Polemik Quick Count, Persepi Buka-bukaan Metodologi Lembaga Survei

Pertanyaan publik terjawab?

Jakarta, IDN Times - Hasil hitung cepat atau quick count dari lembaga-lembaga survei akhir-akhir ini menuai polemik. Apalagi, mereka yang menunjukkan hasil quick count dengan kemenangan untuk pasangan calon nomor urut 01.

Alhasil, banyak tanda tanya di masyarakat tentang bagaimana sebenarnya metodologi survei yang dilakukan?

1. Persepi menjelaskan metodologi lembaga survei

Polemik Quick Count, Persepi Buka-bukaan Metodologi Lembaga SurveiIDN Times/Uni Lubis

Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) bersama delapan lembaga survei yang melakukan quick count, akhirnya menggelar konferensi pers mengenai "Expose Data Hasil Quick Count Pemilu 2019" di Kebon Sirih, Jakarta, Sabtu (20/4).

Ketua Persepi, Philips J Vermonte, menyampaikan metodologi yang digunakan dalam melaksanakan hitung cepat oleh delapan lembaganya.

“Metode kita mengambil 2.000, 3.000, atau 4.000 TPS. Lalu, ada numerator yang kita kirim ke TPS, kita memobilisasi lebih kurang 2.000 orang,” terang Philips.

Baca Juga: Disangka Rilis Quick Count Menangkan 01, Perludem Dilaporkan ke Polisi

2. Dalam survei ada peran numerator

Polemik Quick Count, Persepi Buka-bukaan Metodologi Lembaga SurveiIDN Times/Uni Lubis

Peran numerator di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) hanya melaporkan penghitungan form C1 Plano dari TPS. Philips menerangkan, numerator ditugaskan melakukan foto C1 Plano untuk kemudian dikirim ke server pusat.

“Kita ada sistem server, kemudian tinggal kita tabulasi sampel-sampel yang masuk,” papar Philips lebih lanjut.

3. Margin of error setiap lembaga survei berbeda

Polemik Quick Count, Persepi Buka-bukaan Metodologi Lembaga SurveiIDN Times/Uni Lubis

Philips menyebut hasil quick count setiap lembaga tidak akan sama, itu karena adanya margin of error paling tidak satu persen.

“Yang jelas, hasil penghitungan quick count biasanya tidak deviasi jauh dengan hasil penghitungan manual (rekapitulasi) KPU,” kata Philips.

4. Hasil quick count atau exit poll bukan final

Polemik Quick Count, Persepi Buka-bukaan Metodologi Lembaga SurveiIDN Times/Uni Lubis

Persepi menambahkan hasil quick count atau exit poll bukanlah hasil final. Bagaimanapun juga, referensinya tetap hasil dari Komisi Pemilihan Umum.

Asep Saifudin selaku Penanggung Jawab Lembaga Survei Indobarometer, bertutur hasil survei dan exit poll tidak akan berbanding lurus dengan penghitungan KPU.

“Tidak bisa dibandingkan apple to apple sebab jenis datanya beda. Survei maupun exit poll berupa opini, minta pandangan dari responden, quick count dan real count itu data pasti, data dari perhitungan masing-masing TPS. Kalau survei bisa dilakukan dua tahun sebelum pemilu, sedangkan quick count dan exit poll itu dilakukan pas pemilunya selesai,” imbuh Asep.

 

5. Lembaga survei dilaporkan polisi

Polemik Quick Count, Persepi Buka-bukaan Metodologi Lembaga SurveiIDN Times/Gideon Aritonang

Ekspos metodologi oleh Persepi ini mengkonter laporan delik aduan oleh Koalisi Aktivis Masyarakat Anti Hoaks dan Korupsi (KAMAHK).

KAMAHK, melalui Kuasa Hukumnya Pitra Romadoni, mengajukan laporan delik aduan di mana enam lembaga survei diduga melakukan kebohongan publik dan melanggar Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Pitra menjelaskan kebenaran hasil hitung cepat lembaga survei itu tidak dapat dipertanggungjawabkan secara real count seperti penghitungan dari pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

Menurutnya, lembaga-lembaga survei itu hanya memperoleh sampel dari 2.000 TPS, sehingga hal itu tidak mewakili pemungutan suara secara keseluruhan. Pitra pun mempertanyakan di mana saja lokasi lembaga survei ini mengambil sampel TPS.

6. BPN sebut metodologi lembaga survei ketinggalan zaman

Polemik Quick Count, Persepi Buka-bukaan Metodologi Lembaga SurveiIDN Times/Irfan fathurohman

Sementara itu, Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Fadli Zon, mengatakan hasil survei yang dikeluarkan oleh sejumlah lembaga terkait elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden perlu dibuka, terutama menyangkut metodologi yang digunakan.

Hal ini ia sampaikan menyikapi hasil survei lembaga Charta Politika yang menyatakan bahwa elektabilitas pasangan capres dan cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin berada di angka 53,6 persen, sementara capres dan cawapres Prabowo-Sandiaga mendapatkan 35,4 persen.

Menurut dia, metodologi yang digunakan sejumlah lembaga survei saat ini sudah kuno alias ketinggalan zaman.

"Metodologi ini sudah kuno, dengan begitu melimpah ruahnya informasi yang luar biasa, tidak ada lagi dominasi informasi," kata Fadli dalam keterangan tertulisnya, Selasa (27/3).

Baca Juga: KPU Resmikan Pusat Informasi untuk Pantau Hasil Penghitungan Suara

Topik:

  • Elfida

Berita Terkini Lainnya