[WANSUS] BIN Bicara Keterlibatan Perempuan dalam Aksi Terorisme

Perempuan dan anak rentan terpapar paham radikalisme

Jakarta, IDN Times - Menggandeng dua putrinya yang baru berumur 12 dan sembilan tahun, Puji Kuswati melawan rasa takut dan meyakini surga di depan matanya. Langkah kaki Puji mengantarkan dirinya mendekati pelataran Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro, Surabaya, Minggu 13 Mei 2018.

Berbalut pakaian dan cadar hitam, Puji melilitkan bom di pinggangnya. Ia berusaha masuk ke GKI namun aksinya dihalau oleh Yesaya, petugas keamanan GKI. Puji kemudian memeluk Yesaya dan terjadilah ledakan yang dahsyat.

Berselang lima menit, bom lainnya yang diduga dibawa Puji di dalam dua tas kembali meledak. Puji dan dua putrinya, Fadilah Sari dan Pemela Riskika, tewas seketika. 

Lewat aksi itu, Puji mencatatkan diri sebagai ‘pengantin’ perempuan pertama dalam sejarah terorisme Indonesia. 

"Fenomena bunuh diri wanita ini (Puji) bukan yang pertama, tetapi ini yang berhasil," kata Kapolri saat itu, Jenderal Pol Tito Karnavian kepada wartawan dalam jumpa pers di Mapolda Jawa Timur.

Bom bunuh diri yang dilakukan Puji seakan memperlihatkan pergeseran taktik oleh kelompok terorisme untuk menggunakan perempuan sebagai aktor utama dalam melakukan tindak terorisme.

Seperti halnya dua peristiwa teranyar yang terjadi di Indonesia. Bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar pada Minggu (28/3/2021) melibatkan perempuan berinisial YSF sebagai aktor ‘pengantin’ bom bunuh diri bersama L suaminya.

Begitu pula peristiwa teror di Mabes Polri yang menggegerkan publik pada Rabu (31/3/2021). ZA seorang wanita muda berumur 25 tahun dengan leluasa masuk ke Markas Besar Polri dengan mengacungkan senjata ke arah penjaga. Namun aksinya gagal setelah berhasil dilumpuhkan oleh petugas dari jarak jauh.

Dari kejadian ini, perbincangan keterlibatan perempuan di balik aksi terorisme perlu dibedah untuk menangkal kejadian serupa di kemudian hari. Meski begitu kita harus mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya hal tersebut.

Berikut wawancara khusus IDN Times dengan Deputi VII Badan Intelejen Negara (BIN) Wawan Purwanto terkait isu perempuan dan terorisme.

Baca Juga: Deretan Aksi Terorisme di Indonesia yang Libatkan Perempuan

1. Bagaimana Anda melihat peristiwa teror yang pelakunya adalah perempuan?

[WANSUS] BIN Bicara Keterlibatan Perempuan dalam Aksi TerorismeFoto dua pelaku bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar yang merupakan suami istri (Dokumentasi Divisi Humas Mabes Polri)

Aksi teror itu masih manjadi ancaman nyata dan pola yang dilakukan oleh jaringan teroris karena adanya pergeseran. Saat ini tampaknya memanfaatkan perempuan sebagai aktor utama di Indonesia. Pada dasarnya bukan hal yang baru. Tahun 2004 aparat keamanan berhasil mengamankan Munfiatun, istri dari Noordin M Top karena menyembunyikan suaminya yang tengah dicari oleh aparat keamanan.

Sebelumnya juga dalam kasus Poso keterlibatan istri secara tidak langsung melindungi suaminya. Kemudian dalam perkembangannya dalam keterlibatan perempuan dalam jaringan teroris tidak lagi sebatas pembantu, saat ini perempuan terlibat dalam eksekutor dalam melakukan aksinya, keterlibatan langsung atau aktif dari perempuan.

Aksi teror itu terendus pada 2016 ketika Dian Yulia Novi bersama suaminya Nur Solihin diamankan oleh aparat keamanan karena berencana melakukan bom bunuh diri di depan Istana Presiden. Dan keterlibatan perempuan dalam kegiatan terorisme juga terlihat dalam terungkapnya keterlibatan beberapa orang perempuan dan jaringan kelompok teroris adalah banyak dipengaruhi oleh pola yang dilakukan di luar negeri seperti ISIS atau Liberation Tiger of Tamil Eelam yang melibatkan perempuan dalam aksinya.

