6 Fakta Pelecehan Seksual di Transportasi Umum

Pelecehan seksual tidak melulu soal fisik lho!

Jakarta, IDN Times - Kasus kekerasan seksual hingga saat ini terus terjadi, bahkan saat dunia sedang dilanda pandemik COVID-19. Salah satunya di ruang publik seperti transportasi umum yang notabene sedang dibatasi jumlah penumpang dan pengoperasiannya.

Seperti yang baru-baru ini terjadi di Commuterline atau KRL. Kasus ini viral setelah akun media sosial @commuterline mendapat laporan dari salah seorang rekan korban pelecehan seksual, namun menanggapinya dengan jawaban tidak etis.

"BTW kejadian nya dialami sama temen mba kan?? Bukan sama mba nya?? Kenapa gak langsung lapor polisi aja Mbanya? dan kalo lapor polisi si mba nya pun harus ada bukti..," demikian jawaban admin @Commuterline yang kini telah dihapus.

Kasus ini menjadi sinyal bahwa banyak tantangan yang dihadapi korban pelecehan seksual, sudah mendapat pelecehan, namun proses pengaduannya juga menjadi kendala.

Menanggapi kejadian ini, VP Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba meminta maaf. Dia mengungkapkan bahwa admin media sosial itu langsung diberhentikan dan tidak lagi mengurus pelanggan Commuter Line.

"Pada saat itu juga kami langsung setop admin tersebut untuk tidak lagi handle customer di KCI. Jadi ini adalah salah satu komitmen kami, bahwa kami berpihak pada penumpang dan kami harus melindungi," kata dia dalam acara IDN Timnes "Ngobrol Seru: Waspada Pelecehan Seksual di Transportasi Umum!", Rabu, 10 Juni 2021.

Anne mengatakan saat itu juga pihaknya langsung menghubungi korban dan bertemu untuk meminta maaf atas sikap petugasnya. Dia menjelaskan pihaknya siap membantu korban kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kereta atau stasiun.

"Kalau kami kemarin mohon maaf ada petugas kami belum bisa membantu maksimal tapi kami di ke depan berkomitmen memperbaiki hal tersebut," kata Anne.

Dia mengatakan korban pelecehan bisa langsung menghubungi hotline 021-121 jika memang tidak nyaman atau tidak bisa berbicara di tempat umum. Nomor tersebut menurut Anne dapat dihubungi 24 jam. 

Baca Juga: 3 Langkah yang Kamu Harus Lakukan Setelah Alami Pelecehan Seksual

1. Pelecehan seks pada perempuan di transportasi umum sering terjadi di bus, angkot dan KRL

6 Fakta Pelecehan Seksual di Transportasi UmumCorporate Secretary Vice President KAI Commuter Anne Purba dalam acara Ngobrol Seru: Waspada Pelecehan Seksual di Transportasi Umum!", Rabu (10/6/2021). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Anne menjabarkan selama rentang 2019-2021 ada 42 kasus pelecehan seksual yang dilaporkan terjadi di transportasi umum KRL. Pada 2019 terdapat 34 kasus pelecehan seksual yang dilaporkan.

Sedangkan pada 2020 terdapat 7 kasus dan 2021 sebanyak 1 kasus, yakni kasus yang viral di Twitter tersebut. Namun jumlah ini hanya kasus yang dilaporkan, belum termasuk yang sering bersliweran di media sosial.

Sedangkan menurut survei Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) pada 2019 menyebutkan, sebanyak 46,8 persen dari 62.224 responden mengaku pernah mengalami pelecehan seksual di transportasi umum.

Menurut perwakilan KRPA sekaligus anggota Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Kekerasan Seksual (Kompaks), Neqy, transportasi umum menjadi lokasi kedua tertinggi yang menjadi tempat terjadinya pelecehan seksual. Transportasi umum yang paling sering terjadi pelecehan seksual adalah bus, angkot dan terakhir kereta atau KRL.

Sementara, menurut laporan Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan 2020 menjabarkan bahwa bentuk kekerasan seksual yang terjadi di ranah komunitas ini berturut-turut adalah kekerasan di layanan publik atau tempat umum (pasar, transportasi umum, fasilitas umum dan terminal sebanyak 46 kasus, atau sebanyak 7 persen berdasarkan pengaduan yang diterima Komnas Perempuan sepanjang 2020.

Total ada 706 aduan langsung di ranah komunitas yang diterima Komnas Perempuan. Sedangkan kekerasan di tempat pendidikan 18 kasus (3 persen), dan 17 kasus sisanya adalah kekerasan di fasilitas medis atau non-medis, serta kekerasan terhadap pekerja migran. 

Neqy menjabarkan pada 2020 dan 2021 belum ada riset terbaru terkait kasus kekerasan seksual, karena secara signifikan aktivitas saat ini berpindah dari daring ke luring, namun ada beberapa kasus yang justru viral di media sosial baru masuk ke lembaga aduan.

2. Keberadaan gerbong khusus perempuan KRL menandakan transportasi belum aman

6 Fakta Pelecehan Seksual di Transportasi UmumIlustrasi Gerbong KRL (Instagram.com/@ariefwismansyah)

Selama ini salah satu upaya untuk meminimalkan kasus pelecehan seksual di KRL dilakukan dengan cara menyediakan gerbong khusus perempuan, namun Neqy berpendapat, selama masih ada gerbong atau transportasi khusus perempuan, hal itu masih menjadi indikator belum amannya transportasi tersebut.

Gerbong perempuan memang sering disebut sebagai solusi yang baik dan menjadi inisiatif atau upaya pencegahan awal, untuk menyediakan ruang aman bagi pihak yang selama ini berpotensi sebagai target dari kekerasan seksual. Namun, kata Neqy, tidak berhenti di situ saja, ada beberapa catatan yang membuat hal ini sebagai solusi.

Pertama, korban kekerasan perempuan bukan hanya perempuan namun bisa menimpa laki-laki. Kedua, keberadaan gerbong perempuan menjadi paradoks dan dapat menimbulkan victim blaming. 

"Di mana misalnya kalau perempuan mengalami pelecehan saat dia di gerbong gabungan disalahin dia kamu sendiri di gerbongnya campuran, bukan di gerbang perempuan padahal harusnya kalau atau di gerbong perempuan," ujarnya. 

3. Pelecehan seksual tidak melulu tentang fisik

6 Fakta Pelecehan Seksual di Transportasi UmumIDN Times/Sukma Shakti

Pengalaman pelecehan seksual secara tak langsung dialami seorang perempuan berinisial L pada 2016 saat dia bersama rekannya sedang dalam perjalanan dari Jakarta menuju Yogyakarta.

Sesampainya di Stasiun Tugu, seorang pria tua datang dan mengeluarkan telepon genggamnya saat rekan-rekan L menunggu jemputan. Kelima rekan L berdiri di depan pria tua itu, sedangkan L duduk di samping pria tersebut, terlihat dari layar telepon genggamnya, pria itu merekam bagian bokong seorang rekan L yang mengenakan jin dan berpakaian biasa tidak terbuka.

Kaget dan gemetar, L mencoba menegur lak-laki tua itu. Pria tua itu memang mendengar teguran L, namun hanya menutup layarnya dan diam.

Sedangkan kasus pelecehan yang pernah viral juga terjadi di Bandara Soekarno Hatta pada September 2020, seorang perempuan berinisial LHI yang mengaku menjadi korban pelecehan, penipuan dan pemerasan saat melakukan rapid test di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta. Tindakan tidak terpuji itu diduga dilakukan oknum petugas medis berinisial EFY. 

Neqy menjelaskan ada beberapa karakteristik atau situasi yang khas, yang hanya dialami korban korban kekerasan seksual dibandingkan dengan jenis kekerasan yang lain. Pertama, memang kekerasan seksual itu karakteristik efeknya sangat besar tapi paling sulit dibuktikan, karena sering kali tidak meninggalkan jejak fisik dan sering kali dianggap buktinya kurang.

Kedua, karena buktinya sering dianggap kurang, makan pelapor justru disebut menyebarkan informasi bohong atau fitnah, bahkan pencemaran nama baik yang justru membuat korban dilaporkan balik.

Selain itu, ada juga beberapa kejadian bagi korban kekerasan seksual di mana saat dia tidak melawan hal itu malah dianggap menyetujui terjadinya aktivitas seksual.

"Sehingga kalau gak melawan justru dianggap ini suka sama suka, kenapa kamu tidak melawan. Padahal ada situasi yang namanya tonic immobility di saat seseorang mengalami peristiwa yang sangat traumatis itu tubuhnya tidak bisa dikendalikan sama sekali," ujar Neqy.

Namun, jika melawan bukti perlawanan seperti pemukulan atau tamparan bisa dijadikan modal pelaku untuk melaporkan balik si korban, belum lagi jika korban bercerita justru disalahkan.

4. Penyebab bungkamnya korban pelecehan seksual dan aduan ke media sosial

6 Fakta Pelecehan Seksual di Transportasi UmumIlustrasi (IDN Times/Helmi Shemi)

Neqy telah menjabarkan bahwa saat ini sedang ada perpindahan aktivitas dari offline ke online, sejumlah kasus kekerasan seksual juga muncul ke permukaan di media sosial. Neqy mengatakan bahwa hal ini terjadi karena masyarakat belum tahu harus melapor ke mana jika mendapat pelecehan.

"Atau mereka merasa lembaga-lembaga aduan itu belum aman dan nyaman buat mereka," kata dia.

Hal ini juga berkaitan dengan kecenderungan para korban pelecehan seksual yang enggan untuk buka suara dan melapor tentang pengalaman yang dialaminya. Fenomena itu, kata dia, bisa disebabkan beberapa hal.

Mulai dari pelecehan seksual memiliki efek yang besar, tetapi paling sulit dibuktikan karena sering kali tidak meninggalkan jejak fisik. Kedua, dianggap kurang bukti, dan ketiga ketika korban tidak melawan saat mengalami pelecehan, ia sering kali dianggap menyetujui terjadinya aktivitas seksual.

5. Apa yang harus dilakukan seseorang jika mengalami pelecehan seksual?

6 Fakta Pelecehan Seksual di Transportasi UmumSuasana KRL jurusan Tanah Abang-Parung Panjang, Jumat (10/7/2020) (IDN Times/Herka Yanis).

KCI, kata Anne, juga menyediakan bantuan hukum bagi korban dalam menangani kasus untuk bisa didampingi ke pihak berwajib jika kasusnya ingin dibawa ke ranah hukum.

Jika seseorang mengalami pelecehan di KRL atau di area stasiun, Anne menyarankan agar korban meminta turun di stasiun terdekat supaya ada yang membantu dan mendata kasusnya kemudian.

Senada dengan Anne, Neqy mengatakan yang baru mengalami pelecehan harus menghindari pelaku, dengan pindah lokasi atau mencari tempat ramai hingga pelaku tidak mengikuti. Kemudian mencari orang dewasa yang ada dan dipercaya untuk menceritakan kasus ini.

Biasanya, kata dia, ada korban yang mengalami efek tonic immobility yakni saat tubuh tidak bisa berbicara atau bergerak, usai kembali tenang, baiknya hal di atas segera dilakukan. Hal ini juga berlaku untuk orang yang melihat kejadian pelecehan, sebelum membantu orang lain, pihak yang membantu juga harus dalam keadaan aman agar tidak menimbulkan korban baru.

6. Sanksi pada pelaku tidak berarti sudah pasti menjamin pemulihan bagi korban

6 Fakta Pelecehan Seksual di Transportasi UmumIlustrasi Pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)

Namun, walaupun kasus sudah diadukan, masih ada tantangan lain yang dihadapi korban pelecehan seksual. Menurutnya penanganan kasus pelecehan berbeda dengan kasus pencopetan atau komplain terkait fasilitas fisik, apalagi yang ditangani adalah manusia.

Penanganan awal, kata Anne, menentukan langkah selanjutnya, mulai dari membentuk rasa percaya korban terkait kasus yang dialaminya.

"Pertama adalah pendampingan dan pemulihan korban yang satu lagi adalah penjatuhan sanksi. Selama ini yang seringkali dijadikan cara pandang oleh masyarakat umum adalah yang penting begitu ada kejadian buru-buru cari tahu siapa yang salah supaya dikenakan sanksi," kata dia.

Padahal kalau korbannya manusia itu harus perlu secara simultan juga kita langsung menangani korbannya tanpa menunggu semua proses administrasi itu selesai," kata Anne.

Dia menyatakan memberikan sanksi pada pelaku tidak berarti sudah pasti menjamin pemulihan bagi korban, hal itu adalah dua hal yang perlu di pisah.

Karenanya, begitu ada kasus kekerasan yang masuk, selain diproses secara administratif untuk tahu siapa pihak yang bisa dijatuhkan sanksi atau mau diproses secara hukum, menurutnya perlu juga sejak awal untuk langsung merespons korban, salah satunya tidak victim blaming/perperspektif korban, serta yang perlu diingat, walau korban pelecehan mayoritas adalah perempuan, namun laki-laki juga berpotensi dan pernah mengalaminya.

Jangan takut melaporkan kasus kekerasan pada perempuan seperti pelecehan seksual hingga pemerkosaan, agar pelaku jera. Buat kamu yang menjadi saksi, kamu bisa membantu korban dengan melaporkan ke beberapa kontak di bawah ini:

Call Center Komnas Perempuan:  (021) 3903963 atau (021) 80605399

Layanan pengaduan masyarakat Kemenpppa: 082125751234 (situs Kemenpppa.go.id)

LBH Apik: (021) 87797289 dan 081388822669.

Baca Juga: Komnas Perempuan Dukung Korban Pelecehan Seksual Gofar Hilman

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya