RUU Ketahanan Keluarga Masuk Baleg, 3 Fraksi Mempertanyakan Urgensinya

Fraksi mana saja?

Jakarta, IDN Times - Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga (RUU Ketahanan Keluarga) yang sempat menuai kontroversi karena menyentuh ruang pribadi keluarga, kini sudah dalam tahap harmonisasi di Badan Legislasi DPR RI.

RUU yang diusulkan Ledia Hanifa dan Netty Prasetyani dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) serta Ali Taher dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) masih dipertanyakan oleh beberapa fraksi di Baleg DPR.

Misalnya, Anggota Baleg Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Nur Nadlifah yang mempertanyakan urgensi dari RUU Ketahanan Keluarga. Menurutnya, RUU ini terlalu jauh menyentuh ruang pribadi sebuah keluarga.

“Menurut hemat saya terlalu detail masuk ke urusan rumah tangga terlalu dalam. Karena kita memiliki cara masing-masing dalam pengelolaan (keluarga) sendiri, tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya, ngurus anak juga begitu,” kata Nur dalam Rapat Baleg DPR RI, Senin, 21 September 2020.

Baca Juga: RUU Ketahanan Keluarga Dinilai Hanya Bercorak Pada Satu Agama

1. Akan banyak korban karena melanggar RUU Ketahanan Keluarga

RUU Ketahanan Keluarga Masuk Baleg, 3 Fraksi Mempertanyakan UrgensinyaIlustrasi keluarga. IDN Times/Mardya Shakti

Nur menjelaskan, sebagai perempuan pasti memiliki cara masing-masing dalam mengurus anak dan suami. Dengan hadirnya RUU Ketahanan Keluarga, menurut dia, akan banyak memakan korban akibat melanggar undang-undang ini.

“Misalnya kita perempuan, menghadapi suami A tentu berbeda dengan suami B, cara penanganannya. RUU ini terlalu detail dan terlalu dalam, sehingga kita orang nanti jalan kayak robot,” ujar dia.

Nur juga mempertanyakan Pasal 27 dalam RUU Ketahanan Keluarga tentang cuti hamil. Menurutnya tak perlu lagi membahas pasal tersebut karena sudah ada di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.

“Bahkan dirancang juga suami cuti ketika istri melahirkan. Menurut saya ini over lap dengan undang-undang yang sudah ada,” ujar dia.

2. Golkar juga mempertanyakan urgensi RUU Ketahanan Keluarga dan berlebihan

RUU Ketahanan Keluarga Masuk Baleg, 3 Fraksi Mempertanyakan UrgensinyaInstagram.com/na_nurularifin

Senada dengan Nur, Anggota Baleg dari Fraksi Golkar Nurul Arifin juga mempertanyakan urgensi RUU Ketahanan Keluarga. Dia mempertanyakan seberapa jauh peran negara yang diatur dalam RUU tersebut untuk mengurusi keluarga.

“Kalau kita lihat pasal per pasal, ada ketidak konsistenan dalam undang-undang ini. Katanya negara disuruh untuk membuat keluarga sebagai unit terkecil di dalam negara itu menjadi kuat, dia harus memenuhi kebutuhan pangan, sandang, gizi, tempat pendidikan, kesehatan, dan rasa aman. Ini sangat sempurna sekali, perfect," ujar Nurul.

"Tapi pertanyaannya, apa ya bisa semua orang ini sesempurna ini? Apa ya semua orang itu bisa memiliki dan mencukupi kebutuhan sandang, pangan, papan? Kan beda-beda," sambung dia.

Nurul menilai RUU Ketahanan Keluarga ini berlebihan. Ia pun mempertanyakan mengapa persoalan keluarga harus diatur dalam sebuah undang-undang.

“Banyak hal yang sesungguhnya secara pribadi dan mewakili banyak orang, bahwa ini too much. Saya tidak tahu apa sih yang sebetulnya menjadi kegelisahan sehingga ini harus ada di dalam satu UU? Kalau memang ada langgaran pidana, ada UU KUHP. Kalau memang ada penelantaran terhadap anak, ya ada juga UU-nya," ujar Nurul.

3. Gerindra juga mempermasalahkan RUU Ketahanan Keluarga

RUU Ketahanan Keluarga Masuk Baleg, 3 Fraksi Mempertanyakan UrgensinyaIlustrasi Keluarga (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara itu, anggota Baleg DPR dari Fraksi Gerindra Hendrik Lewerissa menilai RUU Ketahanan Keluarga meminta pemerintah masuk terlalu jauh dalam ranah privat warganya. Menurut dia, tanggung jawab negara adalah pada aspek publik.

"Terus terang saya melihat RUU ini meng-introduce suatu norma hukum kalau jadi UU, yang melibatkan campur tangan pemerintah sebagai representasi negara cukup jauh masuk dalam urusan privat keluarga. Suka atau tidak suka, persepsi orang akan mengarah ke situ. Ini terlalu banyak intervensi negara masuk mengatur soal keluarga. Padahal negara punya tanggung jawab pada aspek publik kehidupan berbangsa masyarakat dan negara, bukan aspek privat," kata Hendrik.

Hendrik juga mempertanyakan kemampuan pemerintah jika masih harus diwajibkan dalam undang-undang tersebut untuk mengatur keluarga. Dia menilai hal itu sulit terjadi.

"Apakah seperti itu yang pengusul kehendaki untuk terjadi? Karena mengurus urusan publik yang merupakan kewenangan pemerintah dan negara saja, pemerintah kewalahan. Apalagi kalau pemerintah harus masuk lebih jauh lagi mencampuri urusan privat keluarga," kata dia.

"Saya lihat ada aspek yang ideal kalau itu terjadi, tapi dalam imagined society, apa itu bisa terjadi? Meski saya juga dari fraksi pengusul, tapi sebagai anggota Baleg saya punya kewenangan konstitusional untuk mempertanyakan ini," ujar dia.

Baca Juga: RUU Ketahanan Keluarga Potensial Langgengkan Ketidakadilan Gender

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya