Banjir Jakarta dan Kebijakan Pemprov DKI yang Dikritik Habis-habisan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Hujan dengan intensitas tinggi membuat sejumlah titik di DKI Jakarta kebanjiran jelang akhir Februari 2021. Tak hanya permukiman yang terendam, tapi juga ruas-ruas jalan utama.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengunggah data banjir di Ibu Kota dari waktu ke waktu. Data yang disajikan Riza menunjukkan jumlah RW yang terendam saat banjir Februari 2021 berlangsung. Total ada 133 RW tergenang dengan total luas area genangan 4 kilometer kubik. Data yang disajikan ini adalah himpunan data hingga 21 Februari pukul 09.00 WIB.
Tahun ini juga terdapat 44 tempat pengungsian dengan jumlah pengungsi mencapai 3.311 jiwa. Total ada 5 korban meninggal selama banjir 2021 berlangsung.
Terakhir, dari data yang disajikan, pihak Pemprov DKI mengklaim bahwa waktu surut air lebih dari 95 persen genangan berlangsung dalam waktu sehari.
"Pemprov DKI Jakarta terus bekerja semaksimal mungkin menangani banjir semua kawasan yang terdampak banjir," kata Riza melalui akun Instagramnya @bangriza, Senin (22/2/2021).
Namun, peliknya penanganan banjir di Jakarta bukan hanya saat ini terjadi, jalan panjang hikayat banjir di Ibu Kota sudah ada dari era penjajahan Belanda hingga berganti dari Jakarta dipimpin wali kota ke gubernur.
1. Jalan panjang banjir di Jakarta dari zaman Raja Purnawarman sampai Anies Baswedan
Zaenuddin HM dalam Banjir Jakarta (2013) menuliskan bahwa banjir sudah berteman dengan Jakarta sejak zaman Raja Purnawarman atau Kerajaan Tarumanegara berdiri pada abad ke-5.
Banjir juga terjadi di masa Kolonial Belanda, saat negara Kincir angin tersebut berkuasa di Indonesia, setidaknya ada tujuh kejadian banjir yang terjadi di Jakarta atau Batavia yakni pada 1621, 1652, 1872, 1893, 1909, 1918, dan 1931.
Banjir di masa orde lama juga terjadi tepatnya pada tahun 1950.1952, 1960 dan 1963. Setelahnya, banjir juga terjadi di masa orde baru yakni pada 1976, 1984, 1985, 1994, 1996.
Pada era tahun 2000-an banjir di Jakarta juga terjadi di masa reformasi yakni pada 1999, 2002, 2007, 2013 dan terus berlanjut hingga 2015, 2020, dan 2021.
Pakar dan Pengamat sejarah Jakarta Alwi Shahab dalam pengantar buku ini menuliskan bahwa seorang penulis Amerika Serikat yang bekerja sebagai staf penerangan di Jakarta mengatakan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen (JP Coen) patut disalahkan karena mendirikan kota Batavia di atas rawa-rawa dan dataran rendah di bawah permukaan air laut. Jika tadinya JP Coen memilih membangun Batavia di tempat lebih tinggi, setidaknya bencana musiman ini bisa terhindarkan.
Baca Juga: Tina Toon: Jakarta dan Kota Penyangga Harus Cari Solusi Tangani Banjir
2. Klaim Pemprov berhasil tangani banjir di Jakarta
Di masa banjir DKI 2021, Riza Patria mengklaim bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berhasil dan berprestasi menangani banjir pada 20 Februari 2021. Dalam program Mata Najwa yang ditayangkan stasiun televisi Trans7, Riza menyesalkan seharusnya topik diskusi tersebut tak diberi judul Sengkarut Banjir Ibu Kota.
"Harusnya (judul) prestasi Jakarta mengendalikan banjir, karena hanya dalam satu hari DKI bisa mengatasi banjir," kata Riza pada Rabu (24/2/2021) malam.
Dia mengatakan luas genangan banjir saat ini kian berbeda jika dibandingkan dengan banjir pada tahun sebelumnya.
"Lebih kecil dibanding sebelumnya. Padahal curah hujan tinggi. Berarti kita berhasil mengurangi (luas) genangan," ujarnya.
Politikus Partai Gerindra itu juga mengklaim bahwa DKI telah mampu memangkas waktu penanganan banjir yang biasanya memakan waktu tiga sampai empat hari.
"DKI (juga) berhasil dalam satu hari mengatasi banjir. Sebelumnya, banjir baru surut dalam tiga hari, empat hari. Jumlah lokasi pengungsian hanya 44, dibanding sebelumnya (yang mencapai) 200-an. Mari kita bicara dengan data dan fakta,” ujar Riza.
3. Kritik pemerintah pusat untuk Pemprov DKI Jakarta
Karut marut penanganan banjir Jakarta semakin dikritik oleh berbagai pihak. Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Air dan Sumber Daya Air Firdaus Ali justru bertanya terkait pekerjaan Pemprov DKI, yang sudah sesuai dengan janji atau tidak.
“Saya menghargai apa yang dikerjakan Pemprov. Tetapi ketika dihadapkan lagi dengan bencana, apakah kinerja tersebut sesuai dengan yang dijanjikan?" kata dia dalam program Mata Najwa.
Firdaus membahas soal klaim Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menyatakan bahwa pihaknya bisa menyelesaikan banjir dalam waktu enam jam. "Tapi di Kemang, delapan jam belum surut,” ujarnya.
Editor’s picks
Firdaus mengatakan daerah yang selama ini tidak tergenang, justru mengalami banjir saat hujan deras melanda Jakarta beberapa waktu lalu.
"JORR (Tol Jakarta Outer Ring Road) tidak pernah tergenang sebelumnya. Ukuran-ukuran Pak Wagub sah saja, karena klaim mereka. Tapi yang menilai kan pihak luar,” kata dia.
Menurut Firdaus, DKI selalu mengatakan mereka berhasil mengurangi genangan banjir, tetapi tutup telinga soal genangan baru juga muncul. Perdebatan tentang titik krusial, kata dia, harus ditangani sesegera mungkin.
Baca Juga: Riza Patria Klaim Pemprov DKI Jakarta Berhasil Tangani Banjir
4. DPRD minta DKI segera kerjakan proyek besar penanganan banjir
Selain itu, Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDIP Agustina Hermanto atau yang akrab disapa Tina Toon juga buka suara terkait penanganan banjir di DKI Jakarta mengatakan, koordinasi antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan daerah penyangga harus membuahkan solusi, bukan hanya terkait klaim kebijakan.
"Gak mungkin kita hanya saling menyalahkan bukan setiap tahun, tapi setiap kali banjir kalau sekarang. Hari ini banjir, lusa banjir, akhirnya cuma nyalah-nyalahin doang, warga yang akhirnya jadi korban, itu saja sebetulnya," kata dia dalam acara Ngobrol Seru bertajuk Jakarta Banjir Lagi, Apa Strategi Gubernur Anies? by IDN Times, Senin (21/2/2021).
Selain itu, Tina mengatakan supaya isu tentang banjir Jakarta tidak dipolitisasi. Karena menurutnya, bencana ini bukan lagi soal politik, hingga klaim siapa yang memperjuangkan dan menyalahkan.
"Karena terbukti di DPRD DKI saja pansus (panitia khusus) banjir didukung oleh seluruh partai, ada sembilan partai di DPRD yang sama-sama memperjuangkan ini. Jadi apalagi sebetulnya kalau sudah semua partai setuju, berarti kan sesama eksekutif juga ayo dong sama-sama," ujarnya.
Tina berharap agar penanganan banjir Jakarta bisa lebih maksimal saat musim kering datang, dan tidak diperdebatkan saat masuk musim hujan. Dia menyarankan agar wacana besar penanganan banjir bisa segera dikerjakan, yakni normalisasi. Menurut dia penanganan banjir seperti pengadaan pompa, gerebek lumpur hanya membantu sekadarnya saja, yang terpenting adalah penanganan banjir dengan proyek lebih besar yang justru harus dikejar, namun sayangnya hingga saat ini tidak dikerjakan.
"Itu pendukung tapi kalau yang besar gak diberesin ya masih sulit," ujar politikus PDI Perjuangan itu.
5. Pengamat tata kota ingatkan soal masterplan 1973
Selain itu, Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna menegaskan bahwa Jakarta bisa bebas banjir jika Pemprov DKI Jakarta dengan Pemerintah Pusat mempunyai satu visi, program, dan serta satu janji.
"Siapapun Gubernurnya gak masalah yang penting tepati janji jalankan perencanaan. Kita kan banyak ahli, emang masterplan gak disusun para ahli. Kalau para ahli sudah bicara mau diserahkan siapa lagi? Pawang hujan? Gak mungkin lah banjir Jakarta selesaikan banjir dengan pawang hujan," ungkap Yayat dalam acara Ngobrol Seru by IDN Times, Senin (21/2/2021).
Yayat mengingatkan bahwa Jakarta sudah mempunyai masterplan 1973 yang mewarisi sisa perencanaan zaman Belanda dan telah disempurnakan konsultan hingga disempurnakan kembali oleh Kementerian PUPR untuk ditingkatkan kapasitasnya.
"Jadi sebetulnya 13 sungai di Jakarta dengan segala anak sungainya sudah tidak mampu lagi menghadapi kondisi ekstrem seperti sekarang. Kalau hanya wacana membuat sumber resapan, pompa tanpa melakukan perubahan yang sangat mendasar sulit kita mengatasi masalah yang terjadi," ucapnya.
6. Drainase di zaman kolonial masih dipakai hingga zaman millennial di Jakarta
Yayat Supriatna juga menjelaskan bahwa Menteri PUPR Basuki Hadimuljono sampai memarahi Anies karena penanganan banjir di Jakarta.
"Penanganan masih gaya lama, yaitu sumur resapan, pompa, ini yang dimarahin Pak Menteri PUPR kemarin, dengan cara hujan yang seperti ini, kalau cara penanganan setengah-setengah tidak akan menyelesaikan masalah," ungkap Yayat.
Yayat mengatakan bahwa Anies pernah berkata bahwa perencanaan dari tata drainase merupakan perencanaan untuk curah hujan rendah sampai lebat yakni 50 sampai 100 milimeter.
"Artinya, drainase yang ada di Jakarta itu kecil-kecil semuanya. Bisa dikatakan, tata drainase di zaman kolonial masih dipakai hingga zaman millennial," ujar dia.
Yayat juga menjelaskan bahwa kondisi banjir saat ini sangat dipengaruhi oleh persoalan curah hujan yang disebut sebagai hujan ekstrem, maka dari itu kapasitas drainase yang ada tidak lagi mampu menampung air.
"Bisa dibayangkan kapasitas tidak mampu menampung cuaca ekstrem terus-menerus seiring perubahan global, iklim dunia. Ini menjadi masalah ketika curah hujan menjadi lebat dengan durasi sekitar 5 sampai 6 jam itu sudah rata," ujarnya.
"Jadi kegagalan kita adalah, saat cuaca semakin ekstrem, sementara penanganan tata manajemen air masih amburadul belum sempurna. Terkadang mohon maaf, masalah banjir suka digiring ke politik, lama-lama pengamat TBC, Tekanan Batin Capek deh," ujar Yayat sembari tertawa.
Baca Juga: Antisipasi Banjir, DKI Bakal Sulap Taman RTH untuk Tampung Air