Aisha Weddings Disorot, Kemen PPPA Ungkap Efek Negatif Pernikahan Anak

Dampak negatifnya mulai dari KDRT hingga kemiskinan

Jakarta, IDN Times - Kasus jasa pernikahan Aisha Weddings yang mengajak para perempuan untuk menikah di usia 12-21 mendapat sorotan dari publik tanah air. Merespons kasus ini, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Lenny N. Rosalin mengungkapkan bahwa perkawinan anak memiliki dampak negatif yang tidak hanya merugikan anak, maupun keluarga, tapi secara keseluruhan juga merugikan negara.

Dampaknya adalah mulai dari meningkatnya angka anak putus sekolah, tingginya angka stunting, angka kematian bayi, angka kematian ibu, meningkatnya pekerja anak, adanya upah rendah, hingga menimbulkan kemiskinan. Dampak negatif inilah yang perlu terus disampaikan ke semua pihak terkait.

“Belum lagi dampak perkawinan anak lainnya seperti tingginya KDRT, kekerasan terhadap anak, terganggunya kesehatan mental anak dan ibu, munculnya pola asuh yang salah pada anak, hingga identitas anak yang tidak tercatat karena tidak memiliki akta kelahiran, sehingga memunculkan risiko terburuk yaitu terjadinya perdagangan orang,” kata Lenny melalui keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Selasa (16/2/2021).

1. Ada 22 Provinsi dengan angka perkawinan anak sebesar 10,85 persen pada 2019

Aisha Weddings Disorot, Kemen PPPA Ungkap Efek Negatif Pernikahan AnakIlustrasi Menikah (IDN Times/Arief Rahmat)

Masalah perkawinan anak merupakan masalah kritis mengingat masih banyak daerah di Indonesia yang memiliki angka perkawinan anak cukup tinggi.

Lenny menyebutkan pada 2019, diketahui ada sebanyak 22 provinsi yang memiliki angka perkawinan anak di atas rata-rata angka nasional yaitu 10,85 persen.

Dari 2019 hingga 2020, telah terjadi penurunan angka perkawinan anak sebanyak 0,6 dan diharapkan dapat terus menurun hingga 8,74 persen pada 2024.

“Untuk itu, diperlukan upaya untuk menurunkan angka ini secara drastis bahkan menghapuskannya, sehingga Indonesia menjadi negara tanpa perkawinan anak. Kemen PPPA sudah memasukkan isu perkawinan anak sebagai indikator ke 7 (tujuh) dari 24 indikator Kota/Kabupaten Layak Anak (KLA). Kemen PPPA juga telah melakukan beragam strategi secara masif yang tentunya memerlukan dukungan sinergi semua pihak, mulai dari melakukan sosialisasi webinar berseri, sosialisasi secara gencar melalui media sosial, mobilisasi melibatkan K/L, Lembaga Masyarakat, dan unsur lainnya,” ujar Lenny.

Baca Juga: Aisha Weddings Dinilai Hanya Puncak Gunung Es Praktik Pernikahan Anak

2. Sedang mengodok Rancangan Peraturan Pemerintah untuk Dispensasi Kawin

Aisha Weddings Disorot, Kemen PPPA Ungkap Efek Negatif Pernikahan AnakIlustrasi (IDN Times/Prayugo Utomo)

Kemen PPPA, kata Lenny juga terus melakukan intervensi yaitu merangkul berbagai pihak mulai dari, Lembaga Pendidikan seperti Sekolah atau Madrasah Ramah Anak hingga Lembaga Agama seperti Kantor Urusan Agama (KUA) dan Kantor Catatan Sipil (Capil) untuk memberikan bimbingan pra nikah.

Saat ini, pihaknya juga sedang menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah untuk Dispensasi Kawin terkait mekanisme pengajuan dispensasi kawin terintegrasi yang dibuat sebagai pedoman bagi masyarakat.

3. Pernikahan anak adalah permasalahan kultutal

Aisha Weddings Disorot, Kemen PPPA Ungkap Efek Negatif Pernikahan AnakPelaminan pernikahan anak Wakil Wali Kota Samarinda, Barkati di Convention Hall Samarinda (IDN Times/Yuda Almerio)

Sedangkan, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Femmy Eka Kartika menegaskan bahwa promosi WO Aisha Weddings sangatlah tidak mendidik dan tidak pantas dilakukan karena melukai hati anak dan perempuan Indonesia.

“Adanya ajakan untuk menikah siri dan mau dipoligami juga sangat melukai perempuan. Hal ini sangat memprihatinkan. Keyakinan Aisha Weddings mengenai perempuan harus mencari pasangan sejak usia 12 tahun merupakan keyakinan yang didasari pemahaman sempit dengan mengatasnamakan ajaran agama," kata dia

Kemudian, menurut Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati ajakan perkawinan anak oleh Aisha Weddings merupakan bentuk adanya pemahaman agama yang ideologis, yang juga menjadi salah satu penyebab maraknya perkawinan anak di Indonesia dan menjadi permasalahan kultural yang tak bisa diselesaikan sendiri oleh pemerintah.

4. Polisi masih cari pemilik situs Aisha Weddings

Aisha Weddings Disorot, Kemen PPPA Ungkap Efek Negatif Pernikahan AnakAisha Weddings unggah status usai promosi (Facebook.com/Aisha Weddings)

Terkait proses penegakan hukum kasus Aisha Weddings, Perwakilan Bareskrim Polri Ema mengungkapkan bahwa kasus tersebut masih dalam proses penelurusan pihak Cyber Crime Polri untuk mencari siapa pemilik situs ini dan menetapkan pidana tepat untuk menjerat pelaku.

“Mengingat tidak ada Undang-Undang khusus mengatur ancaman pidana bagi perkawinan anak, kami menerapkan pasal KUHP terkait persetubuhan dan pencabulan anak. Jika ada unsur pidana lain, akan kami analisis kasusnya seperti apa, tujuannya apa, dan akan ditambahkan hukuman bersadarkan pasal tambahan,” kata Ema.

Baca Juga: IJF EVAC: Ada Isu Perampasan Hak Hidup Anak dalam Kasus Aisha Weddings

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya