Catatan Banjir Jakarta 2002, Bukan Hanya karena Faktor Alam

Banjir Jakarta 2002 juga terjadi di bulan Februari

Jakarta, IDN Times - Jakarta kembali dilanda banjir pada Februari 2021. Banjir yang menerjang di tengah pandemik COVID-19 ini terjadi di sejumlah titik di ibu kota. Catatan banjir dari data yang disajikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menunjukkan bahwa banjir 20 Februari 2021 masuk kategori banjir besar dan curah hujan kala itu mencapai 226 mm per hari atau termasuk ekstrem. Total ada 113 RW yang tergenang dengan luas area mencapai 4 kilometer kubik.

Dalam data ini juga nampak beberapa kejadian banjir besar lainnya, salah satunya adalah banjir 2 Februari 2002. Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB periode 2010-2019 Sutopo Purwo Nugroho merangkum kejadian banjir 2002 dirangkum dalam catatan besar berjudul "Evaluasi dan Analisis Curah Hujan Sebagai Faktor Penyebab Bencana Banjir Jakara".

Banjir 2002 terjadi pada 27 Januari hingga 1 Februari disebabkan oleh curah hujan dan pengaruh sungai. Berikut seluk beluk banjir Jakarta 2002 yang dirangkum IDN Times.

1. Banjir 2002 menggenangi 42 kecamatan di Jakarta

Catatan Banjir Jakarta 2002, Bukan Hanya karena Faktor AlamPetugas hotel membawa koper milik tamu saat banjir melanda kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (20/2/2021). Banjir yang terjadi akibat curah hujan tinggi serta drainase yang buruk membuat kawasan Kemang, Jakarta Selatan dilanda banjir hingga mencapai setinggi 1,5 meter (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Sutopo menjelaskan bahwa curah hujan yang terjadi sejak 26 Januari hingga 1 Februari 2002 menyebabkan meluapnya sungai dan saluran drainase.

"Banjir yang terjadi menyebar hingga menggenangi beberapa daerah di
Jakarta. Tinggi genangan mencapai 5 meter. Banjir tersebut menggenangi 42
kecamatan di Jakarta dengan 168 kelurahan (63,4 persen) dari seluruh kelurahan yang ada di Jakarta," tulis Sutopo dalam jurnalnya seperti dikutip IDN Times, Selasa (23/2/2021).

Total genangan banjir kala itu mencapai 16.041 hektare atau 24,25 persen dari luas DKI Jakarta. Curah hujan yang tertinggi yang menyebabkan banjir tersebut tercatat di Bekasi sebesar 250 mm per hari, Sutopo menjelaksan bahwa jumlah itu adalah angka curah hujan harian maksimum dengan periode berulang tiap 150 tahun.

Baca Juga: Pengamat: Anies Masih Pakai Tata Drainase Zaman Kolonial Atasi Banjir

2. Banjir 2002 bukan lagi hanya karena alam

Catatan Banjir Jakarta 2002, Bukan Hanya karena Faktor AlamBanjir di Underpass Kemayoran (IDN Times/Restu Putri)

Mengutip catatan dari Kompas, Sutopo menjelaskan bahwa kala itu korban meninggal akibat banjir sebanyak 21 orang dan warga yang mengungsi mencapai 381.266 jiwa. Sutopo mengatakan bahwa perbedaan antara banjir-banjir yang pernah terjadi selama tahun-tahun tersebut adalah dimensi penyebab dan akibat banjirnya.

"Pada periode sebelum tahun tujuh puluhan, penyebab utama adalah faktor alam. Sesudah periode tersebut penyebab banjir menjadi semakin kompleks, bukan hanya faktor alam, tetapi faktor sosial ekonomi dan budaya serta akibat yang ditimbulkannya juga berbeda. Dimensi banjir menjadi lebih besar akibat adanya perkembangan kawasan yang tidak tidak didukung dengan teknologi pengendalian banjir yang memadai," ujar dia.

Hal ini, kata dia terlihat dari rendahnya kemampuan drainase mengeringkan kawasan terbangun dan kapasitas prasarana pengendali banjir yang rendah, mulai dari pintu pengatur, sungai poulder, sungai hingga bendung. Jakarta juga terletak di 13 aliran sungai, yakni Sungai Cakung, Jatikramat, Buaran, Sunter, Cipinang, Ciliwung, Cideng, Krukut, Grogol, Sekretaris, Pesanggrahan, Angke dan Mookervart.

3. Hujan lebat dan lama karena ada tekanan rendah di Selat Sunda dan Samudera Hindia

Catatan Banjir Jakarta 2002, Bukan Hanya karena Faktor AlamPetugas mengevakuasi warga menggunakan perahu karet saat banjir di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (20/2/2021). Banjir yang terjadi akibat curah hujan tinggi serta drainase yang buruk membuat kawasan Kemang banjir setinggi 1,5 meter (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Sutopo juga menjelaskan bahwa rata-rata curah hujan sejak 1989 hingga 1999 mempunyai puncak pada bulan Januari, kemudian pada bulan-bulan berikutnya
curah hujan lebih rendah hingga September. Curah hujan di Januari dan Februari terbilang tinggi yakni 364 mm pada Januari dan 329 mm pada Februari.

"Banjir yang terjadi pada tanggal 27 Januari hingga 1 Februari 2002 disebabkan adanya curah hujan yang tinggi, dimana curah hujan tersebut bukan hanya di Jakarta namun juga di daerah penyangganya," kata dia.

Namun, curah hujan dengan intensitas besar dan durasi yang lama disebabkan ileh pusat tekanan rendah di atas Selat Sunda dan Samudera Hindia, akhirnya massa uap air yang basah dari Asia berkumpul dan menimbulkan badai hujan. Banjir juga didukug dengan sistem pengelolaan sumberdaya air yang tidak baik, sehingga kemampuan drainase dan pengendalian banjir tak mampu mengatuskan limpasan permukaan.

4. Banjir 2002 melalui kacamata mantan Gubernur DKI Sutiyoso

Catatan Banjir Jakarta 2002, Bukan Hanya karena Faktor Alam(IDN Times/Aldila Muharma)

Kejadian banjir 2002 kala itu terjadi saat Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso memimpin. Kepada IDN Times, Sutiyoso mengatakan ada tiga penyebab banjir selalu terjadi di Jakarta, yaitu banjir lokal, banjir rob yang disebabkan hempasan gelombang air laut ke daratan, dan banjir kiriman melalui aliran 13 sungai dari arah selatan Jakarta.

Dia menyebutkan sejumlah cara yang efektif untuk mengatasi banjir di Jakarta. mulai dari menyedot air dengan pompa, lalu membuangnya ke sungai atau laut. Kawasan pesisir Jakarta sering mengalami banjir rob karena permukaan Jakarta yang lebih rendah dari laut. Pada saat menjabat gubernur, dia mengaku sudah melakukan survei ke berbagai negara seperti Belanda untuk mengatasi banjir rob.

"Setelah aku survei ke Belanda segala macam, (cara menanggulangi banjir rob) yaitu giant sea wall, tembok raksasa kita bangun dan berfungsi sebagai jalan tol dan sebagainya," kata Sutiyoso.

5. Sutiyoso dorong Anies minta pemerintah pusat bantu penanganan di bagian hulu

Catatan Banjir Jakarta 2002, Bukan Hanya karena Faktor Alam(IDN Times/Aldila Muharma)

Sutiyoso juga mengatakan bahwa hal yang paling sulit ditangani adalah banjir kiriman yang bersumber dari 13 sungai dari selatan Jakarta. Penanganan banjir ini lebih sulit karena menyangkut provinsi lainnya. Maka dari itu, Pemprov DKI tak bisa bekerja sendirian, perlu kerja sama dengan pemerintah daerah lain dan pemerintah pusat.

Selain itu, Sutiyoso menjelaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta perlu memastikan agar semua gorong-gorong drainase linear harus normal. Kali-kali harus dibersihkan, dinormalisasikan dan dikembalikan fungsinya serta dilebarkan.

"Itu secara bertahap harus dilanjutkan oleh gubernur-gubernur berikutnya. Saya sudah mulai semua itu," katanya.

Namun, menurut eks ketua Badan Intelijen Negara (BIN), cara itu tak bakal cukup apabila di hulu sungai tak ditangani dengan baik. Kala itu, dia mendorong Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, agar meminta pemerintah pusat membantu penanganan di bagian hulu.

"Pada saat curah hujan tinggi, di selatan juga lingkungan hidupnya sudah rusak kan, serapan air gak maksimal di puncak," kata dia.

Baca Juga: Tina Toon: Jakarta dan Kota Penyangga Harus Cari Solusi Tangani Banjir

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya