Pertahankan RUU Ketahanan Keluarga, Ledia Hanifa Sindir RUU PKS

RUU Ketahanan Keluarga masih dalam tahap harmonisasi

Jakarta, IDN Times - Anggota Badan Legislasi DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ledia Hanifa mengatakan, Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga (RUU Ketahanan Keluarga) tak seintens RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dalam menyentuh ranah privat.

RUU Ketahanan Keluarga memang diusulkan Fraksi PKS, PAN, dan Gerindra. Sementara, PKS menjadi satu-satunya fraksi yang menolak RUU PKS.

“RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual dalam rumah tangga, urusan tempat tidur suami istri itu diatur ada di situ, dan itu intervensinya lebih dalam,” kata Ledia dalam rapat Baleg yang disiarkan secara virtual, Senin (16/11/2020).

Baca Juga: RUU Ketahanan Keluarga Masuk Baleg, 3 Fraksi Mempertanyakan Urgensinya

1. RUU Ketahanan Keluarga jadi payung hukum keluarga rentan

Pertahankan RUU Ketahanan Keluarga, Ledia Hanifa Sindir RUU PKSIlustrasi Keluarga (IDN Times/Mardya Shakti)

Ledia menjelaskan, RUU Ketahanan Keluarga akan memfasilitasi hukum kepada anggota keluarga yang rentan.

“Kami memandang bahwa ketika negara membuat kebijakan kebijakan implikasinya adalah pada keluarga, karenanya itu menjadi bagian yang pengaturannya di dalam rancangan rencana induk pembangunan ketahanan keluarga itu ada di sana,” ujar dia.

2. Golkar usul revisi UU Perkawinan dari pada membuat RUU Ketahanan Keluarga

Pertahankan RUU Ketahanan Keluarga, Ledia Hanifa Sindir RUU PKSAnggota Badan Legislatif DPR RI Fraksi Golkar Nurul Arifin (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Sementara, Anggota Baleg dari Fraksi Golkar Nurul Arifin menyebut RUU Ketahanan Keluarga belum urgen dibahas. Menurutnya, RUU ini terlalu jauh ikut campur di dalam keluarga.

“Pikir saya RUU ini tidak masuk akal menurut saya,” kata dia.

Karena itu, Nurul mengusulkan, untuk merevisi UU Perkawinan dari pada harus membuat undang-undang baru tentang Ketahanan Keluarga. Sebab, menurutnya RUU Ketahanan Keluarga akan tumpang-tindih dengan undang-undang lain.

“Sebetulnya undang-undang ini tidak perlu karena ada undang-undang lain yang sudah eksisting, dan kemudian sudah mewakili dari subtansi yang ada di RUU Ketahanan Keluarga ini, seperti UU Perkawinan di mana undang-undang ini juga mengatur tentang peran keluarga,” kata dia.

“Dari pada membuat undang-undang baru yang kelihatannya substansinya ini terlalu luas dan mengurusi segala macam hal,” sambung dia.

3. RUU Ketahanan Keluarga menuai kontroversi

Pertahankan RUU Ketahanan Keluarga, Ledia Hanifa Sindir RUU PKSIlustrasi Keluarga. IDN Times/Mardya Shakti

RUU Ketahanan Keluarga usulan DPR yang masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2020 ini, terus menuai kontroversial di masyarakat. RUU tersebut dinilai terlalu jauh mengatur ranah privasi, bahkan urusan ranjang.

RUU ini mengatur pembagian kerja antara suami dan istri yang hendak diatur oleh negara. Pengaturan tersebut tercantum dalam Pasal 25. Lalu, ada ketentuan larangan mendonorkan sperma dan sel telur, yang tertuang dalam Pasal 31 yang terdiri dua ayat.

RUU Ketahanan Keluarga juga mengatur pelaku sadisme dan masokisme atau bondage and discipline, sadism and masochism (BDSM). BDSM adalah aktivitas seksual yang merujuk pada perbudakan fisik, sadisme, dan masokisme yang dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak.

Berdasarkan Pasal 85 RUU Ketahanan Keluarga, sadisme dan masokisme didefinisikan sebagai penyimpangan seksual.

Terakhir yang tak kalah kontroversial, keluarga atau individu homoseksual dan lesbian wajib melapor. Aturan itu tertuang dalam Pasal 85-89 RUU Ketahanan Keluarga.

Pasal 85 mengatur tentang penanganan krisis keluarga, karena penyimpangan seksual. Penyimpangan seksual yang dimaksud dalam Pasal 85, salah satunya adalah homoseksualitas.

Baca Juga: Baleg DPR RI: RUU Ketahanan Keluarga Memenuhi Syarat Diajukan Jadi UU

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya