Partai Gerindra Putuskan Jadi Koalisi atau Oposisi Saat di Rakernas

Apabila Gerindra jadi koalisi, maka oposisi tinggal PKS

Jakarta, IDN Times - Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria rupanya belum berani secara blak-blakan mengatakan posisi parpol tempatnya bernaung akan ke mana usai pertemuan antara Prabowo Subianto dengan Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada Jumat (11/10) kemarin di Istana Negara. Padahal, pertemuan yang diakhiri dengan swafoto bersama para jurnalis di Istana sudah menjadi sinyalemen kuat Partai Gerindra akan bergabung dalam pemerintahan usai Jokowi dilantik pada (20/10) mendatang. 

Riza malah masih memberi jawaban mengambang seolah belum ada kepastian sikap. 

"Kemarin, saat bertemu Jokowi, Prabowo sudah menyampaikan, kami siap membantu pemerintah jika diperlukan. Jika tidak, kami akan tetap membantu pemerintah dengan jadi partai penyeimbang," ujar Riza dalam diskusi bertajuk "Peta Politik Usai 'pesta' di Parlemen" di Jakarta pada Sabtu (12/10). 

Lalu, kapan Partai Gerindra segera menyampaikan kepada publik mengenai sikap politik mereka?

1. Gerindra akan segera ambil keputusan

Partai Gerindra Putuskan Jadi Koalisi atau Oposisi Saat di Rakernas(Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria) IDN Times/Irfan Fathurohman

Meski begitu, Riza menegaskan saat ini Gerindra belum memutuskan apakah akan bergabung dalam koalisi pemerintahan atau berada di luar karena akan diputuskan pada tanggal 16 Oktober mendatang saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas).

"Sikap resmi Partai Gerindra baru akan diputuskan dalam Rakernas di Hambalang, Bogor, pada 15-16 Oktober mendatang," tutur Riza. 

Baca Juga: Kisah di Balik Momen Jokowi Ajak Prabowo Swafoto bersama Wartawan

2. Partai Gerindra sebut suara dukungan di parlemen ke Jokowi masih rawan

Partai Gerindra Putuskan Jadi Koalisi atau Oposisi Saat di RakernasANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Wakil Ketua Komisi II DPR RI periode 2014-2019 ini menjelaskan, berdasarkan hasil perolehan suara pemilu legislatif 2019, lima partai politik pengusung pasangan Jokowi-Ma'ruf yang berada di parlemen memperoleh kursi DPR RI sekitar 60 persen.

"Ada yang beranggapan angka 60 persen itu masih rawan, sehingga perlu tambahan dukungan. Namun, jika semua partai berada di pemerintahan kurang baik juga, karena tidak adanya 'check and balances'," katanya.

3. Gerindra beri sinyal gabung ke pemerintah menjadi kabar buruk bagi oposisi

Partai Gerindra Putuskan Jadi Koalisi atau Oposisi Saat di RakernasANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/

Sebelumnya, sinyal Partai Gerindra gabung ke pemerintah semakin kuat setelah Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto berkunjung ke Istana Negara pada Jumat (11/10) kemarin. Juru bicara Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan ketum Partai Gerindra itu datang karena memenuhi undangan dari Presiden Joko "Jokowi" Widodo.

Setelah pertemuan tersebut, Prabowo menegaskan siap membantu pemerintahan Jokowi. 

"Kami akan beri gagasan, pertumbuhan (ekonomi) bisa tumbuh double digit," kata Prabowo. 

Jokowi pun membenarkan, pertemuan itu juga membahas kemungkinan Gerindra bergabung ke dalam koalisi pemerintah meski belum final.

"Tapi ini belum final. Kami sudah bicara banyak mengenai kemungkinan Partai Gerindra untuk masuk koalisi kita," ucap Jokowi.

Apabila ini yang terjadi, maka hanya tersisa satu partai yang berada di oposisi yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS). 

4. Apabila Gerindra resmi masuk ke pemerintahan, maka bisa ditinggal oleh para pendukungnya

Partai Gerindra Putuskan Jadi Koalisi atau Oposisi Saat di RakernasIDN Times/Debbie Sutrisno

Sementara, dalam pandangan Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno Gerindra selama ini telah menjadi simbol partai oposisi yang telah menjalankan fungsi kontrol terhadap jalannya pemerintahan. Ia menyesalkan jika nantinya Gerindra memutuskan gabung ke pemerintahan. Sebab, hal itu dikhawatirkan akan menyebabkan mekanisme kontrol dalam sistem demokrasi kurang berjalan. 

"Ini akan jadi kabar buruk bagi oposisi, karena hanya akan mungkin menyisakan PKS sebagai oposisi," kata Adi dilansir dari kantor berita Antara pada Sabtu (12/10).

Ia menegaskan dalam sebuah sistem demokrasi yang kuat dan sehat, meniscayakan partai oposisi yang kuat. Menurut dia, selama ini simbol partai oposisi ada pada Gerindra, bukan PKS, Demokrat atau PAN sehingga akan menjadi seperti lelucon apabila parpol yang dibentuk oleh Prabowo itu pada akhirnya gabung dalam pemerintahan.

"Tidak terbayangkan kalau Gerindra yang selama ini kritis, bahkan cukup ekstrem beda pendapat politiknya dengan Jokowi, tiba-tiba setiap hari harus muji-muji. Ada bentrokan psikologis yang tidak bisa dihindari," ujarnya.

Adi mengatakan kalau Gerindra mengambil sikap menjadi pendukung pemerintah, yang menjadi korban adalah masyarakat karena selama Pemilu 2019, mereka terbelah namun usai kompetisi politik, malah berbagi kursi di kabinet.

Sementara itu, Pengamat politik dari Universitas Telkom Dedi Kurnia menyebut Partai Gerindra akan ditinggalkan pendukungnya bila bergabung dalam koalisi Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

"Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto tidak sadari, 68 juta pemilih setidaknya berharap Prabowo menjadi presiden, atau sekurang-kurangnya sebanyak itu tidak menyukai Jokowi. Jika hari ini kemudian Prabowo menjual kepercayaan publik dengan kursi kabinet, Gerindra terancam ditinggal pemilih," kata Dedi.

Gimana menurut pendapat kalian, guys

Baca Juga: Jika Tak Masuk Kabinet Kerja Jokowi, Ini yang Akan Dilakukan Gerindra

Topik:

Berita Terkini Lainnya