Pelibatan perempuan dalam kegiatan teroris ini merupakan bagian dari strategi mereka untuk mengelabui aparat keamanan hal ini karena secara umum perempuan dianggap tidak suka dengan tindak kekerasan. Sehingga aparat kemanan maupun masyarakat sering abai terhadap kalangan perempuan. Perempuan juga dinilai memiliki sikap militan dan totalitas dan patuh pada pemimpin sehingga diyakini mampu menjadi jihadis yang rela mengorbankan dirinya.

Pertimbangan lainnya yang mendorong teroris merekrut perempuan karena dianggap dapat meneruskan atau menyebarkan paham radikal kepada generasi penerusnya. Di dalam rekrutmen anggotanya, kelompok teroris cenderung menyasar usia muda. Hal ini mengingat usia muda yang masuk rentan 17-24 tahun.

Umumnya masih dalam fase mencari jati diri atau identitas sehingga mereka akan mudah dipengaruhi dan menerima gagasan gagasan dan pemikiran radikal yang diperolehnya melalui tulisan tulisan di dunia maya maupun lisan yang disampaikan oleh jaringan terorisme.

Oleh karena itu radikalisme menjadi ancaman nyata bagi kalangan muda di Indonesia. Terlebih kalangan muda di Indonesia adalah pengguna media sosial yang banyak dimanfaatkan oleh teroris untuk direkrut. Untuk mencegah perempuan terjerumus aksi radikalisme dan terorisme kiranya perlu memperkuat pertahanan keluarga.

Di dalam hal ini keluarga memiliki peran penting dalam mentransmisi nilai-nilai toleran. Kalangan perempuan perlu dilibatkan dalam memberikan pemahaman kepada kalangan generasi muda jangan sampai terpengaruh dengan pemahaman yang salah.

Sementara itu, untuk mencegah ancaman dan aksi teror BIN dan jajaran intelejen lainnya juga terus melakukan upaya pemetaan. Hal tersebut bagian dari deteksi dini dari potensi ancaman teror. Tapi juga melakukan langkah deradikalisasi dan kontra radikalisasi terhadap kelompok telah terpapar radikalisme dan anak anak muda yang rentan menerima paham radikal.

BIN juga melakukan patroli siber guna mencegah pemanfaatan media sosial sebagai sarana untuk menyebarkan paham radikalisme. Sejalan hal tersebut, upaya literasi publik juga dilakukan agar seluruh elemen masyarakat dapat meningkatkan kewaspadaan di lingkungan masing-masing. Sehingga tidak mudah terpengaruh ajaran radikalisme dan mempersempit ruang gerak kelompok radikalisme dalam melakukan aksinya.

Oleh karena itu mari kita potong semua mata rantainya dengan terus menelisik watak masing-masing dari keluarga ini karena yang paling paham dengan watak anak kita atau keluarga kita adalah keluarga itu sendiri. Dengan kepedulian dan kita selalu dialog pada mereka jika ada perubahan sikap yang tiba tiba murung biasanya ceria, pergi dan pulang minta uang dan menjauh dari keluarga apalagi ajarannya itu adalah menjauh dari keluarga yang berbeda thogut atau dikafir-kafirkan atau dianggap halal darahnya.

Sehingga perlu adanya kedekatan keluarga supaya kita paham betul sedang kemana pikiran anak anak ini, gadget juga harus kita telisik kepada siapa dia berhubungan, ada tanya jawab, ada pola pembuatan bahan peledak atau membeli barang barang yang berbahaya seperti airsoft gun yang dilakukan ZA itu. Ini menunjukan bahwa perlu paham betul di lingkungan itu untuk selalu komunikasi yang baik agar menghindari miskomunikasi apalagi setalah ISIS runtuh mereka menyerukan untuk menyerang di negeri masing-masing sehingga terjadi peniruan pada wanita wanita di Suriah ikut di garis depan penyerangan setelah laki-laki mereka banyak yang tewas.

Dengan serangan bom panci yang jadi polemik karena ditiru di mana-mana tentunya ini jadi inspirasi terhadap wanita dalam bergerak. Adapun medsos menjadi tempat bertumbuh kembangnya lone wolf seperti yang terjadi pada ZA yang dia juga dalam surat terakhir ke keluarganya mirip dengan yang disampaikan pelaku bom di Makassar.

Polanya seperti itu, ada kesamaan. Oleh karena itu dengan kita peduli terhadap apa yang dilakukan oleh saudara dan anak-anak kita InsyaAllah kita bisa menekan angka terjadinya upaya mengarah pada tindakan intoleran, radikalisme dan terorisme.

2. Bagaimana pantauan BIN terhadap serangkaian aksi teror yang pelakunya perempuan, apakah BIN sudah melihat satu faktor kenapa perempuan bisa ikut terjerumus?

[WANSUS] BIN Bicara Keterlibatan Perempuan dalam Aksi TerorismeDeretan fakta ledakan bom di depan pintu gerbang Gereja Katedral Makassar (IDN Times/Sukma Shakti)

Perempuan patuh terhadap laki-laki untuk diajak hal-hal seperti itu tapi terakhir malah perempuan yang mengajak untuk melakukan aksi ini. Maka ini yang kita sampaikan ada keterlibatan emosi yang lebih, itu menyulut adanya sikap yang lebih tajam untuk melakukan aksi-aksi.

Misalnya kejadian di Sibolga, di mana orang tua dari keluarga kecil ini sudah curiga anaknya terlibat pada gerakan yang mengarah pada teroris, orang tuanya melapor di Lampung, ditindaklanjuti aparat keamanan untuk diselidiki, dan ternyata betul suaminya terlibat dalam gerakan seperti itu, kemudian dilakukan pendalaman ternyata istrinya di Sibolga bahkan menyimpan bahan peladak.

Ketika didekati untuk disadarkan tidak mau, bahkan didekatkan dengan anaknya yang masih balita pun dia tidak mau menyerah sehingga dia meledakkan diri, rumah-rumah tetangganya luluh lantak, rata dengan tanah. Kepedulian orang tua yang lapor ini meskipun terlambat itu bisa menekan angka adanya gerakan yang dilakukan oleh wanita.

Wanita yang sudah nekat akibat brainwash yang panjang akhirnya bisa meletupkan sebuah emosional yang dahsyat. Demikian juga kejadian di Jawa Timur di mana anaknya dikabarkan menangis semalam suntuk setelah diajak orang tuanya untuk meledakkan diri besok pagi. Anak yang demikian lugunya ternyata dirayu oleh orang tuanya akhirnya mengikuti ajakan ibunya.

Tapi sikap menangis dari anaknya ini jadi isyarat bahwa dia tertekan luar biasa, tapi dengan ibunya yang mendorong dan terus mengajak akhirnya dia rela melakukan ledakan. Bagi saya, kita harus terus melakukan literasi publik supaya wanita dan millennial wanita lebih bersikap kritis ketika ada ajakan seperti itu karena sikap intoleran dan radikal akan tumbuh subur di masyarakat yang tidak kritis.

Kita harus crosscheck atau memutarbalikkan ayat yang mestinya itu asbabunuzul-nya untuk daerah perang, dilakukan di daerah damai. Maka kita dorong supaya kita mau bertanya kepada guru dan tokoh masyarakat supaya ada pencerahan sebelum terbelenggu dengan ajaran bom bunuh diri.

Baca Juga: Kata Millennials soal Aksi Terorisme yang Manfaatkan Kaum Perempuan

3. Bagaimana terduga teroris ZA ini bisa mengadopsi radikalisme melalui dunia maya?

[WANSUS] BIN Bicara Keterlibatan Perempuan dalam Aksi TerorismeDeputi VII Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan H. Purwanto (Dok. IDN Times)

Kalau dilihat dari akun media sosialnya, dia memang simpatisan ISIS, gambar-gambar bendera ISIS yang dia pampang. Ini sebuah proses, dia sudah berinteraksi dengan apa yang terjadi di Suriah, kemudian mengikuti berbagai perkembangan yang ada sampai dia terbawa emosinya, sehingga terpancing untuk melakukan upaya-upaya penyerangan dengan caranya sendiri.

Dia memesan airsoft gun by online, dan ini tidak barang murah. Dia memang sudah menyiapkan diri untuk menyiapkan itu semua. Apalagi ada trigger, kejadian-kejadian yang berdekatan dengan kasus dimana dia memasuki area Mabes Polri. Berbagai pemantik, bisa memicu emosinya yang meletup, yaitu ESTOM tadi, tergerak, karena membaca apa yang dilihat di media sosial.

Media sosial itu interaktif bisa tanya jawab, drive ke mana, bisa juga kepada siapa dia berjumpa. Misalnya dia gagal dalam uji coba kenapa ini tidak meledak maka disarankan untuk menggeser dan memberikan campuran tertentu. Oleh karenanya, melihat orang tua ZA terkaget apa yang dilakukan putrinya, tampak sekali bahwa komunikasi sempat terputus untuk menukik ke masalah tersebut.

Biasanya mereka introvert, penyendiri. Karena dia merasa dirinya paling benar, termasuk keluarganya yang berbeda pemahaman, tidak sealur, dianggap kafir atau thaghut, halal darahnya. Dalam surat wasiatnya tidak mengarah kepada sikap ingin menyerang tetapi dia sebetulnya akan memberi syafaat untuk mengajak masuk surga.

Orang-orang seperti ZA, perlu kedekatan dan kesibukan supaya ada aktivitas yang membuat dia tak terbelenggu. Biar hati dia tidak terlalu masuk dan menelan mentah tanpa berpikir logis. Itu terus terjadi, dipicu kejadian penyerangan, sehingga dengan tenang ia memasuki area dimana area itu dipenuhi dengan senjata karena markas besar Polri.

Tanpa ada yang menyadarkan, akhirnya melampiaskan untuk lone wolf dan keyakinannya bahwa ia masuk surga. Ini yang akan kita evaluasi termasuk di daerah binaan, ZA ini masuk ke dalam wilayah binaan saya. Tapi kepedulian keluarga ini akan lebih informatif. Keluarga harus segera cegah dan deteksi dini, dan lapor cepat. Dengan forum cegah dini masyarakat yang mereka akan mengendus apa apa yang akan terjadi di lingkungannya. Mudah-mudahan ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk lebih dekat ke keluarga dan komunikasi yang baik untuk menghindari dari miskomunikasi.

4. Sebelum kejadian di Makassar, apakah BIN telah memetakan akan adanya aksi teror? Selain menangkap 20-30 teroris sebelum kejadian tersebut

[WANSUS] BIN Bicara Keterlibatan Perempuan dalam Aksi TerorismeNgobrol seru by IDN Times dengan tema "Perempuan dan Terorisme" (IDN Times/Besse Fadhilah)

Waktu penangkapan di Villa Mutiara, ada yang tewas dua termasuk Rizaldi, memang ada rencana untuk serang sejak Januari termasuk Rizaldi ini yang rencanannya jadi pengantin. Dua pelaku itu masuk DPO dalam proses pengejaran, karena tahu dikejar, mereka sembunyi, berpencar, untuk menghilangkan jejak.

Karena pelarian banyak berpencar maka ini menjadikan memerlukan waktu untuk pengejaran, berbeda dengan mereka ngumpul di satu tempat, satu kena semua kena. Dalam proses pencarian itu semua bisa terjadi.

Keinginan mereka untuk menyerang sudah diantisipasi, dalam rapat tertutup sudah dijaga-jaga baik di objek vital atau di tempat peribadatan. Hanya memang kita sarankan untuk tidak menyolok sehingga masyarakat tidak takut. Oleh karena itu, kita melakukan upaya-upaya tertutup dengan senjata, sehingga kalau ada sesuatu bisa bereaksi cepat.

Kondisi yang di Makassar sebutulnya dalam proses pengejaran sampai sekarang pun nama-nama yang masih dalam pengejaran masih dikejar. Bagi mereka yang tahu dirinya dikejar, memang mereka akan muter-muter, menghapus jejaknya. Seperti Bom Bali 1, Zulkarnain baru tertangkap 18 tahun kemudian.

Ini berbeda dengan menangkap orang yang tidak sadar dirinya sedang dicari. Kalau dia sadar pasti dia cover dirinya dengan cover name, job, story dan penghilangan jejak, dan memutarbalikkan fakta.

Dalam proses pengejaran diperlukan kesabaran seperti kasus Zulkarnain, akhirnya tertangkap. Oleh karena itu, aparat keamanan terus melakukan penjejakan, sejumlah nama masih pengejaran, termasuk yang sudah keluar dari penjara, ada 30 orang yang tidak diketahui rimbanya. 7 tertangkap lagi dalam keadaan tewas karena masuk ke kelompoknya lagi. Masih 23 eks napiter masih belum diketahui rimbanya karena sudah orang bebas, jadi tidak diketahui.

Kepada keluarga eks-napiter, jangan dicuekin, harus dirangkul. Sebab kalau dicuekin, dia akan kembali ke kelompoknya. Apalagi cari pekerjaan juga sulit. Berilah secercah harapan untuk kelangsungan hidupnya. BIN juga melakukan pendekatan wirausaha, seperti tambak ikan, pelatihan pemodalan peternakan kambing sapi, las, pembetulan AC, pabrik sabun home industry.

Dengan dia sibuk, maka peluang-peluang masuknya pengaruh negatif bisa semakin sedikit. Kita berpacu pada waktu, dan bekerja sama dengan seluruh elemen masyarakat untuk melakukan pengendusan, di mana posisi-posisi mereka, sehingga yang DPO itu bisa ditangkap satu-satu. Kemarin ada juga yang menyerah, setelah kita imbau agar kita beri pengampunan sepenuhnya untuk bagaimana ditelisik keterlibatannya, ini sebagai upaya persuasif.

5. Bagaimana yang dilakukan pemerintah dalam hal ini BIN untuk mencegah keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme?

[WANSUS] BIN Bicara Keterlibatan Perempuan dalam Aksi TerorismeIlustrasi Aksi Terorisme (IDN Times/Mardya Shakti)

Kita terus melakukan patroli siber 24 jam, melakukan literasi bagi kalangan millennial dan perempuan yang sekarang banyak terlibat. Kita beri masukan-masukan dan counter berita-berita yang tidak pas, blokir dan take down bersama Kominfo, dan tuntutan hukum bila dirasa perlu. Literasi terus dilakukan, pendekatan secara terbuka kepada keluarga yang merasa ada yang terbelenggu tidak mampu keluar, kita juga anytime bisa dikontak untuk membantu.

Supaya putra putrinya bisa kembali ke kondisi normal, tidak terpengaruh oleh propaganda yang mengarah pada tindakan intoleran, radikal, teror. Kita juga kerja sama dengan kementerian lembaga terkait karena kita juga memimpin intelijen pusat di mana di situ kerja sama antar lembaga yang memiliki badan intelijen masing-masing, dan juga lembaga kementerian lainnya yang tidak memiliki lembaga intelejen tapi terkait misalnya Kementerian PPPA ini kita saling memberi dan berkomunikasi. Kita juga bersinergi sama dengan BNPT, Densus, TNI dan Polri.

Bersama-sama untuk mengatasi masalah ini dengan memberi pengertian dan pemahaman untuk membuat mereka sibuk karena mereka ini yang sudah terbelenggu tanpa ada kesibukan maka ini bisa menggiring generasi muda ke arah gerakan yang fatal.

Mulai sekarang kita harus saling dekat dengan anggota keluarga, supaya bisa bersama-sama berhubungan satu sama lain, agar bisa saling berkomunikasi.

Kami juga punya akun resmi Badan Intelejen Negara yang bisa diakses, dari situ bisa terjadi pecakapan dengan kaum millennial karena BIN ini bagian keluarga besar bangsa Indonesia yang juga harus dekat dan berkomunikasi sebelum terjadinya sebuah masalah aksi teror.

Baca Juga: BIN: Cegah Terorisme, Faktor Keluarga Paling Utama

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya