[WANSUS] Novel Baswedan: Saya Telah Berjuang, Koruptor Lebih Berkuasa

Novel Baswedan merupakan salah satu pencetus OTT KPK

Jakarta, IDN Times - Novel Baswedan meneteskan Cravit antibiotik ke matanya ketika selesai menuruni anak tangga gedung lama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Selasa (21/9/2021) siang. Bersama seorang temannya, Novel diantar dari forum diskusi ke tempat kami bersua. 

“Assalamualaikum,” sapa Novel ketika menghampiri saya, seraya seorang teman itu memastikan bahwa saya adalah wartawan dan lekas kembali ke ruangannya. 

“Waalaikumsalam, Pak,” jawab saya.

“Alhamdulillah, yuk kita cari tempat yang lebih nyaman dan terang,” katanya sambil melangkah ke arah sofa warna abu-abu tepat di depan jendela depan gedung lama KPK. 

Langkahnya tegap, sesampainya di sofa Novel membuka topi dan kaca mata sebelum duduk membelakangi cahaya yang masuk dari barat. Dengan tenang, ia mulai memulai pembicaraan. Kami pun larut dalam perbincangan selama kurang lebih 45 menit. 

Novel mulai mengenang jalan perjuangan yang ia pilih sejak 2007 di KPK. Sebanyak lebih dari 40 kasus telah ia tangani sampai saat ini, tepat 9 hari menuju purna tugas setelah dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk menjadi Aparatur Sipil Negara oleh KPK. 

Nama Novel tercantum dalam daftar 57 orang pegawai yang akan diberhentikan KPK pada 30 September 2021 setelah dinyatakan tidak lulus TWK. Keputusan itu tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 1354 Tahun 2021 yang diteken Ketua KPK Firli Bahuri pada 13 September 2021. 

Berikut wawancara khusus IDN Times bersama Novel Baswedan. 

Baca Juga: Novel Baswedan Cs Buat Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi 

Bagaimana cerita awal perjalanan Novel Baswedan mendedikasikan diri di KPK?

[WANSUS] Novel Baswedan: Saya Telah Berjuang, Koruptor Lebih BerkuasaPenyidik KPK Novel Baswedan (IDN Times/Irfan Fathutohman)

Saya itu 2006 mendaftar masuk di KPK, ketika itu saya sedang mengikuti pendidikan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. Di akhir 2006 saya diterima, saya mulai masuk di KPK dengan kegiatan persiapan, pelatihan, dan segala macam dan dinyatakan secara formal menjadi pegawai KPK itu 2 Januari 2007.

Pertama saya masuk memang karena saya sudah berpengalaman menangani kasus korupsi. Saya tidak banyak mengikuti pelatihan terlebih dahulu sebagaimana rekan-rekan, saya langsung running di kasus yang berjalan, di antaranya waktu itu pertama kali kasus Damkar se-Indonesia. 

Dalam perjalanannya, tentu banyak kasus yang ditangani hingga kemudian saya bersama teman-teman di KPK bersama dengan bidang yang lain, kita membuat suatu pola operasi tangkap tangan dan itu ternyata sangat efektif. 

Operasi itu kemudian yang berhasil mengungkap kasus-kasus besar, karena begini, mengungkap kasus itu profil madisnya banyak, apalagi ketika sudah cukup lama waktunya dan lain-lain.  

Kelebihan dari OTT itu bisa mengungkap dengan bukti yang real saat itu dan bukti itu menjadi bukti yang mudah untuk dikonfirmasi dan dijelaskan. Oleh karena itu, dari kasus OTT itu bisa mengungkap kasus besar walaupun kadang kala ketika di OTT kasus itu bukan besar, tapi pengungkapannya menjadi besar. 

Perjalanan dari itu, memang 2009 ada jejak buaya pertama, jadi di KPK menangani kasus yang melibatkan oknum penegak hukum. Ada resistensi dan perlawanan, begitu juga di tahun 2012 ada lagi dan kebetulan 2012 saya mulai terlibat di sana karena kasusnya saya yang menangani dan saya koordinator penanganan kasusnya. 

Pengalamannya seperti itu hingga 2015 seterusnya, semakin lama memang perlawanan kepada KPK itu semakin kuat dan yang paling terasa setelah tahun 2014, karena di 2014 KPK sudah mencanangkan fokus area di masalah korupsi bidang sumber daya alam. 

Korupsi SDA itu yang terbesar sebenarnya dan memang SDA ini praktik korupsi banyak digunakan dan diduga dimanfaatkan oleh kebijakan politik, yang memerlukan pembiayaan dan lain-lain. Dan kemudian menjadi ruang untuk mencari uang besar-besaran sehingga perlawanannya juga semakin keras. 

Yang saya pahami kemudian di 2015-2016 upaya menyerang KPK ini semakin rapi, semakin terstruktur, dan terencana bahkan bisa dikatakan sejak 2016-2017 itu sudah dibuat suatu framing atau persepsi palsu seolah di KPK ada radikalisme, nah itulah yang membuat persepsi atau dukungan publik menjadi terbelah.

Padahal kalau dikatakan, memang asal mula isu itu fenomena gak jelas tiba-tiba muncul dan gak ada bahkan. Dan ini yang membuat berhasil memecah persepsi publik itu, membuat serangan itu semakin efektif dan yang hebatnya memang koruptor ini bisa terencana dan bekerja dengan sabar, yang kemudian ketika mereka semakin lama semakin kuat, maka di 2019 revisi undang-undang dilakukan dan banyak hal-hal yang membuat KPK semakin lemah.

Hingga kemudian peralihan menjadi ASN, saya yakin di Desember 2020 ketika kawan-kawan di KPK berhasil masih bisa kerja mengungkap dua kasus OTT yang melibatkan menteri aktif dan kasus mafia pajak itu, tentunya mengejutkan bagi orang-orang yang sudah membuat skenario pelemahan KPK.

Sehingga kemudian saya meyakini itu ada korelasinya dengan di bulan Januari dibuat atau dipaksakan, bahasa Ombudsman dan Komnas HAM, ada penyisipan norma. Saya mengatakan penyelundupan norma, yang norma itu kemudian menjadi pembenaran untuk dilakukan proses TWK (Tes Wawasan Kebangsaan).  

Kemudian berjalan dengan proses sewenang-wenang melawan hukum yang sampai kemudian digunakan untuk menyingkirkan. Ada orang yang kemudian mengatakan, toh juga peraturan diuji oleh MK dan MA dibenarkan. 

Kita jangan lupa bahwa MK memutuskan tanpa sidang, artinya fakta yang kami dapatkan dan kami sampaikan kepada Ombudsman dan Komnas HAM tidak menjadi bagian untuk diperiksa. Kan bisa saja dalam permohonan itu disampaikan fakta-fakta tadi bukti-bukti, perlu diingat di MK yang bikin permohonan bukan kami, sehingga pastilah orang yang mengajukan permohonan itu tidak memasukkan poin tadi. 

Sehingga saya bisa katakan, sekalipun konstitusional tapi fakta-fakta objektif tidak diperiksa karena memang tidak masuk di hal-hal yang sifatnya pembuktian real

Adakah perbedaan pola kerja KPK dari periode lalu dan sekarang?

[WANSUS] Novel Baswedan: Saya Telah Berjuang, Koruptor Lebih BerkuasaPimpinan KPK memberikan keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu (15/9/2021). (IDN Times/Aryodamar)

Memang bisa dilihat sejak adanya revisi 2019, OTT hampir jarang dilakukan. Saya tidak tahu mana yang lebih dominan antara perubahan UU atau karena perilaku pimpinan yang bermasalah, tapi yang jelas faktanya adalah pekerjaan OTT menjadi jauh berkurang. 

Contoh di 2020 itu ada OTT terkait dengan salah satu pejabat KPU, kita bisa lihat memang di satu sisi penangkapannya bagus tapi coba dilihat apakah kemudian perkaranya berjalan dengan benar, ternyata tidak kan. Kemudian aktor-aktor pemain besarnya tidak bisa diungkap, terus Harun Masiku kabur dan upaya mencarinya gak serius. 

Peran Hasto yang terlibat di situ ternyata tidak dilakukan pendalaman yang semestinya. Jadi melihat fakta itu benar ada penangkapan, penangkapan itu kan kinerja pegawai, kalau tindak lanjut itu tanggung jawab pimpinan, jadi kalau dilihat mudahnya begitu. 

Sama halnya dengan kasus bansos di akhir 2020, KPK menangkap Mensos kasusnya bansos, memang kalau dilihat kasus bansos ini luas ya seluruh Indonesia, cuma yang baru diperiksa Jabodetabek. Ketika diperiksa itu ternyata tidak sampai menggali ke aktor intelektual.

Kedua, pengembangannya untuk bisa mengejar pembuktian pasal yang berhubungan dengan kerugian negara tidak dilakukan. Bisa dibayangkan anggaran bansos itu kan kurang lebih yang berupa bahan pokok atau sembako sekitar Rp140 triliun.

Kalau dugaan bocor 30 persen, berarti kan lebih Rp30 triliun yang hilang, uangnya ke mana? Siapa yang ambil dan kenapa gak diupayakan ditarik untuk negara? Pertama intelektualnya dikejar, kedua kerugian negaranya yang gak ditarik.

Ketiga, kerugian terhadap korban yang tidak menerima bansos sebagaimana mestinya apakah tidak ada rencana untuk dipulihkan untuk dikembalikan, hal-hal itu yang kemudian mengganggu menurut saya. 

Jadi kalau hanya sekadar menyelesaikan kasus yang berjalan itu problem, begitu juga dengan kasus KKP. Kasus KKP itu pengembangannya masih banyak, karena kalau dilihat potensi korupsinya itu bisa membuat kerusakan lingkungan dan banyak hal lain yang belum terungkap. 

Tentunya ketika belum terungkap, orang-orang yang terlibat di kasus itu pasti akan mendukung Pak Firli dalam menyingkirkan kawan-kawan yang bekerja baik, ini jadi memahaminya seperti itu. 

Sama dengan kasus pajak tentunya, mafia pajak itu melibatkan wajib pajak besar tapi pengungkapannya sampai di mana, bahkan kasusnya ketika ada penggeledahan pun ada barang bukti yang bergeser sekian truk. 

Jadi artinya memang menunjukkan kinerjanya bermasalah, dan tapi yang saya katakan walaupun kasus yang ditangkap besar, kasus penangkapan yang besar itu kinerja pegawai, tindak lanjut adalah kinerja pimpinan ditambah lagi kasus yang terkait dengan oknum penyidik KPK yang menerima uang di banyak perkara.

Mungkinkah dia berbuat sendiri? Rasanya nyaris gak mungkin, terus peranan pimpinan terkait hal itu jadi memang tidak serius terkait hal itu. Jadi kalau mengukur kinerja potretnya buruk sekali ditambah lagi audit BPK terkait masalah pencegahan korupsi yang dikatakan oleh BPK, tahun 2020 bahwa pencegahan KPK tidak efektif.

Ini audit BPK, dan ini sangat memalukan belum pernah terjadi baru kali ini. Artinya problematikanya seserius itu, 2020 turun 3 poin bukannya bekerja, bukannya memperbaiki, malah berlaku nirintegritas, jadikan ini maslah serius.

Baca Juga: Dukung Novel Baswedan Cs, Sejumlah Pegawai KPK Dipanggil Inspektorat

Selama bekerja di KPK sejak 2007 sampai sekarang, sudah berapa kasus yang pernah ditangani? Kasus apa yang paling berkesan?

[WANSUS] Novel Baswedan: Saya Telah Berjuang, Koruptor Lebih Berkuasa(Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar) ANTARA FOTO

Saya gak ingat, gak pernah ngitung, tapi 40 kasus lebih. Tapi yang berkesan ada beberapa, pertama saya pernah menangani kasus dengan menggabungkan 12 kasus. Apa itu? Kasus terkait Ketua MK (Akil Mochtar, tahun 2013), itu 12 kasus 1 berkas perkara, belum pernah ada, di Indonesia pun mungkin belum ada. 

Ditambah dengan pengungkapan kasusnya dilakukan satu persatu dan kemudian kita bisa menarik hasil kejahatan hampir Rp300 miliar. Kasus e-KTP bahkan di level internasional dikatakan kasus tersulit di dunia, karena layering-nya banyak melibatkan pejabat, banyak lembaga kementerian dan lain-lain.

Sehingga kalau dilihat, ini proyek strategis nasional untuk membuat kartu identitas dan ternyata ini proyek yang dirancang untuk dikorup, ini yang luar biasa ini melibatkan banyak anggota DPR RI. Ditambah dengan kasus Bupati Pangkalan, itu pola transaksi pencucian uangnya dilakukan sedemikian rupa yang melibatkan lebih dari 80 orang dan digunakan rekeningnya dan orang itu sama sekali tidak ada kaitan dengan yang bersangkutan. Ini kan pola yang di level internasional pun mereka heran ada kasus sehebat itu. Dan banyak lagi kasus menarik.

E-KTP belum selesai, masih banyak karena masih ada nilai keuangan negara yang belum bisa ditarik karena memang penanganannya butuh waktu dan belakangan ketika kewenangan KPK dan kesulitan tertentu dalam penanganan perkara itu jadi kendala dalam upaya yang dilakukan.

Terus kasus bansos itu masih 'kulit ari' ibaratnya, sangat tipis jadi masih banyak yang perlu diungkap terutama kerugian negara yang bisa ditarik dan lain-lain. 

Dan ada kasus mafia hukum yang melibatkan mantan Sekretaris MA dan itu bisa jadi melibatkan banyak hakim agung lainnya. 

Ketika ada penyelundupan norma dan lahir TWK, sebelumnya adakah desas-desus yang berkembang soal TWK di kalangan pegawai?

Mestinya gak pernah ada TWK, bahkan kalau dilihat PP 41 tahun 2020 yang membahas soal peralihan pegawai KPK menjadi ASN itu sama sekali tidak membicarakan TWK, proses tes dan seleksi. Kedua, PP itu dikeluarkan bulan Juli sehingga Agustus diadakanlah FGD antara KPK dan kementerian terkait.

Awal pembahasannya ada permintaan untuk dilakukan tes, ada pembahasan posisi seperti CPNS dan setelah diskusi dijelaskan para ahli dan clear tidak ada masalah apapun, dan peralihan sifatnya memudahkan dan tidak merugikan.

Oleh karena itu bulan September, pembahasan sudah selesai, tidak ada sama sekali peralihan dengan cara tes apa pun termasuk TWK. Kalau bicara tentang Pancasila, UUD 45, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan lain-lain, kita lihat semua pejabat mulai dari calon presiden dan wapres, calon kepala daerah, calon DPRD, calon DPR RI dan lain-lain itu hanya membuat pernyataan tanda tangan di atas materai. 

Artinya pegawai KPK tidak lebih tinggi daripada pejabat tadi. Artinya, paling tidak sama, KPK telah memenuhi, hingga kemudian sebagaimana anjuran di internal KPK pembuatan aturan harus dimasukkan dalam portal, untuk diketahui seluruh pegawai. 

Yang dimasukkan ke dalam portal itu sama sekali tidak membahas TWK. Hingga bulan Januari, ternyata pak Firli membuat seolah-olah ini banyak taliban di KPK. Kata-katanya pak Firli itu dijadikan landasan oleh dirinya sendiri dan menyelundupkan norma seolah-olah diperlukan adanya itu. 

Pertanyaannya, siapa yang berwenang membuat itu? Itu adalah pejabat pengelola kepegawaian dalam hal ini Sekjen dan pejabat di bawahnya bukan pak Firli sebagai ketua KPK.  Itulah temuannya, ada juga berita acara yang dipalsukan, ada rapat yang bukan pimpinan yang harusnya di level teknis tapi dia sendiri yang rapat, sehingga normanya dinamakan penyusupan atau penyelundupan norma. 

Pertanyaannya kenapa itu harus dipaksakan dan memaksakan poin kaidah yang dibenarkan. Contohnya harus dimasukkan portal, melalui pembahasan, itu tidak sama sekali, semua dilewatkan. Udah begitu, dalam implementasinya bermasalah pula.

Implementasi dikatakan bahwa proses TWK yang berwenang melakukan asesmen TWK adalah KPK yang dalam pelaksanaannya dapat dibantu oleh BPKN. Jadi siapa yang melaksanakan? KPK peraturannya, bukan BKN. Tapi dibantu oleh BKN. Tapi pelaksanaannya dilakukan bukan oleh KPK atau BKN tapi ada lembaga lembaga tanpa persetujuan dan tanpa dasar hukum. 

Implementasinya ternyata pewawancara tidak memiliki sertifikasi, tidak jelas, sama seperti Anda menjalani ujian di sebuah universitas, terus kemudian Anda dapat nilai lima, kemudian Anda bertanya kenapa saya dapat nilai lima dan tidak lulus? Dan yang mana saya salah? Oh gak bisa, ini rahasia. 

Gak logis, mana ada? Orang membut penilaian atas dirinya itu menjadi hak dasar manusia untuk yang bersangkutan harus diberitahu terkait dengan hasil tes.  Setelah tes dia harus diberitahu hasilnya, misal anda ikut tes terus disebut Anda salah semua nilainya. 

Harus ada referensinya jawaban itu salah, harus ada standarnya kapan itu dibilang tepat, harus ada standarnya. Kecuali ada aturan dasarnya untuk membenarkan atau menyalahkan, itu gak ada. 

Ini yang terjadi begitu, mereka bikin hal hal yang gak jelas kemudian bikin stigma. Dan kemudian orang orang yang distigma adalah orang-orang yang memiliki kontribusi penting di KPK baik di bidang penindakan, pencegahan, dan fungsi-fungsi lain yang mendukung kinerja KPK yang lebih baik. 

Apakah kebetulan? Lucu kan, jadi kalau dilihat kok nyasar ke orang-orang spesifik, udah ngawur, tidak menggunakan kaidah, ini jelas seperti yang dikatakan Ombudsman dan Komnas HAM bahwa ini adalah upaya yang dilakukan, memanipulasi sedemikian rupa, melawan hukum, ilegal, yang dimaksud untuk menyingkirkan pegawai KPK tertentu, ini jelas.

Ada obrolan pegawai KPK bahwa TWK ini pintu exit bagi pegawai yang “ditakuti” koruptor?

[WANSUS] Novel Baswedan: Saya Telah Berjuang, Koruptor Lebih BerkuasaKaus hitam bertuliskan 'Berani Jujur Pecat' dipakai oleh sejumlah perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5/2021) (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Yang dipikirkan adalah waktu pak Firli menjadi Deputi, ia diduga terlibat dengan main perkara. Cara mainnya apa? Diduga menghadang perkara-perkara untuk naik penyidikan. Tentu itu dilakukan punya motif, dan motifnya kita bisa duga. 

Nah, motif itu tentunya yang kita antisipasi adalah dia akan melakukan hal yang sama yaitu dia punya motif atas perkara perkara tertentu yang tujuannya bukan memberantas korupsi. Tapi ketika dia berlaku seperti sekarang itu suatu hal yang luar biasa, ternyata meningkat motifnya bukan hanya satu atensi perkara tertentu saja tapi lebih upaya pelemahan yang luar biasa.

Lihat, ini bukan hanya penyingkiran, fungsi-fungsi di KPK berubah, dan perubahannya jauh lebih buruk, kita bisa undang ahli soal itu. Kedua, value KPK dikurangi, contoh dulu KPK kalau kegiatan pembiayaan dari KPK agar KPK berlaku sama dengan semua panitia agar tidak memilih ‘oh itu yang paling bagus pelayanannya’ dan lain-lain, tidak. 

Begitu juga perjalanan dinas, hanya sebesar yang digunakan saja. Tapi yang sekarang kemudian dipakai langsam, contohnya dapet poin 10 untuk bepergian ternyata hanya dipakai 5, 5 masuk saku akibatnya orang yang melakukan perjalanan dinas dan tidak, sama. 

Value yang seperti itu dibuat sedemikian rupa, diubah semua jadi sangat jelek. Sekarang malah justru orientasinya pejabat-pejabat dicarikan mobil dinas, dicarikan rumah dinas, dan lain-lain. Dan itu bukan KPK bangetlah, kelihatan sekali.

Tadinya kita gak menduga, saya pun berkomunikasi langsung dengan pak Firli, saya tanya. Beliau menjelaskan sangat meyakinkan bahwa gak ada apa-apa. Kita akhirnya sadar bahwa proses ini harus kita lalui, tentunya KPK memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan proses, kita ikuti. Ternyata kemudian apa yang pernah dikatakan semuanya tidak ada yang dilakukan.

Baca Juga: [Wansus] Jejak Penyidik KPK Yudi Purnomo, Dipecat karena TWK

Pak Firli menjanjikan bahwa TWK tidak membahayakan nasib pegawai KPK?

[WANSUS] Novel Baswedan: Saya Telah Berjuang, Koruptor Lebih BerkuasaPegawai nonaktif KPK lakukan aksi protes di depan Gedung KPK pada Rabu (15//9/2021). (IDN Times/Aryodamar)

Dalam satu forum pernah, secara pribadi saya WA juga pernah dan menjelaskan kepada saya dan itu jelas clear, artinya ketika melihat kondisi seperti itu, apa ya kok bisa ya orang berbohong dengan se-sembrono itu dan saya gak menduga ada pejabat seperti itu. Mestinya pejabat kan kebijaksanaan, kearifannya, dan integritasnya menjadi perhatian orang banyak.

Dia cuma bilang bahwa ini proses hanya untuk memastikan pegawai KPK itu tidak ada yang terlibat dengan organisasi-organisasi terlarang. FPI dan lain-lain, atau radikalisme dan anti Pancasila. Dan dia bilang ‘saya pastikan dan saya sangat yakin pegawai KPK tidak ada yang seperti itu’ tapi kemudian itu menjadi lucu, dia bilang itu sekitar bulan Maret atau Februari akhir ternyata di bulan Januari akhir dia mengatakan di forum pembahasan bahwa ‘di KPK banyak radikalisme’ kan munafik luar biasa. 

Dan untungnya, pejabat yang terlibat dalam peraturan-peraturan itu juga di-TWK juga, kita punya rekaman-rekaman lengkap dengan begitu kami bisa memberikan bukti yang sahih, jelas, konkret kepada Komnas HAM dan Ombudsman.

Akhirnya ikut TWK, dan hasilnya keluar 56 pegawai KPK diberhentikan, kapan pertama kali mendengar kabar tersebut?

Saya lupa waktunya, cuma pertama kali tahu ketika saya melihat bahwa penyerahan dokumen hasil TWK dari BKN ke KPK dilakukan dengan seremonial yang hingar bingar, di situ saya curiga. Gak lazim, kaya perayaan dan itu bisa dilihat jejak digitalnya banyak.

Dan saya tanya kepada banyak kawan-kawan di sana, dan kita dapat informasi walaupun pimpinan KPK bikin gimik bahwa hasil TWK disimpan di lemari besi, disegel, dokumennya lengkap, hasilnya ada di dalam semua berapa dus. Kemudian dia simpan di situ, ternyata kan kami dapat informasinya, kami dapat dan kemudian kami tau ‘oh ternyata orang orangnya ini’, kami permasalahkan itu. 

Dan ketika dia buka, sama persis dengan apa yang beredar sebelumnya. Yang menarik, jika benar, apa salahnya hasil tes itu dibuka? Hasil tesnya diserahkan dengan seremonial, banyak dus-dus katanya lengkap sudah diserahkan. 

Begitu juga dengan MOU dan kontak BKN dengan KPK mengatakan semua hasil tes diserahkan kepada KPK dan kemudian itu tidak bergantung pada BKN. Itu penggunaannya diputuskan sendiri oleh KPK soal penggunaannya. 

Tapi ternyata BKN jadi menentukan nih, kan dia mendasari aturan apa? Pas kami tanyakan, KPK bilang ‘loh kami belum terima dokumennya’ terus yang diserahkan di dalam dua itu apa isinya? Apa kosong? Jadi pembohongannya banyak sekali. 

Ketika kami tanya juga ke BKN, BKN juga bilang ‘kami belum terima’, loh kalau belum terima kenapa BKN bisa bilang begitu? Jadi kebohongan dilakukan dengan terang, seperti hujan di tengah hari terik. Jadi bohongnya keterlaluan sekali, sangat bertolak belakang.

Akhirnya nama Novel Baswedan tercantum di daftar pegawai KPK yang dinonaktifkan, bagaimana responsnya?

[WANSUS] Novel Baswedan: Saya Telah Berjuang, Koruptor Lebih BerkuasaPegawai nonaktif KPK lakukan aksi protes di depan Gedung KPK pada Rabu (15//9/2021). (IDN Times/Aryodamar)

Saya menduga bahwa ketika saya masuk di situ, berarti ada operasi yang menggambarkan bahwa ada upaya penyingkiran. Saya paham di KPK risikonya tinggi. Koruptor itu orang yang memiliki kewenangan tinggi, punya finansial, punya jejaring kekuatan.

Sewaktu-waktu bisa menyerang, jangankan TWK, bunuh pun bisa. Bahkan menyerang juga gak pernah diproses kan? Jadi ketika seperti itu saya melihat ini sangat luar biasa.

Pertanyaannya, apa yang harus dilakukan? Saya paham secara hubungan kepegawaian, saya dan kawan-kawan hanya pegawai biasa yang tidak punya kewenangan dan posisi lemah sehingga kami gak bisa berbuat apa-apa kecuali memang semua mandatnya di tangan presiden. 

Dan ini kemudian menjadi hal yang menarik. Kedua, sebagai warga negara saya dan kawan-kawan punya hak untuk membela kepentingan negara dalam hal memberantas korupsi. Ketika kepentingan kami untuk berjuang ini dibajak dengan cara cara ilegal, matipulatif, menabrak hukum, terstruktur, dan konyol maka kami merasa wajib dilawan. 

Anda bisa bayangkan, ketika orang yang memberantas korupsi bisa dibeginikan, dan kemudian kita tidak bisa melawan, bagaimana proses pemberantasan korupsi ke depan? Ini masalah yang sangat serius. Karena kalau kami tidak melawan, saya sangat yakin ke depan tidak ada lagi, sudah banyak moral orang orang jatuh yang mau berjuang untuk memberantas korupsi dengan risiko tadi. 

Lebih suka orang masuk di zona nyaman, terima gaji, ngikut aja terserah apa, tapi kalau itu terjadi apa masa depan kita untuk bisa mendapatkan tujuan negara dapat tercapai, kepentingan masyarakat dapat terpenuhi? Kalau korupsinya di mana-mana dan dibiarkan.

Menjelang 9 hari berakhirnya tugas di KPK, apa yang anda rasakan?

Sekarang masanya kita melihat apakah pak Presiden terganggu dengan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang-orang di bawahnya, pejabat eksekutif yang berada di bawahnya. Kalau idealnya beliau terganggu, dan saya yakin beliau paham. 

Cuma saya tidak tahu apa informasi yang masuk ke pak Presiden. Tapi setelah saya pastikan bahwa rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM sudah diterima dan disampaikan ke bapak Presiden saya harap ada respons. 

Seandainya pun tidak, saya akan keluar dari gedung KPK dengan kepala tegak, saya akan tunjukkan kepada masyarakat bahwa saya telah berjuang, dan orang orang koruptor lebih berkuasa di negeri ini dan dia bisa berbuat semaunya, dan itu jadi bukti sejarah. 

Dan saya bisa buktikan bahwa kami orang yang tidak kompromi dengan kejahatan, kami orang yang berjuang semaksimal mungkin demi masyarakat. Dan saya berharap di kemudian hari banyak anak-anak muda yang meniru cara itu untuk betul betul memperjuangkan kepentingan negara dan masyarakat. 

Tidak membiarkan pejabat-pejabat korup berbuat semaunya sendiri, berbuat sewenang-wenang, ilegal, melawan hukum dan perbuatan tidak patut lainnya.

Baca Juga: [Wansus] Cerita YLBHI Dampingi 56 Pegawai KPK yang Dipecat karena TWK

Konfirmasi soal tawaran BUMN ke pegawai yang diberhentikan, apakah benar?

[WANSUS] Novel Baswedan: Saya Telah Berjuang, Koruptor Lebih BerkuasaMenteri BUMN Erick Thohir (kedua kiri) bersama Ketua KPK Firli Bahuri (kedua kanan), Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury (kiri) dan Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo (kanan) saat menghadiri perjanjian kerja sama Whistleblowing System (WBS) di gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/3/2021) (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Memang ada tawaran tapi bukan kepada saya, tapi pegawai lain. Itu disampaikan di grup kami, penawaran itu harus dilihat sebagai hal yang kita lihat dulu lah ketika yang menawari, pertanyaannya yang menyingkirkan itu siapa? Dia juga, melawan hukum, terus dia mestinya tahu bahwa kami di KPK untuk berjuang. 

Faktanya kami diserang bolak-balik oleh koruptor, koruptor serang balik, dia gak pernah bantuin tuh. Emang pak Alex pernah bantuin? Gak pernah. Selama ini dia pasif, pimpinan yang lain juga pasif. Kami gak minta bantuan pada mereka, kami hanya ingin menunjukkan bahwa memberantas korupsi harus sungguh-sungguh. 

Ketika kami yang mau berjuang dianggap orang yang mencari pekerjaan, dan kemudian mereka mengajari kami untuk nepotisme dengan cara kita tahu ya BUMN kan ada proses, BUMN bukan tempat pembuangan, itu penghinaan terhdap lembaga dan karyawan BUMN. 

Sikap itu saya pikir kami harus merasa terhina dengan situasi itu. Karena kami bukan dalam posisi orang yang sedang salah atau kekuarangan sesuatu kemudian mengemis kepada yang bersangkutan untuk diupayakan supaya bisa mendapatkan pekerjaan BUMN itu. 

Bukan itu, kami beberapa sudah punya pekerjaan sebelumnya, bahkan beberapa punya penghasilan lebih tinggi dari KPK. Mereka memilih KPK untuk berjuang tapi dikerjai sama orang yang memilih jalan melawan hukum tadi.

Saya pernah diajak ngomong sama pak Firli untuk ‘jangan nyerang-nyerang saya lah, ayo kerja sama’. Saya bilang, saya tidak ingin kerja sama untuk hal yang tidak baik'. Itu Desember dia ngomong begitu. Tapi kemudian saya bilang ‘kalau berbuat baik saya pasti bantu, dengan senang hati tanpa disuruh, tapi kalau diajak tidak bener saya tidak mau lah’ begitu kurang lebih.

Setelah angkat kaki dari KPK, Novel Baswedan mau ke mana?

Saya belum tahu, belum ada. Jangankan istri atau ibu saya, yang memberikan support. Anak saya pun bisa bicara ‘abi, terhadap kejahatan jangan mundur. Lawan dan berdiri tegak, apa pun risikonya tidak masalah’. Anak saya pun bisa bicara seperti itu, anak saya umur 17 tahun. 

Jadi saya pikir, ini bagi saya pendidikan diri saya untuk keluarga saya, bahwa untuk memperjuangkan kebenaran, membela kepentingan negara, risikonya banyak tapi tidak mendapatkan kerugian atas itu. 

Kita bisa lihat pahlawan nasional banyak dipenjara oleh rezim sendiri, oleh negara sendiri walaupun dia sudah berjuang habis-habisan, banyak diperlakukan tidak baik. Banyak yang hidup bersahaja saja, tapi bersahaja adalah kemewahan dan itu adalah hal yang luar biasa. 

Kita lihat tokoh-tokoh pahlawan itu tidak ada anaknya yang rusak, yang ada anaknya jadi orang-orang yang hebat. Jadi jalan perjuangan adalah pilihan terbaik. 

Kalau pun saya dikeluarkan, saya akan ingin aktif dalam kegiatan yang berkontribusi untuk kepentingan masyarakat. Terutama upaya pemberantasan korupsi. Selebihnya, tentu saya akan mencari pekerjaan sebagai kepala keluarga untuk memberikan nafkah terhadap keluarga saya. 

Jika berkesempatan bertemu Presiden, apa yang akan disampaikan?

[WANSUS] Novel Baswedan: Saya Telah Berjuang, Koruptor Lebih BerkuasaNovel Baswedan Hadiri Aksi Protes di depan Gedung KPK pada Rabu (15/9/2021). (IDN Times/Aryodamar)

Saya tidak terlalu yakin pak Presiden akan lepas tangan kasus ini, tapi saya kalau bertemu pak Presiden saya ingin katakan ‘Pak presiden, memberantas korupsi itu hal yang sangat mendasar, tidak mungkin ada kebijakan presiden bisa berjalan efektif kalau korupsi terjadi di mana-mana’. 

Dan tentunya saya berharap, pak Presiden mau menjadikan prioritas memberantas korupsi terutama di sektor penegak hukum. Karena dengan begitu, saya berkeinginan, program bapak Presiden bisa berjalan baik, kemudian ada kemajuan dan menguntungkan kepentingan negara, masyarakat dan kepentingan beliau sendiri sebagai kepala negara. 

Apa pesan terakhir sebelum purna tugas sebagai penyidik KPK?

[WANSUS] Novel Baswedan: Saya Telah Berjuang, Koruptor Lebih BerkuasaPegawai nonaktif KPK lakukan aksi protes di depan Gedung KPK pada Rabu (15//9/2021). (IDN Times/Aryodamar)

Memberantas korupsi adalah kepentingan yang sangat mulia. Kepentingan mendasar, dan itu perjuangan yang sangat patut untuk diperjuangkan. Pemberantasan korupsi harus didukung sungguh-sungguh. Tentunya, tidak berarti KPK didukung saat berbuat apa pun, tapi kritik dan perhatian harus diberikan sungguh-sungguh. 

Ketika pimpinan KPK benar-benar ingin merusak upaya pemberantasan korupsi, maka kita harus catat itu sebagai kejahatan dan kita upayakan itu dikejar agar yang bersangkutan tidak berbuat yang lebih jauh lagi. Semoga saja beliau taubat dan memilih jalan yang baik sehingga kepentingan memberantas korupsi terselamatkan dan harapan masyarakat terhadap pemberantasan korupsi tetap ada dan menyala, itu sangat penting.

Baca Juga: [WANSUS] Nyeseknya Pegawai KPK Dipecat Melihat Perubahan

Apa kasus terakhir yang sedang dikerjakan dan terancam menguap begitu saja?

Kasus mafia hukum, KKP belum selesai, E-KTP belum. Gak ada pilihan, tanggung jawab ada di pimpinan, saya juga heran sejak Mei tidak boleh kerja, padahal tetap terima gaji. 

Topik:

  • Sunariyah
  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya