Wacana BI Cetak Uang Rp600 Triliun, PPP: Bahaya, Potensi Hiperinflasi

PPP usul lebih baik beri stimulus UMKM

Jakarta, IDN Times - Usulan DPR agar Bank Indonesia mencetak uang Rp600 triliun pada masa pandemik virus corona atau COVID-19 menuai kritikan. Anggota Badan Anggaran Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syaifullah Tamliha mewanti-wantikan agar pemerintah tidak terburu-buru mencetak uang dalam jumlah besar, sebab bisa berbahaya bagi perekonomian nasional.

“Pencetakan uang yang berlebihan tanpa underlying berpotensi munculnya krisis ekonomi baru, hiperinflasi yang parah, seperti yang terjadi pada 1998 dan 1965,” ujar Syauful saat dihubungi, Rabu (19/5).

1. Mencetak uang pada masa pandemik kebijakan berdampak negatif

Wacana BI Cetak Uang Rp600 Triliun, PPP: Bahaya, Potensi HiperinflasiRapid test yang dilakukan kepada warga (IDN Times/Istimewa)

Syaiful mengatakan, kebijakan pemerintah dengan mencetak uang berpotensi memberikan dampak negatif. Oleh sebab itu, pemerintah harus berhari-hati dalam mengambil kebijakan bidang ekonomi di tengah pademik COVID-19, dan harus memastikan kebijakan yang diputuskan benar-benar mempunyai dampak positif untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia.

“Pada 1965, pencetakan uang juga bertujuan menyelamatkan ekonomi yang tengah terpuruk, namun hal itu malah menyebabkan hiperinflasi yang sangat parah, yang ujungnya berakibat kepada kejatuhan Sukarno. Hal ini harus dihindari,” ujar dia.

Baca Juga: Impor Turun 6 Persen, Neraca Dagang RI April 2020 Defisit US$350 Juta 

2. PPP mengusulkan pemerintah agar sebaiknya memberikan stimulus ke UMKM

Wacana BI Cetak Uang Rp600 Triliun, PPP: Bahaya, Potensi HiperinflasiANTARA FOTO/ Andreas Fitri Atmoko

Dari pada mencetak uang, kata Syaiful, salah satu alternatif kebijakan yang bisa dipilih untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia adalah memberikan stimulus dalam bentuk modal kerja bagi Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM).

Karena menurut dia, UMKM terbukti menjadi garda terdepan dalam meningkatkan konsumsi domestik di dalam negeri. Pemerintah juga bisa memberikan pelatihan penjualan barang secara online bagi UMKM.

“Stimulus dan pelatihan ini akan membuat UMKM bisa tetap bertahan di tengah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Mereka bisa tetap berproduksi dan memasarkan barangnya dari rumah ke rumah. Dengan cara itu, pertumbuhan ekonomi tetap terjaga dengan baik, dan ekonomi Indonesia tidak semakin terpuruk jauh,” kata Syaiful.

3. Dahlan Iskan ikut berkomentar atas usulan DPR agar BI mencetak uang

Wacana BI Cetak Uang Rp600 Triliun, PPP: Bahaya, Potensi HiperinflasiTangkapan layar video Dahlan Iskan saat berbicara soal Pilwali Surabaya. (Dok. Istimewa)

Usulan agar BI segera mencetak uang pada situasi sulit sekarang ini, muncul dari anggota Komisi XI DPR Fraksi Golkar Mukhamad Misbakhun. Dalam sebuah diskusi daring, politikus Golkar itu mengusulkan agar BI mencetak uang kisaran Rp400 hingga Rp600 triliun.

Menanggapi hal tersebut, Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan menyayangkan tidak adanya penyeimbang saat diskusi usulan mencetak uang di Banggar DPR ini. Menurut dia, seharusnya Misbakhun mendengarkan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk tidak mencetak uang.

“Saya tidak tahu siapa anggota DPR di fraksi lain yang bisa mengimbangi kepintaran Misbakhun dalam pembahasan di internal DPR itu. Kok begitu mulusnya. Saya tidak bisa membayangkan, apakah terjadi dialog yang ilmiah di forum DPR saat itu. Sebelum akhirnya mereka bulat mendukung ide cetak uang dari Golkar itu,” kata Dahlan dikutip dari disway.id, Selasa (19/5).

4. BI menolak mencetak uang

Wacana BI Cetak Uang Rp600 Triliun, PPP: Bahaya, Potensi HiperinflasiGubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (Tangkapan Layar Bank Indonesia)

Sementara, Bank Indonesia menegaskan tidak akan mencetak uang untuk likuiditas perbankan maupun menambal defisit anggaran pemerintah. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bank sentral tidak ingin mengulang kasus BLBI yang terjadi pada 1998.

“Pandangan-pandangan itu tidak sejalan dengan praktek kebijakan yang lazim, bukan praktik kebijakan moneter lazim, dan tidak akan dilakukan di BI,” kata Perry ketika memberikan penjelasan kepada anggota Komisi XI DPR RI secara virtual, Kamis (30/4).

Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksikan Defisit APBN 2020 Melebar Jadi Tembus Rp1000 T

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya