BNPB Beri Respons Terkait Wacana Pendidikan Kebencanaan

BNPB: pendidikan kebencanaan jangan jadi mapel baru

Jakarta, IDN Times - Menyambut tahun baru 2019, Indonesia masih juga dihantam berbagai macam bencana. Setelah tsunami menghantam pesisir di sekitar Selat Sunda pada 22 Desember 2018, pada 31 Desember 2018, bencana longsor menimpa Dusun Garehong, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.

Dihantam bencana beruntun, membuat wacana ada pendidikan kebencanaan mencuat. Sebagai negara yang berada di sekitar ring of fire dan garis pantai yang panjang, bencana alam tampak menjadi kawan karib bagi negara Indonesia. Wacana pendidikan bencana sendiri rencananya akan disiapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Berbicara di sesi konferensi pers terkait update bencana tsunami dan longsor pada Rabu (2/1) siang ini, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, menjelaskan sikap BNPB terkait pendidikan bencana.

1. Menjadikan geografi sebagai mata pelajaran wajib di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)

BNPB Beri Respons Terkait Wacana Pendidikan KebencanaanIDN Times/Isidorus Rio Turangga

BNPB menganjurkan bahwa mata pelajaran (mapel) geografi menjadi sesuatu yang diwajibkan dari tingkat sekolah dasar. Hal ini penting agar sedari pendidikan level pertama, siswa sudah paham tentang apa itu mapel geografi.

"BNPB berharap agar geografi bisa dijadikan mapel wajib di SD dan SMP dan dimasukkan ke mapel Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Sementara untuk jenjang SMA, kami berharap geografi dijadikan mapel wajib untuk semua jurusan (IPA, IPS, bahkan Bahasa). Saya sendiri kebetulan S1-nya geografi, jadi itu membantu saya bekerja terkait bencana ini," ujar Sutopo di Kantor Graha BNPB, Jakarta.

Baca Juga: Waduh! BNPB Prediksi Ada 2500 Bencana Alam Sepanjang 2019

2. Pendidikan kebencanaan tidak perlu jadi mapel baru

BNPB Beri Respons Terkait Wacana Pendidikan KebencanaanIDN Times/Isidorus Rio Turangga

Poin kedua, BNPB juga menegaskan bahwa pendidikan kebencanaan tak perlu jadi mapel baru. Menurut Sutopo sendiri, anak sekolah di zaman ini sudah terlalu banyak mata pelajaran yang harus dipelajari dan itu sudah sangat memberatkan mereka. "BNPB menyarankan kepada pihak terkait agar pendidikan kebencanaan tidak perlu dijadikan mapel baru. Anak sekolah sekarang mapel-nya sudah banyak. Coba kalian lihat, itu anak SD isi tasnya lebih banyak dari isi tas mahasiwa, kan," ujar Sutopo.

3. Kemendikbud tak sebaiknya memasukkan pendidikan kebencanaan di kurikulum mapel PPKn

BNPB Beri Respons Terkait Wacana Pendidikan KebencanaanIDN Times/Isidorus Rio Turangga

Pada beberapa berita terdahulu, Kemendikbud disebut akan mengintegrasikan materi pendidikan kebencanaan ke dalam kurikulum Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Hal ini sendiri dianjurkan oleh BPNB agar tidak dilakukan. "Kami dari BNPB tidak menganjurkan agar pendidikan kebencanaan dimasukkan ke dalam kurikulum PPKn. Di PPKn, mereka kan sudah diajarkan bela negara, pengamalan Pancasila, nanti takutnya jadi tidak fokus. Jadi, sebaiknya tidak dimasukkan ke PPKn," tegas Sutopo.

4. Pendidikan bencana jadi muatan lokal (mulok) atau ekstrakurikuler

BNPB Beri Respons Terkait Wacana Pendidikan KebencanaanIDN Times/Isidorus Rio Turangga

Selain menganjurkan geografi diajarkan di semua jenjang pendidikan, BNPB menyarankan pendidikan kebencanaan dimasukkan dalam kurikulum untuk muatan lokal (mulok) atau kegiatan ekstrakurikuler di luar jam belajar di kelas. "Dijadikan muatan lokal atau ekskul agar siswa nantinya bisa tahu apa yang akan dilakukan ketika terjadi bencana. Ya istilahnya sederhananya, pendidikan mitigasi tahap awal, lah," ujar Sutopo.

5. Buat kurikulum pendidikan kebencanaan yang kreatif

BNPB Beri Respons Terkait Wacana Pendidikan KebencanaanIDN Times/Isidorus Rio Turangga

Poin terakhir yang perlu jadi perhatian adalah perlunya pembuat kebijakan terkait kurikulum pendidikan agar memerhatikan bagaimana kurikulum pendidikan kebencanaan ini nantinya jadi kreatif dan menyenangkan. Hal itu agar siswa tidak hanya memahami secara teoritis belaka, namun juga mampu menerapkannya di lapangan kelak.

"Kalau memang mau dimasukkan ke kurikulum pendidikan, kami menyarankan agar pendidikan kebencanaan dibuat se-kreatif mungkin. Kalau perlu, kegiatan lapangan, semacam sekolah yang berwawasan lingkungan dan bencana. Kalau diajarkan secara teoritis saja, nanti siswa panik, pas ada bencana, mereka gak tahu harus ke mana dan bagaimana, jadi itu perlu jadi perhatian pembuat kurikulum," tutup Sutopo.

Baca Juga: Doni Monardo Jadi Kepala BNPB, Segera Dilantik oleh Presiden Jokowi

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya