3 Siswa SD di Tarakan Tak Naik Kelas Diduga karena Anut Saksi Yehuwa

Ketiga siswa SD tidak naik kelas tiga tahun berturut

Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap dugaan kasus intoleransi di SDN 051 Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Komisioner KPAI Retno Listyarti mengungkapkan ada tiga siswa kakak beradik yang menganut Saksi Yehuwa tidak naik kelas.

Ketiganya, kata dia, tidak naik kelas selama tiga tahun berturut-turut karena permasalahan nilai agama di rapor.

"Orang tua korban membuat pengaduan ke KPAI dan atas pengaduan tersebut, KPAI segera melakukan koordinasi dengan Itjen KemendikbudRistek untuk pemantauan bersama ke Tarakan,” kata dia dalam keterangannya yang dikutip Senin (22/11/2021).

1. Tiga siswa tidak naik kelas sejak 2018

3 Siswa SD di Tarakan Tak Naik Kelas Diduga karena Anut Saksi YehuwaIlustrasi sekolah dalam pengawasan KPAI (dok. KPAI)

Ketiga siswa tersebut tidak naik kelas sejak tahun ajaran 2018/2019. Kemudian tidak naik kelas lagi pada tahun ajaran 2019/2020 dan tahun ajaran 2020/2021.

Adapun, ketiga siswa tersebut yaitu M (14 tahun) kelas 5 SD, Y (13 tahun) kelas 4 SD dan YT (11 tahun) kelas 2 SD.

Baca Juga: 4 Rekomendasi KPAI untuk Kasus Pemerkosaan 3 Anak di Luwu Timur

2. Alasan tidak naik kelas tiap tahun berubah-ubah

3 Siswa SD di Tarakan Tak Naik Kelas Diduga karena Anut Saksi YehuwaIDN Times/Gregorius Aryodamar P

Retno mengungkapkan alasan sekolah terkait ketiga anak tidak naik kelas setiap tahun berbeda-beda. Mulai dari sekolah menolak memberikan pelajaran agama pada ketiga anak tersebut sampai anak diminta menyanyikan lagu rohani yang tidak sesuai dengan keyakinannya.

Atas keputusan sekolah, orang tua anak korban melakukan perlawanan ke jalur hukum, mereka selalu menang di Pengadilan Tata Usaha Negara. Akan tetapi, pihak sekolah selalu punya cara setiap tahun untuk tidak menaikkan ketiga anak tersebut.

3. Anak terpukul secara psikologis

3 Siswa SD di Tarakan Tak Naik Kelas Diduga karena Anut Saksi YehuwaIlustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Sukma Shakti)

Retno mengungkapkan keputusan ke jalur hukum ditempuh orang tua lantaran jalur dialog dan mediasi menemui jalur buntu. Dia mengungkapkan secara psikologi, anak sudah sangat terpukul.

Ketiga siswa SD tersebut mulai kehilangan semangat belajar, merasa malu dengan teman-teman sebaya karena sudah tertinggal kelas selama tiga tahun berturut-turut. Ia mengatakan ketiganya tidak naik kelas bukan karena tidak pandai akademik, namun karena perlakuan diskriminasi atas keyakinan yang mereka anut. Padahal anak hanya mengikuti keyakinan orang tuanya.

"Ketiga anak sudah menyatakan dalam zoom meeting dengan KPAI dan Itjen KemendikbudRistek, bahwa mereka tidak mau melanjutkan sekolah jika mereka tidak naik kelas lagi untuk keempat kalinya,” ungkap Retno yang juga menjadi penanggungjawab Tim Pemantauan Kasus Intoleransi di Tarakan atas penugasan Itjen Kemendikbudristek.

Baca Juga: KPAI Jadi Korban Pencurian Data, Dijual di Forum Online

4. Ada dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan

3 Siswa SD di Tarakan Tak Naik Kelas Diduga karena Anut Saksi YehuwaIlustrasi hukum (IDN Times/Sukma Shakti)

KPAI mengungkapkan sekolah diduga kuat melanggar sejumlah peraturan perundangan karena beberapa hal berikut:

1. Menghalangi ketiga anak mendapatkan pendidikan agama yang seagama. Padahal undang-undang menetapkan hal ini sebagai hak dasar dari peserta didik.
2. Mempersulit ketiga anak untuk mendapatkan pendidikan dasar. Padahal undang- undang menetapkan tanggung jawab negara untuk memberikan akses seluas-luasnya atas pendidikan, bukan mempersulitnya.
3. Tidak mempertimbangkan dampak permanen atas mental dan motivasi belajar siswa. Padahal undang-undang menetapkan tanggung jawab negara untuk membuat suasana yang kondusif dalam dunia pendidikan.
4. Tidak memberikan toleransi pada pelaksanaan keyakinan agama ketiga anak di lingkungan pendidikan SDN 051.
5. Menghambat tumbuh kembang ketiga anak. Padahal hak tumbuh kembang merupakan salah satu hak fundamental yang dijamin hukum, dan diimplementasikan dari program pendidikan yang berkelanjutan, bukan mengulangnnya terus hingga tiga tahun. Tidak ada alasan yang mendesak hingga membuat ketiga anak tinggal kelas terus.

5. Kasus ini dalam pantauan Kemendikbud dan KPAI

3 Siswa SD di Tarakan Tak Naik Kelas Diduga karena Anut Saksi YehuwaIDN Times/Dini Suciatiningrum

Atas dasar dugaan pelanggaran-pelanggaran tersebut, maka Itjen Kemendikbudristek bersama Komisi Perlindungan anak Indonesia (KPAI) bakal memantau langsung ke Tarakan pada 22-26 November 2021.

Tim Pemantauan akan bertemu dengan sejumlah pihak, mulai dari orangtua pengadu dan anak-anaknya, pihak sekolah, Dinas Pendidikan Kota Tarakan, Inspektorat Kota Tarakan dan LPMP Kalimantan Utara.

“Itjen Kemendikbudristek juga sudah mengajukan permohonan kepada Wali Kota Tarakan untuk difasilitasi rapat koordinasi sekaligus FGD dengan seluruh intansi terkait di Kantor Wali Kota, termasuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk melakukan rehabilitasi psikologis terhadap ketiga anak korban,” kata Retno.

Baca Juga: KPAI: Layanan Aduan Tidak Terganggu Setelah Data Diretas

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya