Dinilai Langgar Aturan, Kampus dan Sekolah Didesak Cabut Larangan Demo

Laporan berasal dari 15 provinsi telah masuk ke Posko

Jakarta, IDN Times - AMAR Law Firm and Public Interest Law Office (AMAR) dan beberapa pegiat Hak Atas Pendidikan telah membuka Posko Pengaduan Hak Atas Pendidikan bagi pelajar  atau mahasiswa yang dilarang, diancam, dan diberi sanksi jika mengikuti demonstrasi pada, Sabtu (29/9) lalu.

Hasilnya, 72 laporan telah masuk ke posko, baik melalui email, telepon, dan juga melalui Google Form. Data tersebut kemudian diverifikasi kembali oleh tim data Posko Hak Atas Pendidikan melalui wawancara, telepon, dan email. 

Posko itu sendiri dibuat karena AMAR menilai, pembatasan anak untuk menyampaikan pandangannya secara bebas hanya bisa dilakukan melalui undang-undang, bukan dengan surat edaran, ancaman, ataupun sanksi.

Baca Juga: Demo Pelajar Warnai Palmerah-Senayan, Sistem Ganjil-Genap Ditiadakan

1. Laporan berasal dari 15 provinsi

Dinilai Langgar Aturan, Kampus dan Sekolah Didesak Cabut Larangan DemoIDN Times/Feny Maulia Agustin

Adapun 72 pengaduan yang telah masuk ke posko rata-rata mengenai kebebasan berpendapat atau pelanggaran hak atas pendidikan yang tersebar di 15 provinsi di Indonesia, terkait demonstrasi mahasiswa dan pelajar yang berlangsung akhir-akhir ini. 

Lima belas provinsi tersebut adalah Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Bali, dan Nusa Tenggara Timur.

Dari total jumlah pengaduan, sebanyak 38 terkait pelanggaran 37 perguruan tinggi/kampus. Sementara 34 laporan terkait pelanggaran dari 32 sekolah.

2. Pelanggaran berasal dari institusi pendidikan dan kepolisian

Dinilai Langgar Aturan, Kampus dan Sekolah Didesak Cabut Larangan DemoIDN Times/Candra Irawan

Secara garis besar, terdapat tiga jenis tindakan yang dianggap melanggar kebebasan berpendapat atau hak atas pendidikan yang dilakukan oleh institusi pendidikan dan juga kepolisian.

Tindakan-tindakan yang dianggap melanggar kebebasan berpendapat pelajar dan mahasiswa itu yakni imbauan yang bersifat pembatasan, adanya Surat Edaran yang tidak mendukung aksi mahasiswa/pelajar, pernyataan bahwa nama kampus tidak ingin dilibatkan dalam aksi apa pun, surat panggilan kepada peserta didik oleh institusi pendidikan, dan adanya imbauan dan kunjungan dari kepolisian untuk tidak mengizinkan pelajar mengikuti demonstrasi. 

Tak hanya itu, pihak terkait juga dituding mengintimidasi demonstran yang mengikuti aksi unjuk rasa. Juga ancaman drop out, melepas tanggung jawab terhadap peserta didik sepenuhnya, ditakut-takuti mengenai bahaya demonstrasi, diancam mendapat nilai jelek pada satu atau seluruh mata pelajaran, dan diancam akan dilaporkan kepada pihak berwajib.

Tindakan lain yang dilaporkan yaitu pemberian sanksi akademis berupa dikeluarkan dari kampus/sekolah (drop out), menandatangani surat pengunduran diri, diberi Surat Peringatan (SP), skorsing, pemanggilan orang tua, pencabutan jabatan OSIS dan Ketua OSIS, pelarangan partisipasi dalam program sekolah, diwajibkan mengikuti bimbingan konseling, pemberian sanksi hukuman fisik berupa pemukulan oleh staf sekolah, dijemur, ditangkap dengan sewenang-wemang, dipukul, ditendang, ditoyor, diintimidasi secara seksual dengan ditakut-takuti akan ditahan dan disodomi oleh penghuni tahanan.

3. Desak kampus dan sekolah cabut larangan demonstrasi bagi mahasiswa dan pelajar

Dinilai Langgar Aturan, Kampus dan Sekolah Didesak Cabut Larangan DemoIDN Times/Candra Irawan

Atas dasar tersebut, AMAR dan pegiat lainnya mendesak kepada seluruh kampus dan sekolah yang memberikan sanksi, baik Drop-Out (DO) ataupun peringatan, untuk mencabut sanksi dan larangan mengikuti unjuk rasa.

Selain itu, AMAR juga meminta Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan pengawasan dan memberikan teguran kepada Dinas Pendidikan dan sekolah yang memberikan sanksi kepada anak yang mengikuti demonstrasi.

Komnas HAM dan Ombudsman juga diminta untuk melakukan pengawasan dan memberikan teguran kepada kampus dan institusi pemerintahan, yang melanggar kebebasan berpendapat dan hak atas pendidikan.

AMAR juga meminta Kemenristek Dikti dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk tidak mendorong pelarangan untuk menyampaikan pendapat, serta mengevaluasi kampus atau sekolah yang melakukan pelanggaran.

Penghujung, Kepolisian Negara Republik Indonesia diminta untuk tidak terlibat dalam setiap upaya menghambat setiap warga negara dalam menyampaikan aspirasinya. Kepolisian harus menjaga setiap demonstrasi dengan tanpa kekerasan, terlebih dalam demonstrasi yang dilakukan oleh anak.

Baca Juga: Pantau Aksi Demo Pelajar, KPAI Temukan Ada Korban Alami Trauma Mata 

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya