Bioskop di Tengah Pandemik, Tertinggal atau Ditinggalkan?

Karena pandemik bioskop merugi, terancam tutup permanen

Jakarta, IDN Times - Bioskop tak seramai dulu, bahkan bisa disebut sunyi. Begitu kira-kira penampakan yang digambarkan Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI), Djonny Syafruddin.

Dia menceritakan, sebelum pandemik COVID-19 terjadi dan pembatasan dilakukan, setiap harinya kursi-kursi di setiap ruangan nyaris penuh atau hampir 100 persen. Dalam sehari, bisnis bioskop dapat meraup keuntungan antara Rp15 juta hingga Rp30 juta.

Gemerlap cuan itu seakan lenyap begitu saja. Bioskop sempat dilarang beroperasi di awal masa pandemik. Bahkan setelah ada pelonggaran, Djonny mengaku bioskop sudah tak seterang dulu.

"Jauhlah menurun, sampai sekarang terisi paling banyak cuma 15 persen," kata Djonny kepada IDN Times, Selasa (9/2/2021).

Ia mengakui keuntungan harian bioskop kini hanya tinggal Rp1,5 juta. Itu menurutnya sudah sangat berat untuk didapatkan. Nominal pendapatan itu pun tidak bisa menutup pengeluaran operasional bioskop, misalnya saja listrik yang bisa mencapai Rp70 juta per bulan.

"Sebesar 60 persen itu biaya operasional di listrik. Penonton mau penuh atau cuma lima orang, listrik tetap aja segitu bayarnya," kata dia.

Baca Juga: PPKM Mikro: Anies Izinkan Bioskop Diisi 50 Persen, Film Terakhir 19.30

1. Sensasi menonton jadi daya tarik bioskop

Bioskop di Tengah Pandemik, Tertinggal atau Ditinggalkan?Ilustrasi Film di Bioskop (IDN Times/Besse Fadhilah)

Bioskop sebelum pandemik COVID-19 menjadi salah satu alternatif hiburan bagi para millennials, terutama di daerah Jabodetabek. Dihubungi secara terpisah, Kelik Wahyu warga Depok, Riana Mayangsari warga Tangerang Selatan, dan Dinda warga Jakarta, mengaku rata-rata dua kali dalam sebulan ke bioskop sebelum ada pandemik.

"Kurang lebih sebulan satu sampai dua kali, tergantung film yang ditanyangin," ungkap Mayang kepada IDN Times.

Ketiga millennials itu mengaku senang menonton di bioskop karena sensasi yang ditawarkan. Misalnya layar besar dan sound system yang menggelegar.

"Puas saat melihat film dengan layar dan sound yang nyata," tutur Kelik.

Namun, sejak pandemik COVID-19 terjadi, ketiganya mengaku belum pernah lagi menginjakkan kaki di bioskop. Ketakutan akan penyebaran virus corona menjadi alasan utama.

"Pas bioskop mulai dibuka, itu gue udah mau nonton di bioskop. Tapi kok karena udah kelamaan gak nonton di bioskop, dari Maret 2020, kayak sayang banget ngeluarin uang Rp50 ribu buat nonton dua jam atau satu jam 45 menit doang," ujar Dinda.

2. Bioskop terancam tutup permanen

Bioskop di Tengah Pandemik, Tertinggal atau Ditinggalkan?Penonton menyaksikan pemutaran film saat simulasi pembukaan tempat hiburan bioskop New Star Cineplex di Ciamis Mall (Ci Mall), Ciamis, Jawa Barat, Rabu (2/12/2020) (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)

Beragam upaya, kata Djonny, sudah dilakukan para pengelola bioskop. Mulai dari kampanye di media sosial hingga terjun ke setiap lantai mal untuk jemput bola penonton. Tapi itu semua tidak begitu signifikan dampaknya.

Ia menjelaskan, setidaknya terdapat dua faktor yang membuat bioskop meredup. Pertama terkait dengan suplai film yang belum lancar karena produksinya juga terbatas.

"Yang kedua, itu ahli epidemiologi itu kadang-kadang lebay juga, nakut-nakutin. Padahal sudah tiga sampai empat bulan kita buka ini, alhamdulillah klaster satu pun gak ada," kata Djonny.

Sepinya penonton bioskop pun membuat pengelola merugi, bahkan bisa hingga Rp150 juta per bulan. Sebab, ia mengatakan, untuk biaya listrik saja setidaknya uang Rp70 juta dirogoh dari kantong.

Djonny pun berharap pemerintah pusat maupun daerah memberikan solusi dan stimulan untuk industri bioskop. Sebab, bukan tidak mungkin industri bioskop bisa tutup permanen.

"Ini saya kasih tahu, ini udah lampu kuning ini, bentar lagi lampu merah, bisa permanen tutup. Kalau sampai akhir tahun masih begini terus, permanen tutup," tegasnya.

3. Jaminan keamanan dari COVID-19 saat menonton di bioskop

Bioskop di Tengah Pandemik, Tertinggal atau Ditinggalkan?Bioskop di Jakarta mulai dibuka pada Rabu (21/10/2929) (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Sementara itu, Kelik dan Mayang sependapat bahwa jaminan keamanan agar tak tertular virus corona bisa menjadi pendorong mereka kembali menonton di bioskop. Terlebih, saat ini peningkatan kasus COVID-19 masih terus terjadi.

Kelik mengatakan, hal yang bisa membuatnya merasa aman menonton di bioskop saat pandemik di antaranya jarak yang lebar antarpenonton, pemakaian masker dan faceshield, dan sirkulasi ruangan yang baik.

"Kalau pandemik ditanganin dengan benar dan protokol kesehatannya benar-benar jalan, dan masyarakatnya tertib sama protokol kesehatan, baru deh ngerasa aman nonton lagi di bioskop," tutur Mayang terpisah.

Namun, Dinda berpendapat lain. Ia mengaku sebelum pandemik COVID-19 benar-benar hilang, dirinya tidak akan menonton di bioskop. Sebab, ia masih takut untuk pergi ke keramaian.

"Selama pandemik masih ada di dunia ini, gue belum nyaman ke tempat yang rame-rame apalagi dalam waktu lama," ucapnya.

Terkait protokol kesehatan, Djonny mengungkapkan, selama ini para pengelola telah menerapkan sesuai yang diinstruksikan pemerintah. Mulai dari disinfeksi ruangan secara rutin, pengecekan suhu tubuh calon penonton, kursi penonton diberi jarak, penyemprotan disinfektan ke penonton sebelum dan sesudah menonton, hingga sirkulasi udara di dalam ruangan.

"Sudah dari delapan bulan protokol kesehatan kita terapkan, sudah ditinjau menteri segala macam," kata Djonny.

"Jadi sudah kita atur sedemikian rupa sesuai petunjuk dari pemerintah," tegasnya.

4. Epidemiolog nilai bioskop di suatu wilayah aman dibuka jika memenuhi kriteria ini

Bioskop di Tengah Pandemik, Tertinggal atau Ditinggalkan?Ilustrasi. Bioskop Empire XXI di Jalan Urip Sumoharjo, Gondokusuman, Kota Yogyakarta, mulai beroperasi pada Senin (26/10/2020). IDN Times/Tunggul Damarjati

Pemerintah kini menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro, mulai tanggal 9 hingga 22 Februari 2021. Di DKI Jakarta khususnya, operasional bioskop diperlonggar, kapasitas mencapai 50 persen dan jam penayangan film terakhir pukul 19.30 WIB.

Namun menurut epidemiolog Universitas Griffth, Australia, Dicky Budiman, seharusnya pembukaan bioskop dilakukan per kota/kabupaten. Tentunya, dengan beberapa kriteria yang harus dipenuhi.

"Untuk aktivitas atau pembukaan bioskop ini akan sangat baik bila dilakukan pada kondisi tes positivity rate itu sudah lima persen dalam dua minggu berturut-turut. Kalau pun tidak, moderat, di bawah delapan persen," kata Dicky kepada IDN Times.

Kriteria lain bagi wilayah yang ingin membuka bioskop yakni tidak ada peningkatan kasus COVID-19 yang dirawat di rumah sakit. Kemudian, kata Dicky, tidak ada kasus kematian akibat virus corona setidaknya selama dua minggu berturut.

Selanjutnya, pengelola bioskop juga harus memastikan setiap penonton memiliki ruang dua meter persegi, sehingga ada jarak antarpenonton.

"Kemudian yang menonton ya dari wilayah itu. Jadi misalnya di Kota Bogor, yang nonton ya dari Kota Kogor, Kota Jakarta Selatan ya (warga) Kota Jakarta Selatan yang nonton itu," kata dia.

Pemetaan itu menurutnya bisa dilakukan jika pemesanan tiket secara online. Selain itu, dalam pemesanan tiket online, pengelola juga harus melakukan penyaringan dengan sejumlah pertanyaaan. Misalnya, suhu dan ada tidaknya gejala di hari saat akan menonton hingga ada tidak keluarga atau teman dekat yang sedang terinfeksi COVID-19.

Pada saat kedatangan, penonton juga wajib diperiksa dan didata. Hal itu menurut Dicky untuk mempermudah tracing jika terdeteksi ada yang terkena COVID-19. Selain penonton, pengelola juga wajib mendata dan memeriksa karyawan bioskop setiap hari.

"Semua harus pakai masker, wajib. Bahkan kalau karyawan pakai faceshield dan masker," ujarnya.

Pengaturan sirkulasi udara juga harus diperhatikan para pengelola bioskop. Serta, Dicky menambahkan, pengelola harus mengatur masuk dan keluar penonton antarruangan agar tidak terjadi kerumunan di lorong bioskop.

5. Kehadiran aplikasi menonton di gadget

Bioskop di Tengah Pandemik, Tertinggal atau Ditinggalkan?Ilustrasi Netflix (IDN Times/Lia Hutasoit)

Aplikasi menonton di gadget yang saat ini mulai menjamur diakui Kelik, Mayang, dan Dinda bisa menjadi alternatif untuk melampiaskan hasrat menonton film. Seperti Kelik yang mempunyai aplikasi Netflix dan Viu, Mayang dengan Netflix dan Viu, serta Dinda dengan Netflix.

Meski memiliki dua aplikasi menonton dengan beragam pilihan film, Mayang mengakui hal itu tak bisa menggantikan bioskop. Sebab, ada sensasi bioskop yang tak bisa didapatkan saat menonton di aplikasi.

"Walaupun film-filmnya banyak (di aplikasi), tapi beda aja nonton dari HP sama nonton di bioskop," kata Mayang.

Sedangkan, Kelik dan Dinda senada, nonton di aplikasi bisa memenuhi keinginan menonton mereka. Terlebih, Kelik mengatakan, dengan biaya serupa dengan satu tiket bioskop, di aplikasi sudah bisa menonton selama satu bulan dengan banyak pilihan film.

"Sekarang lebih nyaman di Netflix aja daripada ke bioskop. Lebih murah dan nyaman di rumah. Ini efek kebanyakan di rumah juga sih, jadi apa-apa maunya di rumah," ungkap Dinda.

Dikutip dari Media Partners Asia, 19 Januari 2021, jumlah pengguna aplikasi menonton hingga pertengahan Januari 2021 telah ada sebanyak tujuh juta orang. Tercatat terjadi peningkatan sebesar 3,6 juta pelanggan baru antara 5 September 2020 hingga 6 Januari 2021.

Data tersebut diperoleh dari penelitian yang diterbitkan AMPD Research (AMPD). Adapun aplikasi menonton yang saat ini memimpin adalah Disney+ Hotstar dengan 2,5 juta pelanggan. Selanjutnya diikuti Viu dengan 1,5 juta pelanggan, Vidio dengan 1,1 juta pelanggan, dan Netflix dengan 850 ribu pelanggan.

Terkait tren tersebut, Djonny tak merasa aplikasi menonton merupakan saingan bioskop. Ia menilai segmen penonton bioskop dan penonton di aplikasi berbeda.

"Sekarang kan zaman sudah terbuka, penduduknya hampir 300 juta kita. Sudah bagi masing-masing, sudah ada segmen masing-masing. Beda pasti, kalau mau serius nonton pasti ke bioskop," tegas Djonny.

Baca Juga: Zona Oranye COVID-19, Bupati Tangerang Izinkan Bioskop Beroperasi

Bioskop di Tengah Pandemik, Tertinggal atau Ditinggalkan?Bioskop di tengah pandemik COVID-19. (IDN Times/Muhammad Rahmat Arief)

Topik:

  • Sunariyah
  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya