Soroti Sila Pertama, PKS Tolak Pancasila Jadi Trisila dan Ekasila

Pasal 7 dalam RUU HIP jadi perhatian serius PKS

Jakarta, IDN Times - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR menolak Pancasila diringkas menjadi Trisila dan Ekasila. Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan, ketentuan tersebut ada dalam draf Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), yang menurutnya harus dihapus, karena mereduksi makna Pancasila yang utuh dengan lima silanya.

Jazuli menegaskan, Pancasila yang disepekati bangsa Indonesia adalah yang terdiri dari lima sila dan termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.

“Penekanan kembali pada Trisila dan Ekasila bisa mengacaukan konstruksi pemahaman Pancasila dan membuka kembali debat ideologis lama yang kontraproduktif,” ujar Jazuli lewat keterangan tertulisnya, Selasa (16/6).

1. Sila pertama dalam RUU HIP jadi perhatian serius PKS

Soroti Sila Pertama, PKS Tolak Pancasila Jadi Trisila dan EkasilaIDN Times/Irfan Fathurochman

Jazuli menilai, ada persoalan serius dalam konstruksi RUU HIP dalam menempatkan sila-sila Pancasila. Sila pertama yang seharusnya menjadi sila utama dan menerangi sila-sila lainnya, sangat minimalis penjabarannya dan terkesan hanya pelengkap.

Penulisan frasa "Ketuhanan yang berkebudayaan, pensejajaran agama, ruhani dan budaya", menurutnya semakin mengesankan reduksi makna sila pertama Pancasila.

Karena itu, Fraksi PKS mendesak agar sila pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa" harus dimaknai secara tepat dan ditempatkan sebagai sila utama yang melandasi, menjiwai, dan menyinari sila-sila lainnya dalam Pancasila. Hal itu harus tercermin secara maksimal dalam materi muatan draf RUU HIP, bersama penjabaran sila-sila lainnya.

"Sikap tegas Fraksi PKS sejalan dengan kritisi ormas-ormas besar dan publik secara luas. Kami akan perjuangkan dan berharap DPR mau mendengar, karena ini soal dasar negara yang sangat fundamental bagi bangsa dan negara Indonesia," kata Jazuli.

Baca Juga: MPR: RUU HIP Tidak Beri Ruang Bagi Komunisme dan PKI di Indonesia

2. PKS mendesak agar pembahasan RUU HIP dihentikan

Soroti Sila Pertama, PKS Tolak Pancasila Jadi Trisila dan EkasilaRapat Paripurna DPR RI (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Fraksi PKS, kata Jazuli, menyatakan dengan tegas RUU HIP harus memasukkan usul perbaikan fundamental, yang hari ini menjadi catatan kritis ormas-ormas dan publik secara luas.

“Jika tidak, menurut saya sebaiknya RUU ditarik atau dibatalkan pembahasannya,” ujar Anggota Komisi I DPR ini.

Jazuli menegaskan, fraksinya akan memperjuangkan aspirasi ormas dan masyarakat luas yang keberatan pembahasan RUU HIP tetap dilanjutkan. Sejumlah ormas besar seperti Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), organisasi otonom Nahdlatul Ulama (NU) serta berbagai kalangan mendesak agar pembahasan RUU HIP dihentikan, karena berbagai catatan subtantif dan rawan membuka polemik ideologis yang kontraproduktif.

"Fraksi PKS satu-satunya Fraksi yang sejak awal tegas bersikap soal RUU ini. Kami mempelajari dengan cermat naskah akademik maupun pasal-pasal RUU dan menyimpulkan bahwa RUU bermasalah secara filosofis, yuridis dan sosiologis. Konstruksinya mengarah pada reduksi makna sila-sila Pancasila yang utuh yang disepakati dan termaktub dalam Pembukaan UUD 1945," kata dia.

3. Pasal kontroversial di dalam RUU HIP

Soroti Sila Pertama, PKS Tolak Pancasila Jadi Trisila dan EkasilaIlustrasi (IDN Times/Sukma Shakti)

Dalam draf RUU HIP, Pasal 7 menyebutkan mengenai ciri pokok Pancasila. Dalam Pasal 7 ayat (1) Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.

Ayat (2) Ciri Pokok Pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan. Ayat (3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.

4. Beberapa fraksi ramai-ramai menolak pembahasan RUU HIP

Soroti Sila Pertama, PKS Tolak Pancasila Jadi Trisila dan EkasilaIlustrasi (IDN Times/Irfan Fathurohman)

RUU HIP sebelumnya ramai-ramai ditolak beberapa fraksi di DPR lantaran tidak adanya TAP MPRS No XXV/MPRS/1966 soal pelarangan komunisme di Indonesia.

Di antaranya Fraksi PAN, yang mengkritisi RUU HIP ini tidak mencantumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme sebagai rujukan atau konsideran.

“PAN menilai bahwa TAP MPRS itu masih sangat diperlukan dalam rangka mengawal kemurnian ideologi Pancasila. Termasuk untuk menghalau ideologi-ideologi lain yang bisa saja masuk di tengah-tengah masyarakat,” kata Wakil Ketua Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay saat dihubungi pada (18/5) lalu.

Sebab, menurut Saleh, tanpa TAP MPRS maka tak dipungkiri RUU HIP ini akan dibayang-bayangi dengan kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) lewat ideologi yang terselundup di RUU HIP.

Merujuk pada draf RUU HIP, ada delapan rujukan atau konsideran namun TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 ini tidak termasuk di dalamnya. Oleh karena itu, PAN bertekad menarik diri dari pembahasan.

“Sikap PAN jelas terkait masalah ini. Jika TAP MPRS itu diabaikan, Fraksi PAN akan menarik diri dari pembahasan. PAN tidak mau bermain-main dengan isu-isu sensitif yang bisa mencederai umat dan masyarakat. PAN tegak lurus dalam membela dan menjunjung tinggi ideologi Pancasila. Karena itu, ideologi-ideologi lain harus ditolak secara tegas,” ujar Anggota Komisi IX itu.

Senada dengan Saleh, Ketua Fraksi Partai NasDem Ahmad Ali juga menyatakan belum bisa mendukung berlanjutnya RUU HIP ke fase pembahasan berikutnya, sepanjang belum dicantumkannya TAP MPRS No XXV Tahun 1966 sebagai salah satu konsideran di dalam RUU dimaksud.

“Dalam pandangan NasDem, konsideran ini tetap harus dicantumkan dalam RUU HIP sebagai salah satu bentuk akomodasi kepentingan dan kedewasaan politik DPR,” ujar Ali lewat keterangan tertulisnya pada (18/5) lalu. 

Fraksi PKS juga sebelumnya menyatakan menolak tidak dimasukkannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme ke dalam RUU Halauan Ideologi Pancasila. Sikap ini disampaikan Fraksi PKS saat pengesahan RUU HIP menjadi inisiatif DPR pada Rapat Paripurna DPR RI pada (12/5) lalu. 

Menurut Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini TAP MPRS XXV/MPRS/1966 yang masih berlaku hingga saat ini menyiratkan bahaya laten PKI dan ideologi komunis yang jelas-jelas menjadi ancaman bagi Pancasila. Menurutnya, jika bicara haluan ideologi Pancasila harus dibunyikan dengan tegas soal larangan PKI dan ideologi komunisnya di Indonesia.

"Jangan abaikan bahaya laten komunisme. TAP MPRS XXV/1966 secara resmi masih berlaku karena bahayanya mengancam Bangsa Indonesia sampai dengan saat ini. TAP MPRS tersebut dalam hierarki perundang-undangan berada di atas UU dan di bawah UUD, jadi sudah semestinya menjadi rujukan," kata dia.

Apalagi TAP MPRS XXV/1966 itu berkaitan erat dengan sejarah Pancasila sehingga setiap 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. PKI pernah ingin mengganti ideologi Pancasila tapi gagal. Menjadi aneh, menurut Fraksi PKS, jika TAP MPRS yang penting itu tidak dijadikan konsideran.

“Bicara ideologi Pancasila harus berani secara tegas menolak anasir-anasir yang mengancam keberadaannya," ujar Jazuli.

Oleh karena itu, Fraksi PKS meminta secara tegas agar TAP MPRS XXV/1966 dimasukkan sebagai konsideran RUU HIP. Dalam pembahasan RUU, Fraksi PKS akan terus berkomunikasi lintas fraksi agar memiliki kesamaan pandang tentang pentingnya TAP MPRS tersebut.

"Kami dengar sejumlah fraksi berkomitmen untuk mengusulkan hal yang sama," kata Jazuli. 

Baca Juga: PKS: RUU HIP Bermasalah Secara Filosofis, Yuridis, dan Sosiologis

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya