiwaan Ratna Sarumpaet

6. Prabowo minta maaf dan meminta Ratna mundur dari BPN

Pantaskah Ratna Sarumpaet Dijerat Pasal UU ITE?  IDN Times/Irfan Fathurochman

Setelah pengakuan Ratna dalam jumpa pers kepada awak media, Prabowo Subianto bersama BPN kembali menggelar jumpa pers. Dalam kesempatan itu, mantan Komandan Jenderal (Danjen) Koppasus itu meminta maaf karena ikut menyebarkan berita bohong mengenai penganiayaan Ratna Sarumpaet. 

"Saya atas nama pribadi dan pimpinan tim kami, saya minta maaf kepada publik bahwa saya telah ikut meyuarakan sesuatu yang belum diyakini kebenarannya," kata Prabowo yang didampingi calon Wakil Presiden Sandiaga Uno di Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, Rabu (3/10) malam. 

Prabowo juga meminta Ratna Sarumpaet mengundurkan diri dari Badan Pemenangan Prabowo - Sandiaga Uno di Pilpres 2019. “Saya telah meminta Ibu Ratna Sarumpaet mengundurkan diri dari Badan Pemenangan. Beliau sudah lakukan itu. Sudah ada suratnya,” kata Prabowo. 

7. Ratna dicekal lalu ditangkap polisi

Pantaskah Ratna Sarumpaet Dijerat Pasal UU ITE?  ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Sehari setelah itu, tepatnya pada Kamis (4/10) malam, sekitar pukul 20.00 WIB, kepolisian melakukan penangkapan kepada Ratna Sarumpaet. Ia ditangkap di Bandara Internasional Soekarno Hatta saat akan bertolak ke Santiago, Chile. Ratna diketahui akan menghadiri acara Konferensi The 11th Women Playwrights International Conference 2018. 

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono mengatakan penangkapan tersebut terkait dengan statusnya sebagai tersangka dalam kasus penyebaran hoaks atau berita bohong. Adapun sebelum ditangkap, polisi telah mengirimkan surat pencegahan kepada pihak Imigrasi. 

Kepolisian menjerat Ratna dengan pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Selain itu, Ratna juga bakal dikenai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 28 juncto pasal 45. 

"Ancaman hukumanya maksimal 10 tahun penjara," kata Argo. 

Setelah ditangkap, Ratna kemudian digelandang ke Polda Metro Jaya. Ia kemudian menjalani serangkaian pemeriksaan dan kemudian penggeledahan di kediamanan di kawasan Kampung Melayu Kecil, Jakarta Selatan pada Jumat (5/10) dini hari.

8. Tokoh BPN dipanggil polisi untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi

Pantaskah Ratna Sarumpaet Dijerat Pasal UU ITE?  ANTARA FOTO/ Dyah Dwi A

Pasca-penahanan Ratna, beberapa saksi menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya. Saksi-saksi dari BPN diawali pemanggilan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)  Said Iqbal yang diperiksa pada Selasa (9/10), selama 8 jam dan dicecar 23 pertanyaan. Esok harinya, Rabu (10/10), Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais diperiksa selama 6 jam, dan dicecar 30 pertanyaan. 

Wakil Ketua BPN Nanik S. Deyang juga turut diperiksa 12 jam, dicecar 30 pertanyaan pada Senin (15/10). Terakhir, giliran Koordinator Juru Bicara BPN Dahnil Anzar Simanjuntak diperiksa 8 jam, dan dicecar 43 pertanyaan pada keesokannya, Selasa (16/10).

Hingga kini kasus hoaks Ratna Sarumpaet masih terus bergulir.   

Baca Juga: 8 Jam Diperiksa Kasus Ratna, Ketua Tim Pemenangan Prabowo Malah Curhat

Topik:

  • Dwifantya Aquina
  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya