Vonis Ringan Anak Buah Ferdy Sambo di Pusaran Kasus Brigadir J 

Mereka diusulkan membuat Paguyuban Korban Manipulasi Sambo

Jakarta, IDN Times - Kecuali Hendra Kurniawan, lima terdakwa obstruction of justice atau perintangan kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J divonis ringan.

Mereka adalah Agus Nurpatria divonis dua tahun dan denda Rp20 juta. Vonis Wakaden B Ropaminal Divpropam Polri itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yakni tiga tahun dan denda Rp20 juta.

Sementra itu, terdakwa Baiquni Wibowo dan Chuck Putranto divonis satu tahun penjara dan dend Rp10 juta. Padahal, keduanya dituntut dua tahun penjara dan denda Rp10 juta.

Sedangkan Arif Rachman dan Irfan Widyanto menjadi terdakwa dengan vonis terendah yakni 10 bulan penjara dan denda Rp10 juta. Vonis ini berbeda dari tuntutan jaksa yakni satu tahun penjara dan Rp10 juta.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, seharusnya semua anak buah Ferdy Sambo itu bebas kecuali Hendra. Sebab, mereka hanyalah korban atas perintah pimpinannya.

“Kecuali Hendra, seharusnya mereka dibebaskan atau dilepaskan karena mereka korban prank pimpinan FS,” kata Fickar kepada IDN Times, Senin (27/2/2023).

Baca Juga: Divonis 3 Tahun Penjara, Anak Hendra Kurniawan Nangis di Ruang Sidang

1. Agus, Arif, Baiquni, Chuck dan Irfan hanya menjalankan tugas

Vonis Ringan Anak Buah Ferdy Sambo di Pusaran Kasus Brigadir J Vonis Ringan Anak Buah Ferdy Sambo (IDN Times/Aditya Pratama)

Fickar menjelaskan, Agus, Arif, Baiquni, Chuck dan Irfan hanyalah menjalankan perintah atasan untuk melakukan pengamanan tempat kejadian perkara (TKP). Kelimanya diperintah untuk mengamankan DVR CCTV Kompleks Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Walaupun, dalam persidangan terungkap bahwa Ferdy Sambo memerintahkan kepada mereka untuk menghapus dan memusnahkan rekaman. Rekaman itu memperlihatkan Brigadir J masih hidup saat Sambo tiba di Duren Tiga.

“Mereka menjalankan tugas sebagaimana tupoksi mereka sehari hari. Lain halnya dengan Hendra karena pimpinan yang bertanggung jawab, yang harus lebih berhati-hati menerima laporan. Selain Hendra, mereka semua korban,” kata Fickar.

2. Peluang kembali ke Polri terbuka untuk anak buah Ferdy Sambo meski bawa preseden buruk

Vonis Ringan Anak Buah Ferdy Sambo di Pusaran Kasus Brigadir J Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto (ANTARA/HO-Bambang Rukminto)

Sementara itu, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menyebut, pintu kembalinya para terdakwa OoJ ke Polri terbuka lebar. Ia mengacu dengan hasil sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang menyatakan Richard Eliezer alias Bharada E masih bisa dipertahankan di Polri.

“Kalau menggunakan yurisprudensi vonis Eliezer, mereka punya potensi bisa kembali aktif sebagai anggota Polri,” kata Bambang kepada IDN Times.

Namun demikian, kembalinya para tersangka ke Korps Bhayangkara juga membawa preseden buruk, karena Polri memilih keputusan populer berupa demosi daripada memutuskan sanksi berat, seperti pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

“Problemnya keputusan sidang KKEP pada Eliezer sebenarnya masih perlu dipertanyakan landasan hukumnya,” kata Bambang.

Selama ini Polri, kata Bambang, pakai dasar Perkap Nomor 14 Tahun 2011 yang menyebut ancaman hukuman lebih dari empat tahun dan vonis pidana maksimal tiga tahun bisa kembali menjadi anggota Polri. Padahal Perkap tersebut sudah tidak berlaku sejak diterbitkannya Perpol Nomor 7 Tahun 2022.

“Vonis pidana yang bisa dipertimbangkan untuk kembali menjadi anggota polisi itu adalah vonis pidana karena ketidaksengajaan, contohnya polisi saat mengendarai kendaraan dalam dinas kecelakaan menabrak seseorang sehingga meninggal,” kata dia.

3. Polri dinilai permisif terhadap para pelaku tindak pidana

Vonis Ringan Anak Buah Ferdy Sambo di Pusaran Kasus Brigadir J Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo ditemui di kawasan Stadion GBK, Jakarta, Minggu (26/11/2022). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Bambang menjelaskan, dalam Perpol 7 Tahun 2022 pun tak ada pasal yang mengatur seorang yang dipidana bisa kembali aktif sebagai anggota Polri.

Bahkan, Pasal 111 yang menyebut secara eksplisit bagi personel yang mendapat ancaman vonis pidana lebih dari lima tahun bisa mengajukan pensiun dini, dengan syarat sudah memiliki masa dinas lebih dari 20 tahun.

“Artinya, memang keputusan pada Eliezer sebenarnya memang tak ada dasar hukumnya,” kata Bambang.

Bahkan bila mengacu menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 Pasal 12 ayat 1 menyatakan, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila:

A. Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

“Maupun Pasal 13 ayat 1 ‘dapat diberhentikan tidak dengan hormat’ maka KKEP tetap mengacu pada pertimbangan hukum organisasi, tetap harus mengacu pada Pasal 11 A,” kata Bambang.

Pasal 11 menyebut, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberhentikan tidak dengan hormat apabila:

A. Melakukan tindak pidana

B. Melakukan pelanggaran

C. Meninggalkan tugas atau hal lain.

“Jadi kalau ada yang menyebut bahwa keputusan pada Eliezer itu karena adanya pertimbangan instansi atau diskresi pun, harus tetap mengacu pada peraturan. Bukan seenaknya membuat diskresi.

Diskresi dengan mengabaikan aturan hanya akan memunculkan kesewenang-wenangan dengan dasar like or dislike,” ujarnya.

Oleh karena itu, menurutnya, jika sidang KKEP hanya menjatuhkan vonis demosi bagi personel yang sudah divonis pidana, dampaknya akan muncul preseden bahwa institusi Polri permisif dan menjadi penampung para mantan narapidana.

“Makanya untuk menjaga marwah institusi Polri, Kapolri sesuai Perpol 7/2022 punya hak Peninjauan Kembali (PK) pada keputusan sidang etik yang salah,” kata Bambang.

Baca Juga: 5 Kasus Besar yang Pernah Ditangani Ferdy Sambo

4. Jika tetap dipecat Polri, para terdakwa OoJ disarankan meminta ganti rugi ke Ferdy Sambo

Vonis Ringan Anak Buah Ferdy Sambo di Pusaran Kasus Brigadir J Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir Yosua, Hendra Kurniawan (kiri), Agus Nurpatria (tengah) dan Arif Rachman Arifin (kanan) bersiap mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (12/1/2023). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Namun, jika anak buah Ferdy Sambo itu tetap dipecat dari Polri, mereka disarankan bersatu mengajukan gugatan ganti rugi kepada mantan atasan mereka yakni Ferdy Sambo.

Sebab para mantan perwira yang dipecat atau pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) dan terancam dipenjara, itu dinilai menjadi korban skenario Ferdy Sambo buat menutupi pembunuhan Yosua.

"Para personel yang dijatuhi sanksi etik serta personel yang dipidana dan di-PTDH itu sebaiknya berhimpun bikin semacam Paguyuban Korban Manipulasi Sambo. Lalu, semua orang di paguyuban itu mengajukan gugatan ganti rugi kepada Sambo," kata peneliti ASA Indonesia Institute Reza Indragiri Amriel kepada IDN Times.

Menurut Reza, gugatan ganti rugi patut dan layak diajukan oleh para mantan polisi itu, karena Sambo dalam persidangan sebelumnya sudah berjanji bakal bertanggung jawab atas perbuatannya.

Sebab, Sambo terbukti menyalahgunakan kewenangannya buat menghilangkan jejak atau menutupi pembunuhan Yosua dan memperdaya sejumlah polisi dari tingkat perwira hingga tamtama.

"Penggantian kerugian itu merupakan tuntutan yang berdasarkan pada kenyataan, bahwa mereka benar-benar dirugikan secara multidimensi oleh Sambo. Kalau Sambo konsekuen dengan omongannya, dia tentu akan sudi membayar ganti rugi kepada para yuniornya yang sudah menjadi tumbal itu," ujar Reza.

Reza mengatakan, para mantan perwira itu bisa saja mengajukan ganti rugi materil senilai dengan penghasilan mereka yang terputus karena dipecat dari Polri.

“Untuk AKBP, per bulannya diasumsikan gaji pokok plus tunjangan kinerja. Yaitu, Rp5.084.300 ditambah Rp5.183.000. Bagi AKBP berusia 45 tahun, dia punya sisa masa kerja 13 tahun sebelum pensiun. Jadi Rp10.267.300 x 12 bulan x 13 tahun = Rp1.601.698.800 per orang,” kata Reza.

Selain itu, para mantan perwira itu juga bisa mengajukan tuntutan rehabilitasi secara kejiwaan dan sosial. Sebab, menurut Reza, dampak dari keterlibatan mereka dalam kasus itu juga mencakup stigma terhadap keluarga dan pandangan masyarakat.

“Kalau mereka tak ajukan gugatan ganti rugi, malah terkesan mereka masih punya ewuh pakewuh, loyalitas, bahkan penghormatan terhadap Sambo. Sebaliknya, lewat gugatan, para korban Sambo membuktikan bahwa mereka benar-benar marah karena telah diperalat oleh mantan senior mereka,” kata Reza.

“Sanggupkah Sambo membayar gunti rugi yang jumlahnya pasti sangat fantastis itu? Supaya para penggugat dan masyarakat tidak berburuk sangka, dan agar Sambo tidak menutup-nutupi harta kekayaannya, silakan PPATK buka ke publik jumlah harta kekayaan Sambo,” imbuhnya.

5. Dissenting opinion vonis bebas untuk Irfan Widyanto dan Baiquni Wibowo

Vonis Ringan Anak Buah Ferdy Sambo di Pusaran Kasus Brigadir J Saksi yang juga merupakan terdakwa dalam kasus dugaan perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir Yosua, Chuck Putranto (kiri) dan Irfan Widyanto (kanan) mengikuti sidang lanjutan dengan terdakwa Arif Rachman Arifin di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (12/1/2023). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Perbedaan pendapat atau dissenting opinion terjadi dalam pembacaan vonis terdakwa Irfan Widyanto dalam kasus OoJ atau perintangan penyidikan kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Ketua Majelis Hakim Afrizal Hadi mengatakan, dissenting opinion itu datang dari salah satu anggota majelis hakim.

"Terdapat perbedaan pendapat atau dissenting opinion dari hakim anggota satu Ari Muladi," ujar Afrizal Hadi dalam sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat (24/2/2023) sore.

Afrizal  menyebut, Hakim Ari menilai, Irfan Widyanto tidak memenuhi unsur dengan maksud melakukan perintangan penyidikan. Ia pun meyakini Irfan Widyanto bisa dibebaskan.

"Di mana hakim berpendapat terdakwa harus dibebaskan karena tidak terbukti memenuhi unsur-unsur dakwaan atau dilepaskan, karena terbukti tapi bukan tindak pidana," ujar Afrizal.

Selain itu, Hakim Ari juga menilai bahwa Irfan tidak memenuhi unsur sengaja mengganti DVR CCTV untuk membuat terganggunya sistem elektronik.

"Hakim anggota satu berkesimpulan tidak ada niat jahat," ujar Afrizal.

Namun demikian, Ketua Majelis Hakim Afrizal tetap menjatuhkan vonis 10 bulan penjara dan denda Rp10 juta kepada Irfan Widyanto.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Irfan Widyanto, oleh karena itu pidana penjara selama sepuluh bulan dan denda sejumlah Rp10 juta dan apabila denda tersebut tidak dibayar oleh terdakwa akan diganti dengan kurungan selama tiga bulan,” ujar Hakim.

Senada, menurut hakim Ari Muladi, Baiquni Wibowo seharusnya dibebaskan dari perkara obstruction of justice. Pendapat itu didasari sejumlah alasan.

Di antaranya, Hakim Ari menilai, Baiquni tak memenuhi unsur dengan sengaja dan turut serta melakukan perintangan penyidikan kasus Brigadir J.

"Di mana hakim anggota 1 berpendapat bahwa terdakwa harus dibebaskan karena tidak terbukti memenuhi unsur-unsur dakwaan," ujar hakim Afrizal.

Kendati demikian, perbedaan pendapat hakim tersebut tidak memengaruhi putusan ketiga hakim untuk menjatuhkan hukuman terhadap Baiquni.

Selama sidang, hakim tidak menemukan hal yang dapat menghapus perbuatan pidana Baiquni, sehingga mantan anak buah Ferdy Sambo itu dinilai harus tetap bertanggung jawab.

"Oleh karena selama pemeriksaan di persidangan majelis tidak menemukan adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah atas perbuatannya," kata hakim.

Hakim menyatakan, perbuatan Baiquni menyalin dan menghapus dokumen digital video recorder (DVR) CCTV di sekitar TKP penembakan Yosua di lingkungan rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, merupakan perbuatan ilegal.

Tindakan itu disebut telah mengakibatkan rusaknya sistem elektronik berupa DVR CCTV terkait kasus kematian Brigadir J.

"Bahwa terdakwa Baiquni telah melakukan perbuatan berdasarkan atas perintah yang tidak sah menurut peraturan hukum perundang-undangan, padahal sebagai perwira menengah polisi harusnya sudah mengetahui pengetahuan tersebut," kata hakim.

Atas perbuatannya, Baiquni divonis pidana penjara 1 tahun. Dia juga dijatuhkan pidana denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan.

Adapun Baiquni Wibowo merupakan satu dari tujuh terdakwa perintangan penyidikan atau obstruction of justice perkara kematian Brigadir Yosua.

6. Peran para terdakwa dalam merintangi kasus Brigadir J

Vonis Ringan Anak Buah Ferdy Sambo di Pusaran Kasus Brigadir J Terdakwa obstruction of justice kasus dugaan pembunuhan berencana, Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria jelang sidang dimulai di PN Jaksel pada Kamis (10/11/2022). (IDN Times/Aryodamar)

Hendra Kurniawan berperan memerintahkan Agus Nurpatria untuk mengambil dan mengganti DVR CCTV di rumah dinas Ferdy Sambo yang berada di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Padahal, CCTV merupakan salah satu bukti penting dalam pengungkapan kasus tersebut.

Untuk terdakwa Agus Nurpatria perannya tak jauh berbeda. Perintah yang didapat dari Hendra Kurniawan, diteruskannya kepada Irfan Widyanto.

Sehingga, Irfan Widyanto mengambil dan mengganti DVR CCTV yang berisi rekaman detik-detik Brigadir J masih hidup.

Lalu, peran terdakwa Chuck Putranto juga memerintahkan Irfan Widyanto untuk menyerahkan DVR CCTV yang sudah diambil.

Perintah itu disampaikan ketika keduanya bertemu di depan rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 9 Juli.

Untuk peran dari terdakwa Baiquni Wibowo yakni menyalin rekaman CCTV yang menampilkan Brigadir J masih hidup saat Ferdy Sambo tiba di rumah dinasnya.

Ia juga menghapus salinan rekaman itu guna menghilangkan alat bukti dalam proses penyidikan tewasnya Brigadir J.

Selanjutnya, terdakwa Arif Rachman Arifin disebut berperan memusnahkan laptop berisi salinan rekaman CCTV yang menunjukan detik-detik Brigadir J sebelum dieksekusi.

Terakhir, peran dari terdakwa Irfan Widyanto yakni mengambil dan mengganti DVR CCTV dari Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Tindakan itu dilakukannya semata untuk menjalani perintah dari Agus Nurpatria.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya