Anggota DPR Minta Sri Mulyani Tarik RUU KUP soal PPN Sembako
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Golkar, Mukhamad Misbakhun, turut buka suara terkait wacana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen pada bahan pokok atau sembako dan sektor pendidikan.
Menurut Misbakhun, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati harus bertanggung jawab atas polemik soal Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang memuat PPN ini.
"Tarik dan revisi, karena isi RUU KUP itu sangat tidak populer," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Minggu (13/6/2021).
1. Tiga sektor itu tidak boleh dipajaki
Menurutnya keputusan pengenaan PPN pada barang kebutuhan pokok atau sembako tak memperdulikan rakyat kecil.
"Polemik yang terjadi dan penolakan keras di masyarakat atas rencana Menkeu SMI ini sangat memengaruhi citra Presiden Jokowi dan pemerintahan yang dikenal sangat pro-rakyat kecil," kata dia.
Misbakhun membeberkan alasannya soal bahan pokok, sektor pendidikan, dan kesehatan tidak boleh dipajaki. Menurutnya, ketiga sektor itu merupakan amanat konstitusi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sebagai tujuan negara.
"Kalau beras dijadikan objek pajak dan dikenakan PPN, pengaruhnya pada kualitas pangan rakyat. Rakyat butuh pangan yang bagus agar kualitas kehidupan mereka juga baik," kata Misbakhun.
Baca Juga: Sebelum Indonesia, Negara-Negara Ini Sudah Terapkan PPN Makanan Pokok
2. Sri Mulyani dinilai gagal buat kebijakan sesuai amanat konstitusi
Dia juga menentang ide Sri Mulyani tentang PPN sektor pendidikan. Dia mengatakan bahwa pendidikan adalah simbol pembangunan karakter sebuah bangsa.
"Pendidikan itu menunjukkan kualitas SDM sebuah negara. Kalau pendidikan sampai dijadikan objek pajak dan dikenakan tarif PPN, kualitasnya akan terpengaruh," katanya.
Isi RUU KUP yang memuat rencana pengenaan PPN menurutnya justru membuktikan bahwa Sri Mulyani gagal membuat kebijakan yang merujuk pada amanat konstitusi.
3. Menkeu diharapkan punya ide berkelas global terhadap penerimaan pajak
Dia juga mempertanyakan argumen Sri Mulyani soal PPN untuk sembako dan pangan baru diterapkan setelah pandemik COVID-19 berlalu. Menurut Misbakhun, alasan itu tidak rasional karena sampai saat ini belum ada satu pun ahli atau lembaga tepercaya yang mampu memprediksi akhir pandemik COVID-19.
Seharusnya, kata Misbakhun, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu punya ide berkelas global tentang cara menaikkan tax ratio dan penerimaan pajak tanpa harus menerapkan PPN pada sembako dan pendidikan.
"Masih banyak ruang kreativitas pengambil kebijakan untuk menaikkan penerimaan pajak. Menaikkan tarif pajak dan menambah objek pajak baru sejatinya bukan cara yang menunjukkan kelas Menteri Keuangan yang punya banyak penghargaan," ujarnya.
Baca Juga: 3 Kebijakan Pajak Baru Usulan Pemerintah: PPN Sembako hingga Karbon