3 Siswa SD Penganut Saksi Yehuwa di Tarakan Ingin Naik Kelas

Ketiga siswa bersaudara itu tiga tahun tak naik kelas

Jakarta, IDN Times - Kasus intoleransi yang dialami tiga siswa SD kakak beradik di Tarakan, Kalimantan Utara, masih terus dalam pemantauan tim gabungan Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (KemendikbudRistek), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan unsur masyarakat sipil.

Ketiganya merupakan peserta didik di SDN 051 yang diduga tidak naik kelas karena menganut agama Saksi Yehuwa. Mereka adalah M (14 tahun) kelas 5 SD, Y (13 tahun) kelas 4 SD dan YT (11 tahun) kelas 2 SD. 

"Pada hari pertama, tim berkunjung ke rumah orang tua ketiga anak tersebut untuk mendengarkan suara anak," kata Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangannya, dikutip Minggu (28/11/2021).

Baca Juga: 3 Siswa SD di Tarakan Tak Naik Kelas Diduga karena Anut Saksi Yehuwa

1. Tiga anak itu hanya ingin naik kelas

3 Siswa SD Penganut Saksi Yehuwa di Tarakan Ingin Naik KelasIlustrasi siswa sekolah (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Tim gabungan mengunjungi rumah ketiga anak korban pada Senin, 22 November 2021, untuk mendengarkan suara anak dalam kasus yang menimpa mereka selama tiga tahun berturut-turut.

Ketika tim bertanya apa harapan atau keinginan ketiga anak, mereka menjawab hanya ingin naik kelas dan ingin tetap bersekolah di SDN 051 Kota Tarakan.

"Ketiga anak menyatakan kehilangan semangat belajar jika nanti akan mengalami tidak naik kelas lagi untuk keempat kalinya," kata Retno.

Tim melakukan wawancara dengan guru Pendidikan Agama Kristen yang diperbantukan di SDN 051 Tarakan. Menurut dia tiga anak itu kerap mendapat nilai sempurna dan berkelakuan baik serta sopan. Namun, tiga anak ini tidak naik kelas karena tak ada nilai praktik.

2. Solusi belum berpihak pada anak

3 Siswa SD Penganut Saksi Yehuwa di Tarakan Ingin Naik KelasIlustrasi siswa SD (IDN Times/Galih Persiana)

Selanjutnya, tim melakukan pengawasan ke sekolah (pihak teradu) untuk meminta klarifikasi maupun konfirmasi atas informasi yang diterima tim dari pihak pengadu. Serta melakukan rapat koordinasi di kantor Walikota Tarakan untuk menyampaikan hasil temuan tim, sekaligus mencari solusi bagi kepentingan terbaik bagi anak.

“Sayangnya, dalam FGD tersebut, solusi yang muncul dari beberapa SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) justru belum berpihak pada kepentingan terbaik bagi anak,” ujar Retno.

Retno mengungkapkan, unsur yang berperspektif korban baru diperlihatkan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kota Tarakan, dengan memberi pendampingan psikologis pada anak korban dan orang tuanya.

3. Sejumlah rencana dari beberapa pihak

3 Siswa SD Penganut Saksi Yehuwa di Tarakan Ingin Naik KelasIlustrasi sekolah dalam pengawasan KPAI (dok. KPAI)

Retno memaparkan, saat pengawasan di sekolah, ada beberapa usulan untuk solusi, di antaranya adalah usulan dari kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kalimantan Utara, yang mengusulkan ketiga anak tetap diberikan pembelajaran agama dari guru agama Kristen, namun hanya aspek kognitif atau pengetahuan dan aspek afektif atau sikap.

Sedangkan aspek psikomotorik atau praktik atau keterampilan diserahkan kepada komunitas agama ketiga anak tersebut, agar tidak ada lagi perdebatan soal akidah. Selain itu, kepala Dinas Pendidikan Kota Tarakan mengusulkan ketiga anak dinaikkan kelas dengan remedial tugas yang tak tuntas. 

Baca Juga: Siswa SD di Tarakan 3 Tahun Dibuat Tinggal Kelas, Diduga Saksi Yehuwa

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya