Deras Pompa Air Tanah Jadi Ancaman Tenggelamnya Jakarta

NASA sebut Jakarta berpotensi tenggelam

Jakarta, IDN Times - Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) belum lama ini merilis sebuah artikel tentang potensi tenggelamnya wilayah DKI Jakarta. Banjir di Ibu Kota Indonesia menjadi indikatornya.

Bukan hanya masalah meningkatnya suhu global dan pencairan es, daratan Jakarta juga terancam ambles, karena pengambilan air tanah yang masif. NASA juga melampirkan perbandingan foto satelit Jakarta pada 1990 dengan 2020.

"Dalam beberapa dekade terakhir, masalah banjir semakin memburuk, sebagian didorong oleh pemompaan air tanah secara luas yang menyebabkan tanah tenggelam, atau surut, dengan kecepatan tinggi. Menurut beberapa perkiraan, sebanyak 40 persen kota sekarang berada di bawah permukaan laut," kata penulis dari NASA, Adam Voiland.

Pengambilan air tanah yang masif di Jakarta juga diakui Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta sebagai pemicu penurunan tanah. Terutama, menurut Direktur Walhi DKI Tubagus Soleh Ahmadi, pengambilan air tanah untuk keperluan industri.

"Kalau kita lihat peta banjir, itu sudah sangat mudah kita temukan di mana yang sumber dari BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), (banjir parah) itu berada di wilayah-wilayah yang pengambilan air tanahnya sangat tinggi," kata Tubagus saat dihubungi IDN Times, Senin (26/7/2021).

"Wilayah-wilayah yang amblesan tanah itu adalah wilayah yang di sekitarnya industri yang tekanannya tinggi," imbuhnya.

Baca Juga: NOSTALGIA JAKARTA: 6 Nama yang Pernah Dipakai Sebelum Jakarta

1. Tiga penyebab Jakarta tenggelam menurut Walhi

Deras Pompa Air Tanah Jadi Ancaman Tenggelamnya JakartaFoto aerial pemukiman di kawasan Jalan Sudirman, Jakarta, Minggu (11/10/2020) (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Tubagus menjabarkan sudah ada banyak kajian yang dilakukan sejumlah lembaga terkait potensi Jakarta tenggelam. Menurutnya, ada tiga penyebab utama.

Pertama, kata Tubagus, fenomena permukaan tanah yang menurun atau ambles. Kedua, adanya perubahan iklim global.

"Yang ketiga penyebab Jakarta tenggelam, itu didukung oleh laju kerusakan lingkungan hidup," tegas dia.

Terkait permukaan ambles, kata Tubagus, pengambilan air tanah yang masif memang berdampak signifikan. Kondisi itu diperburuk dengan luasan ruang terbuka hijau yang semakin minim karena pembangunan gedung.

"Kalau dampaknya signifikan, kalau persennya kita belum tahu," ujarnya.

2. BPPT sebut penurunan tanah Jakarta mencapai 6 cm per tahun

Deras Pompa Air Tanah Jadi Ancaman Tenggelamnya JakartaIDN Times/Gregorius Aryodamar P

Benar saja, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan, penurunan tanah merupakan permasalahan di DKI Jakarta. Terdapat empat faktor penurunan tanah di Ibu Kota.

Pertama akibat ekstraksi air tanah, kedua akibat beban konstruksi, ketiga akibat konsolidasi alami tanah aluvium, dan keempat penurunan tanah tektonik. Hal tersebut diungkapkan Peneliti Kebencanaan Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB) BPPT, Joko Widodo, dalam siaran pers di laman bppt.go.id pada 7 April 2021.

Joko menyebutkan, sejak Maret hingga 22 Oktober 2019, laju maksimal penurunan tanah di Jakarta mencapai 6 cm per tahun. Tim Indonesian Network for Disaster Information (INDI) 4.0 BPPT melakukan analisis menggunakan metode Interferometric Synthetic Aperture Radar (InSAR), berdasarkan data satelit Radar Sentinel 1A.

“Teknologi InSAR adalah salah satu pilihan teknologi yang tepat untuk memantau kondisi ini, di mana INDI BPPT telah mengaplikasikan selama ini," kata dia.

3. Belum semua industri maupun bisnis pakai PAM

Deras Pompa Air Tanah Jadi Ancaman Tenggelamnya JakartaIlustrasi Banjir. (IDN Times/Mardya Shakti)

Di DKI Jakarta, terdapat dua perusahaan di bawah PAM Jaya yang menyediakan kebutuhan air bersih. Keduanya adalah PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) untuk Jakarta bagian barat dan PT Aetra Air Jakarta untuk Jakarta bagian timur.

Humas PT Palyja, Ilham, mengungkapkan hingga akhir 2020 pihaknya mencatat baru terdapat 407.774 pelanggan yang tersaluri air bersih dari mereka.

"Untuk data pengguna PAM wilayah pelayanan Palyja di Jakarta. Data terakhir kami ada di fact sheet 2020," kata Ilham kepada IDN Times, Senin (26/7/2021).

Adapun, rincian 407.774 pelanggan Palyja pada 2020 sebagai berikut:

- Kelompok sosial: 2.724 pelanggan
- Kelompok rumah tangga hingga usaha menengah: 360.884 pelanggan.
- Kelompok usaha skala besar: 44.166 pelanggan.

Sementara, PT Aetra Air Jakarta mencatat jumlah pengguna air PAM di Jakarta bagian timur ada 484.939 pelanggan. Data tersebut diperbarui per Juni 2021.

"Detailnya, untuk reguler, rumahan atau domestik sebanyak 478.526 sambungan. Dan industri sebanyak 6.413 sambungan," kata Corporate Communication Manager PT Aetra, Astriena Veracia, kepada IDN Times secara terpisah, Senin (26/7/2021).

Meski begitu, penggunaan air tanah di DKI Jakarta masih tinggi. Berdasarkan data statistik.jakarta.go.id, pada Januari-September 2019, penggunaan air tanah di Jakarta mencapai 6.693.949 meter kubik (satu meter kubik sekitar 1.000 liter).

Air tanah tersebut bukan hanya untuk kepentingan rumah tangga penduduk, namun ada pula perkantoran hingga industri.

4. Walhi desak pelarangan penggunaan air tanah untuk industri

Deras Pompa Air Tanah Jadi Ancaman Tenggelamnya JakartaIlustrasi Kota Jakarta (IDN Times/Sunariyah)

Walhi DKI Jakarta menilai pemanfaatan air tanah untuk kepentingan industri atau bisnis, berpengaruh signifikan terhadap penurunan tanah Ibu Kota. Jika dibandingkan dengan pemanfaatan air tanah untuk rumah tangga.

Namun sayangnya, kata Tubagus, praktik pengambilan air tanah untuk industri maupun bisnis tersebut masih diperbolehkan pemerintah.

"Kalau (sumur) masyarakat itu tidak signifikan, pusat perbelanjaan, hotel, perkantoran, dia kan sangat besar, masih diberikan izin untuk pengambilan air tanah," ujarnya.

Tubagus mengatakan Pemprov DKI Jakarta belum tegas melarang penggunaan air tanah untuk industri maupun bisnis.

"Aturan secara langsung gak ada, itu masih dibolehkan. Aturan yang tidak langsung misalnya, untuk mereka wajib membuat sumur resapan, itu ada," kata dia.

"Kepentingan pengambilan air tanah, untuk bisnis ya, ini harusnya dihentikan atau dilarang oleh pemerintah," tegas Tubagus.

Baca Juga: Ini Titah Luhut untuk Penanganan Banjir di Jakarta 

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya