Ada Dugaan Polisi Damaikan Korban-Pelaku Perkosaan di Kemenkop UKM

Korban dan keluarga diberikan uang damai

Jakarta, IDN Times - Kasus permerkosaan pegawai honorer Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) yakni ND (27 tahun) yang terjadi pada 2019 lalu kembali menjadi sorotan belakangan ini. Kasus ini viral usai diketahui melibatkan sejumlah pelaku atau kasus gang rape dari sesama lingkungan di Kemenkop UKM.

Total ada empat pelaku yang terlibat dalam kasus ini yakni ZPA, WH, NN, dan MF yang diproses oleh Polresta Bogor pada tanggal 20 Desember 2019 dan terbit Laporan Polisi Nomor: LP/577/XII/2019/JBR/Polresta Bogor Kota. Namun, dalam kasus ini sikap dan perilaku penyidik juga jadi sorotan.

Direktur LBH APIK Jawa Barat, Ratna Batara Munti menjelaskan, sikap dan perilaku dari para penyidik UPPA dalam kasus ini dinilai tak sejalan dengan upaya mendorong pemenuhan hak-hak perempuan korban kekerasan selama ini.

"Bahwa sikap dan perilaku penyidik UPPA terutama Kanitnya yang mempengaruhi, mendesak dan memfasilitasi perdamaian hingga pernikahan antara pelaku dengan korban, menunjukkan tidak adanya sensitifitas terhadap perempuan korban kekerasan seksual," kata dia dalam keterangan pers, dilansir Rabu (21/11/2022).

1. Adanya SP3 lewat upaya restoratif justice

Ada Dugaan Polisi Damaikan Korban-Pelaku Perkosaan di Kemenkop UKMIlustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Dijelaskan bahwa 20 Januari 2020, kepolisian menetapkan empat pegawai Kemenkop UKM tersebut sebagai tersangka pelanggaran pasal 286 KUHP yakni perkosaan terhadap perempuan di luar perkawinan, di mana korban diketahui pingsan atau tidak berdaya.

Para tersangka sempat ditahan 14 Februari 2020. Pada 18 Maret 2020, kepolisian menghentikan penyidikan (SP3) dengan alasan Keadilan Restoratif (restoratif justice).

Kemudian, Maret 2020 terjadi perjanjian bersama antara pelaku dengan korban yang difasilitasi oleh kepolisian, disusul dengan pernikahan antara salah satu tersangka yakni ZPA dengan korban pada tanggal 13 Maret 2020.

Terakhir, korban dan keluarganya mempermasalahkan karena ZPA dianggap telah mengingkari isi perjanjian pernikahan, serta diduga melakukan KDRT terhadap istrinya.

2. Kasus ini kembali disuarakan usai perjanjian tidak dijalankan

Ada Dugaan Polisi Damaikan Korban-Pelaku Perkosaan di Kemenkop UKMilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Namun, belakangan diketahui bahwa pernikahan ini ternyata hanya dilakukan agar ZPA bisa bebas dari segala jeratan hukum, sementara korban tetap menderita dan dirugikan. Korban dan keluarga memutuskan untuk memproses kembali kasusnya sesuai dengan isi perjanjian bersama butir delapan yakni “jika pihak II (ZPA, WH, MF, NN) melanggar perjanjian, maka pihak II dapat dituntut kembali sesuai jalur hukum yang berlaku”.

18 November 2022, LBH APIK Jawa Barat selaku kuasa hukum atau pendamping dari ND kemudian mendatangi Divisi Propam Polda Jabar untuk menyampaikan pengaduan korban atas sikap dan perilaku para penyidik dalam penanganan kasus tersebut.

Mulai dari adanya dua Kanit PPA Polresta Bogor berdasarkan pengaduan korban atau keluarga yang aktif membujuk dan mendesak dari pihak pelaku, serta memfasilitasi perjanjian damai hingga pernikahan antara pelaku dan korban.

Baca Juga: Korban Perkosaan di Kemenkop UMKM Bakal Ajukan Praperadilan SP3 Kasus

3. Dugaan biarkan korban diperiksa sendiri tanpa pendampingan keluarga

Ada Dugaan Polisi Damaikan Korban-Pelaku Perkosaan di Kemenkop UKMIlustrasi membuat laporan polisi. (IDN Times/Dwi Agustiar)

Bukan hanya itu, pada akhir Februari 2020, penyidik menyampaikan kepada orangtua pelapor agar kasus ini diselesaikan secara damai, dan janji korban dinikahi ZPA.

Dugaan penyidik memberikan informasi yang menyesatkan atau menakut-nakuti orangtua korban dengan mengatakan bahwa kalau proses hukum dilanjutkan hingga pengadilan, maka biaya yang harus dikeluarkan semakin besar.

LBH Apik Jabar juga mengatakan, penyidik tidak memperkenankan orangtua korban mendampingi korban saat korban dipanggil masuk ruangan untuk dimintai keterangannya.

"Padahal kondisi korban pada saat itu masih sangat trauma dan takut, serta bingung mau diapakan oleh Penyidik. Ternyata Penyidik menyodorkan beberapa lembar kertas yang sudah ada tulisan di dalamnya untuk ditandatangani oleh korban. Penyidik tidak menjelaskan satu per satu isi dari tulisan tersebut," kata Ratna.

Pada saat itu, korban tidak benar-benar memahami isi dari surat-surat yang disodorkan oleh penyidik. Korban hanya mengikuti perintah penyidik yakni menandatangani surat-surat tersebut.

Baca Juga: SP3 Kasus Pemerkosaan di Kemenkop UKM Dicabut, Penyidikan Lanjut Lagi

4. Pemberian uang dalam kresek untuk damai

Ada Dugaan Polisi Damaikan Korban-Pelaku Perkosaan di Kemenkop UKMIlustrasi uang rusak. (ANTARA FOTO/Jojon)

Kemudian, pada 6 Maret 2020, penyidik kembali memanggil korban dan orangtuanya, dan menyerahkan uang dalam amplop terbungkus plastik kresek untuk biaya perkawinan, korban dikatakan beruntung diberikan uang karena banyak kasus lain yang nominal uangnya tak sebanyak didapatkan korban.

Namun pada Maret 2022 ada pergantian Kanit baru, dan dijelaskan penyidikan telah dihentikan setelah pelapor menikah dengan ZPA. Penyidik tak pernah mengirim surat pemberitahuan SP3 kepada pelapor.

Tersangka ZPA setelah menikahi pelapor, tak pernah tinggal bersama sebagaimana layaknya suami istri dan pisah rumah. Atas dasar ini, korban meminta bantuan pengacara untuk mempertanyakan tindak lanjut dari penyidikan perkara ini.

Dan ketika itu, terjadi lagi ada uang yang hendak diberikan untuk berdamai kepada keluarga korban.

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya