Selain Omicron, Masyarakat juga Waspada Potensi KLB di Masa Pandemik

Cakupan imunisasi rutin mengalami penurunan

Jakarta, IDN Times - Munculnya variant of concern Omicron menyedot perhatian dan  menggerakkan langkah-langkah antisipasi negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Banyak hal yang sudah atau belum diketahui tentang varian baru ini. 

Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19 dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru, Reisa Broto Asmoro, mengatakan bahwa hal yang terpenting masyarakat tetap menjaga protokol kesehatan dan menyegerakan vaksinasi guna mengoptimalkan proteksi.  

“Kita ketahui bahwa pada 24 November 2021, para ilmuwan di Afrika Selatan melaporkan varian virus corona baru dengan jumlah mutasi yang lebih tinggi daripada yang ditemukan pada varian lain. Dua hari kemudian, 26 November 2021, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan varian baru yang dijuluki Omicron ini, masuk kategori varian yang wajib jadi perhatian atau variant of concern (VoC),” jelasnya dalam Siaran Pers dari Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9)-KPCPEN, Rabu (1/12/2021). 

Di sisi lain, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi, mengingatkan potensi adanya KLB atau kejadian luar biasa di tengah pandemik COVID-19 di Indonesia karena cakupan imunisasi rutin yang mengalami penurunan.  

“Seperti yang pernah disampaikan oleh Bapak Dirjen P2P (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit) bahwa cakupan imunisasi rutin kita mengalami penurunan, terutama sejak terjadinya pandemik COVID-19, sehingga anak-anak menjadi rentan untuk menderita penyakit yang harusnya bisa dicegah dengan imunisasi,” kata Nadia. 

Saat ini, data per Oktober 2021, ujarnya, baru 31,5% dari total 514 kab/kota di Indonesia yang telah mencapai target imunisasi dasar lengkap, dan beberapa wilayah sudah melaporkan kejadian baik sifatnya sporadik ataupun sudah masuk kategori KLB. 

1. Hubungi Puskesmas setempat untuk mendapatkan penanganan segera

Selain Omicron, Masyarakat juga Waspada Potensi KLB di Masa PandemikImunisasi bayi di tengah pandemik COVID-19 (ANTARA FOTO/Fauzan)

Nadia meminta masyarakat segera hubungi Puskesmas setempat jika menemukan anak dengan lumpuh layuh akut, demam disertai bintik-bintik merah atau nyeri tenggorokan, untuk mendapatkan penanganan segera.

Ia juga mengingatkan kepada pemerintah daerah untuk dapat memberikan perhatian juga pada cakupan imunisasi anak-anak di wilayahnya. 

“Upaya untuk melengkapi cakupan imunisasi rutin perlu dilakukan terutama di saat pandemi COVID 19 dapat kita kendalikan seperti saat ini,” tegasnya. 

Kemudian, Nadia mengimbau masyarakat untuk bijak menyikapi relaksasi berbagai kegiatan, serta selektif memilih kegiatan-kegiatan yang prioritas saja dengan mengedepankan protokol kesehatan. 

“Kita semua bisa berkontribusi dalam penanganan COVID-19. Apa pun posisi kita, kita harus mampu untuk mengedukasi, mengubah perilaku, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penerapan  protokol kesehatan dan vaksinasi COVID-19,” jelasnya. 

Baca Juga: Pakar Imunologi Unair: Hadapi Omicron dengan Prokes, Vaksin, dan Imun

2. Respons pandemik memang harus berbasis ilmu dan sains yang dapat dipertanggungjawabkan

Selain Omicron, Masyarakat juga Waspada Potensi KLB di Masa Pandemiksciencemag.org

Sementara itu, Pemerintah Indonesia, ujar Reisa, juga mengambil tindakan cepat terhadap varian Omicron. Pada 28 November 2021, Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya antisipasi, termasuk pemberlakukan pembatasan perjalanan dari negara negara yang terdeteksi varian Omicron ini. 

“Jadi, hal awal yang kita ketahui adalah untuk pertama kalinya dalam sejarah pandemik, semua respons dan antisipasi dilakukan dalam waktu yang singkat, dengan kesigapan tingkat tinggi di segala bidang,” ujar Reisa sekaligus mengapresiasi informasi yang secara cepat diberikan oleh para ilmuwan Afrika Selatan. 

Menurutnya, hal tersebut menunjukkan bahwa respons pandemik memang harus berbasis ilmu, berbasis sains, dan temuan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. 

3. Semua virus bermutasi

Selain Omicron, Masyarakat juga Waspada Potensi KLB di Masa PandemikIlustrasi virus corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Reisa juga menjelaskan hal lain yang diketahui dengan pasti adalah bahwa semua virus bermutasi. Begitu pula SARS-CoV-2 sebagai anggota keluarga corona virus yang terus bermutasi sejak pertama kali diidentifikasi pada Desember 2019. 

Namun, Reisa tidak memungkiri masih banyak hal yang belum diketahui tentang varian virus ini. WHO, ujarnya, mengatakan belum jelas apakah Omicron lebih menular atau menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan dengan varian lainnya. 

Ahli epidemiologi Afrika Selatan juga mengatakan, tidak cukup data yang dikumpulkan untuk menentukan implikasi klinis Omicron jika dibandingkan dengan varian sebelumnya.

4. Lindungi diri, keluarga, dan orang tercinta dengan memutus penyebaran COVID-19

Selain Omicron, Masyarakat juga Waspada Potensi KLB di Masa PandemikIlustrasi protokol kesehatan (ANTARA FOTO/Moch Asim)

Reisa menjelaskan, para ahli menyatakan bahwa lebih banyak informasi akan tersedia dalam beberapa hari atau beberapa minggu mendatang. Bersamaan dengan itu, mereka juga meningkatkan kerja sama dalam mempelajari bagaimana mutasi Omicron berdampak kepada kita semua. 

“Namun, satu hal lagi yang sudah pasti. WHO menyarankan warga di seluruh dunia, termasuk di Indonesia melindungi diri, keluarga, dan orang tercinta mereka dengan memutus penyebaran COVID-19,” tegas Reisa. 

Caranya, dengan memakai masker, cuci tangan, jaga jarak, tidak berkerumun, dan selektif bepergian. Selain itu, ia juga mengingatkan untuk dan memperhatikan ventilasi ruangan, sanitasi, dan kebersihan.  

“Jangan keluar rumah apabila sakit, pastikan tetap di rumah, dan segera dites. Apabila hasil positif, tapi gejala ringan, isolasi mandiri yang benar akan mempercepat kesembuhan,” lanjutnya. 

5. Ada 4 hal yang menjadi perhatian bila ada varian baru dari COVID-19

Selain Omicron, Masyarakat juga Waspada Potensi KLB di Masa PandemikIlustrasi vaksinasi COVID-19 (ANTARA FOTO/Jojon)

Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi, juga menyebutkan bahwa setidaknya ada 4 hal yang menjadi perhatian bila ada varian baru dari COVID-19, yaitu transmisi atau tingkat penularannya, virulensi atau tingkat keparahannya, efektivitas tata laksana atau respons pengobatan, serta proteksi vaksin.  

“Omicron diduga memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi serta kemampuan untuk menghindar dari kekebalan tubuh kita. Namun, tidak ada bukti dalam peningkatan keparahan, terutama pada individu yang telah divaksin, serta deteksi virus melalui pemeriksaan laboratorium saat ini masih sangat efektif. Walau demikian, masih banyak yang belum kita ketahui dan kita akan selalu memperbarui data/informasi yang kita punya,” ujar Nadia.

Nadia menjelaskan, per 30 November, sudah ada 20 negara melaporkan pertambahan kasus Omicron dan kemungkinan terus bertambah. Namun, ia mengimbau masyarakat untuk tidak panik dan tetap melakukan berbagai upaya, seperti disiplin protokol kesehatan serta percepatan cakupan vaksinasi. (WEB)

Baca Juga: Ini Daftar Negara yang Laporkan Infeksi Varian Omicron

Topik:

  • Marwan Fitranansya

Berita Terkini Lainnya