NOSTALGIA JAKARTA: Cerita Monumen dan Patung Gagah di Ibu Kota

Simak kisah terkait Patung Pancoran hingga Tugu Tani

Jakarta, IDN Times - Pernah berkeliling Jakarta? Kalau iya, pasti pernah melihat banyak monumen dan patung besar berdiri gagah di Ibu Kota Indonesia ini.

Monumen dan patung berumur puluhan tahun ini memiliki kisah masing-masing. Kali ini, IDN Times membedah kisah lima monumen dan patung yang berada di Jakarta bersama sejarawan JJ Rizal.

Menurut JJ Rizal, keberadaan sejumlah monumen dan patung di Ibu Kota Jakarta tidak semata hanya sebagai penghias. Namun juga untuk mengubah citra kota yang dulu dikenal sebagai Batavia.

"Fungsinya bukan hanya memperindah kota, mempercantik kota, tapi juga penanda perubahan tata ruang, dari tata ruang kolonial ke nasional," ucap JJ Rizal.

Lalu, bagaimana kisah dan makna yang ada pada monumen dan patung di Jakarta? Berikut ulasannya.

1. Patung Dirgantara atau Patung Pancoran

NOSTALGIA JAKARTA: Cerita Monumen dan Patung Gagah di Ibu KotaIlustrasi (IDN Times/Sunariyah)

Patung Dirgantara terletak di Pancoran, Jakarta Selatan. JJ Rizal mengungkapkan patung yang lebih sering disebut patung Pancoran ini diinisiasi Presiden Pertama Indonesia Sukarno.

Pembuatan patung ini dimulai pada tahun 1964 dan ditargetkan selesai tahun 1965. Perancangnya adalah Edhi Sunarso.

"Patung ini menyimbolkan semangat kedirgantaraan di Indonesia dan Bung Karno membayangkan bahwa kita ingin terbang melesat begitu," ujarnya.

Hal yang menarik dari pembangunan Patung Dirgantara ialah sebagian pembiayaan berasal dari kantong pribadi Soekarno. Bahkan, sampai menjual mobil pribadinya.

Hanya saja ironinya, Sukarno hanya melihat Patung Dirgantara sebanyak dua kali. Sebab penyelesaian pembangunannya melenceng dari target.

"(Tetapi) Bung Karno hanya dua kali melihat patung ini, dan ketika patung ini akan selesai, dia melihat sudah sebagai jenazah lewat di bawah patung ini (tahun 1970)," ungkap JJ Rizal.

Baca Juga: NOSTALGIA JAKARTA: 6 Nama yang Pernah Dipakai Sebelum Jakarta

2. Monumen Pahlawan atau Patung Tugu Tani

NOSTALGIA JAKARTA: Cerita Monumen dan Patung Gagah di Ibu KotaMonumen di Tugu Tani, Menteng, Jakarta Pusat menjadi sasaran vandalisme massa demonstrasi menolak UU Cipta Kerja (IDN Times/Aryodamar)

Sama seperti Patung Dirgantara, Monumen Pahlawan juga diinisiasi oleh Sukarno. Monumen Pahlawan yang saat ini lebih dikenal sebagai Patung Tugu Tani terletak di Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat.

JJ Rizal menyebut Patung Tugu Tani ini dibuat untuk menggambarkan kemerdekaan Indonesia tak hanya karena jasa para elite. Namun, berkat jasa rakyat kecil juga.

Selain itu, letak monumen yang berada di Menteng ini pun memiliki arti. Sukarno ingin menenggelamkan stigma Menteng sebagai kawasan koloni kulit putih.

"Bung Karno ingin mengubah tata ruangnya agar kota Menteng ini tenggelam sebagai kota kulit putih atau elite, dicegat dulu sama dia di daerah sekitar, Gondangdia itu sebelum masuk ke Menteng," ujar JJ Rizal.

"Jadi dia mengubah struktur kolonial itu menjadi struktur nasional dengan mengedepankan tokoh petani," imbuhnya.

Patung Tugu Tani dibuat sekitar tahun 1964. Pembuatnya ialah dua pematung asal Rusia, Matvey Manizer dan Ossip Manizer.

3. Monumen Selamat Datang

NOSTALGIA JAKARTA: Cerita Monumen dan Patung Gagah di Ibu KotaPatung Selamat Datang di Jakarta (Pixabay/Panjiartista)

Patung atau Monumen Selamat Datang yang berada di Kawasan Bundaran Hotel Indonesia memang sangat ikonik dengan Jakarta. Sukarno mencetuskan ide pembuatan monumen ini pada tahun 1959,

"Idenya mulai tahun 1959, karena ingin menyambut Asian Games ya. Bung Karno membayangkan ada patung yang akan menyambut kedatangan para peserta Asian Games (1962)," ungkap JJ Rizal.

Dalam pembuatan patung ini, Sukarno meminta bantuan seniman Henk Ngantung, yang pada 1964-1965 menjadi Gubernur DKI, dan Edhi Sunarso.

Patung laki-laki dan perempuan ini memang dibuat seperti membuka tangan. Maknanya, Indonesia dengan tangan terbuka menyambut semua negara, termasuk yang juga baru merdeka.

"Ingin memperlihatkan bahwa Jakarta adalah ibu kota dari New Emerging Forces atau negara kekuatan baru yang tidak mau memihak blok Soviet atau blok Amerika," ucapnya.

4. Patung Arjuna Wijaya atau Patung Kuda

NOSTALGIA JAKARTA: Cerita Monumen dan Patung Gagah di Ibu KotaPeserta aksi unjuk rasa mengibarkan Bendera Merah Putih di atas patung Patung Kuda Arjuna Wiwaha saat aksi unjuk rasa tolak UU Omnibus Law, di kawasan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (20/10/2020) (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Berbeda dari tiga patung sebelumnya, Patung Arjuna Wijaya ini dibuat pada masa pemerintahan Presiden Kedua RI Suharto. Patung yang berada di Jalan Medan Merdeka Barat ini dibuat seniman asal Bali, Nyomana Nuarta.

Pengerjaan Patung Arjuna Wijaya atau sekarang dikenal Patung Kuda ini dilakukan pada tahun 1987.

Patung yang kini dikenal sebagai Patung Kuda ini ingin menggambarkan Batara Kresna mengantarkan Arjuna ke pertempuran. JJ Rizal mengatakan patung ini dibuat juga untuk menunjukkan Indonesia merupakan negara hukum, bukan negara kekuasaan.

"Tapi sebenarnya dalam kenyataannya patung itu bertolak belakang, karena pada tahun 1987 puncak Orde Baru itu menjadi negara kekuasaan, bukan menjadi negara hukum, negara yang sangat otoriter," ucapnya.

5. Tugu Proklamasi

NOSTALGIA JAKARTA: Cerita Monumen dan Patung Gagah di Ibu KotaIDN Times/Irfan Fathurohman

Di era Orde Baru, Suharto juga membuat Tugu Proklamasi yang terdapat patung sosok Sukarno dan Moh Hatta. Monumen ini diresmikan sekitar tahun 1980.

Tugu Proklamasi ini menggambarkan kembalinya Orde Baru menghargai jasa Sukarno dalam kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi, agar tidak menjadi sosok tunggal, dibuatlah patung Moh Hatta di samping patung Sukarno.

"Nah menariknya adalah Orde Baru mengubah ruang yang sangat penting, yang sebenarnya tempat dibacakannya teks proklamasi. Seolah-olah teks proklamasi dibacakan di tempat patung itu dibuat," kata JJ Rizal.

Menurutnya, Sukarno juga pernah membuat sebuah tugu yang menjadi titik lokasi teks proklamasi dibacakan, yakni Tugu Petir.

"Jadi, sebenarnya (Orde Baru) ini ingin menghapus jejak proklamasi dibacakan di mana, mengkaburkan ruang proklamasi sebenarnya dibacakan tepatnya di mana," ucapnya.

Baca Juga: [WANSUS] Sejarawan Ungkap 6 Nama Kota Sebelum Jakarta, Apa Saja Ya?

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya