Polri Klaim Gas Air Mata Kedaluwarsa di Kanjuruhan Tidak Efektif
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengakui temuan Komnas HAM soal dugaan adanya gas air mata yang ditembakkan polisi saat tragedi berdarah di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur sudah kedaluwarsa sejak 2021.
Namun, menurut Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prastyo, gas air mata kedaluwarsa justru tidak efektif lagi.
“Ketika dia expired justru kadar kimianya berkurang. Sama dengan efektivitas gas air mata ini, ketika ditembakkan dia tidak bisa lebih efektif lagi,” kata Dedi di Mabes Polri, Senin (10/10/2022).
1. Kemampuan gas air mata kedaluwarsa akan menurun
Dedi menjelaskan, jika gas air mata tidak kedaluwarsa, akan lebih efektif ketika ditembakkan dan melepaskan partikel ‘Chlorobenzalmalononitrile’ seperti serbuk bedak.
“Ketika terjadi ledakan di atas maka akan timbul partikel-partikel yang lebih kecil lagi yang dihirup kemudian kena mata mengakibatkan perih. Jadi kalau sudah expired justru kadarnya dia berkurang zat kimia, kemudian kemampuannya juga akan menurun,” kata Dedi.
Baca Juga: Waduh! Polri Akui Gas Air Mata di Kanjuruhan Kedaluwarsa Sejak 2021
2. Polri bantah kematian 131 orang di Kanjuruhan karena gas air mata
Editor’s picks
Namun demikian, Dedi membantah kematian 131 orang di Stadion Kanjuruhan disebabkan karena gas air mata.
“Dari dokter spesialis penyakit dalam, penyalit paru, penyakit THT, dan juga spesialis penyakit mata, tidak satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen,” kata Dedi.
3. Polri klaim gas air mata tidak mematikan
Dedi menjelaskan, dalam pengamanan Kanjuruhan polisi menggunakan tiga jenis gas air mata. Ia pun memperlihatkan tiga gas air mata tersebut kepada jurnalis.
Tiga gas air mata yang digunakan berwarna hijau untuk memunculkan suara ledakan dan menimbulkan asap putih, biru digunakan untuk pengamanan massa dengan skala sedang, sedangkan merah untuk massa dengan skala besar.
“Saya juga mengutip dari pendapat dari guru besar dari Universitas Udayana beliau ahli di bidang toksikologi atau racun. Beliau menyebutkan bahwa, termasuk dari dokter Mas Ayu Elita Hafizah, bahwa gas air mata atau CS ini dalam skala tinggi pun tidak mematikan," kata Dedi.
Adapun gas air mata dengan slongsong merah yang ditembakkan berjumlah 11. Sedangkan slongsong hijau dan biru masih dalam penyidikan.
“Yang merah ini iritasinya kepada mata dan pernafasan. Tadi saya coba kan juga, tadi kita praktikkan juga bagaimana rasanya ini. Memang perih ke mata,” ujar dia.
Baca Juga: Polri Bantah Kematian 131 Orang di Kanjuruhan karena Gas Air Mata