Cerita Pegawai KPK soal TWK: Kejanggalan sampai Unsur Pelecehan

Pegawai KPK ceritakan seluk beluk TWK yang tuai polemik

Jakarta, IDN Times - Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tri Artining Putri yang menjadi salah satu pihak yang terdampak dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menegaskan bahwa tes ini berbeda dengan tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang biasanya.

"Ada dua hal yang saya sampaikan terkait perbedaan ini, yang pertama tes wawasan kebangsaan KPK itu bukan tes wawasan kebangsaan yang ada di Google," ujarnya dalam diskusi yang dilakukan Indonesia Coruption Watch (ICW) secara daring, Minggu (30/5/2021). 

Dia mengatakan bahwa tes yang dijalani bukanlah TWK namun Indeks Moderasi Bernegara dengan kurang lebih 200 soal dari Dinas Psikologi TNI AD.

“Salah satunya adalah yang sudah beredar di media sosial, semua Cina sama saja, semua orang Jepang itu kejam, apakah masa lalu anda suram, percaya hal gaib atau tidak, lalu apakah setuju dengan LGBT atau tidak,” ujarnya.

1. Mempertanyakan fungsi TWK karena pegawai sudah lewati tahap sebelum bekerja

Cerita Pegawai KPK soal TWK: Kejanggalan sampai Unsur PelecehanKaus hitam bertuliskan 'Berani Jujur Pecat' dipakai oleh sejumlah perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5/2021) (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Dia mengungkapkan bahwa pegawai KPK bukanlah CPNS, dan sudah melewati beberapa tahap tes sebelum akhirnya duduk sebagai pekerja di KPK dan menjalani pendidikan bela negara selama 48 hari di Pusdikpassus Batujajar serta dididik oleh komando pasukan khusus, dikarantina tanpa telepon dan dunia luar, hingga menerima materi antikorupsi dan kebangsaan.

"Kami bukan CPNS, karena kami adalah pegawai KPK yang sesuai undang-udang harus beralih status ke ASN," ujarnya.

Baca Juga: Pertanyaan TWK Kontroversial, Pimpinan KPK Gak Tahu dan Gak Mau Tahu

2. Kronologi lahirnya TWK di KPK

Cerita Pegawai KPK soal TWK: Kejanggalan sampai Unsur PelecehanIlustrasi Penyelidikan KPK (IDN Times/Mardya Shakti)

Dia menjelaskan kronologi lahirnya TWK di KPK, mulai dari adanya Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN, dengan pembahasan draft dari Agustus 2020 hingga Januari 2021, kala itu tidak ada pembahasan soal TWK dan sejumlah rapat dan diskusi.

Mulai dari 27-28 Agustus 2020, September-Awal November 20290, 16-18 November 2020, dan 18 Desember serta 5 Januari 2021.

"Dalam lima tanggal ini, yang dihadirkan ada beberapa narsumber, ada narsumber dari Bulog, ada dari kejaksaan, ada ahli-ahli hukum tata negara, di sana dibahas terkait setelah dialih menjadi ASN maka bagaimana pengaturan golongannya,” ujarnya.

Namun tiba-tiba ada pembahasan TWK lahir, mulai 25-27 Januari 2021 dan merupakan usulan dari Ketua KPK Firli Bahuri. Dia juga mengatakan Firli pergi sendiri ke sejumlah kementerian untuk mengajukan hal ini.

“Padahal proses-proses pemasukan klausul ini dilakukan level jajaran teknis, tapi bapak Komisaris Jenderal Firli Bahuri memilih pergi sendiri untuk memastikan bahwa klausul TWK ini harus masuk,” ujarnya.

Akhirnya pada 27 Januari, Perkom Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 5 Ayat 4 diundangakan yakni dengan memasukkan pelaksanaan asesmen TWK kerja sama antara KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

3. Kejanggalan mulai dari BKN sebagai penyelenggara hingga email cetak kartu seleksi calon ASN

Cerita Pegawai KPK soal TWK: Kejanggalan sampai Unsur Pelecehanwww.bkn.go.id

Hal yang janggal menurut Tri Artining adalah konotasi penggunaan kata asesmen dan tes, di mana tes menghasilkan lulus dan tak lulus sedangkan asesmen tidak, serta pegawai KPK tak menjalankan TWK namun Indeks Moderasi Bernegara dan penyelenggaranya adalah BKN bekerja sama dengan lima lembaga lain mulai dari Dinas Psikologi TNI-AD, BAIS, BNPT, BIN dan BNN.

Dia juga menyebutkan ada sejumlah kejanggalan TWK mulai dari sosialisasi 17 Februari 2021 yang tidak ada kejelasan soal lulus dan tidak lulus, kemudian tiba-tiba email belum ada pemberitahuan internal. Dari BKN untuk cetak kartu seleksi calon ASN pada 2 Maret 2021 yang dikirim pada 1.351 pegawai KPK.

“Cukup membuat heboh di internal, karena rata-rata pada bertanya kok jadi seleksi calon ASN, karena kami bukan melamar kerja kami bukan melamar untuk jadi CPNS, kami adalah pegawai KPK yang sudah melalui seleksi beberapa tahap untuk masuk KPK. Lalu kami diminta untuk tes seleksi tes ASN,” ujarnya.

Bahkan ada rekannya yang sudah ditanyai apakah sedang ikut tes CPNS atau proses mutasi. “Sudah ada data yang menurut saya mungkin sudah diberikan pada BKN yang tadi bekerja sama  dengan lima lembaga lain untuk melaksanakan tes ini,” ujarnya.

4. Pertanyaan saat tes yang melecehkan dan tak berkaitan dengan isu antikorupsi

Cerita Pegawai KPK soal TWK: Kejanggalan sampai Unsur PelecehanPegawai KPK berjalan meninggalkan Gedung Merah Putih KPK pada jam pulang kerja di Jakarta, Kamis (27/5/2021). Dalam hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN, 75 orang dinyatakan tidak memenuhi syarat dimana 51 yang memiliki nilai merah diberhentikan dan 24 lainnya dibina kembali wawasan kebangsaan dan bela negaranya (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Saat menjalani tes, Tri Artining mengungkapkan bahwa tak ada korelasi soal dengan antikorupsi dari 200 soal dan wawancara 45 menit dengan dua asesor. Dia mengatakan hanya ada satu soal terkait Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

“Tidak ada sama sekali terkait dengan antikorupsi, tidak ada sama sekali pertanyaan tentang bahkan misalnya apakah saya mengingat UU tipikor, atau apakah saya mengingat UU nomor 19 tahun 2019,” kata dia.

Menurut dia, ada tiga tahapan tes yang dijalani para pegawai KPK, yakni soal tertulis dengan pernyataan Dinas Psikologi TNI AD dengan model pilihan ganda, esai sebanyak 11 soal dengan kop BKN serta terkait wawancara.

“Soal-soalnya tentu saja bisa saya pastikan tidak ada hubungannya dengan tadi, cenderung melecehkan, cenderung justru intoleran, karena saya ditanya dua pertanyaan soalnya terkait toleransi,” kata dia.

Dua pertanyaan itu adalah dia bersedia menerima donor darah dari agama lain, lalu dia bilang tak masalah akan hal itu, dan kemudian apakah dia mengucapkan hari raya Natal pada umat Kristiani dan Katolik dan dia menjawab iya karena dia mempunyai banyak kerabat dan saudara.

“Lah bukannya ga boleh, digituin, terus saya bilang  siapa yang bilang gak boleh?” tanya Tri Artining.

Bukan hanya itu ada beberapa cerita terkait pertanyaan pada salah satu rekan perempuannya yang berusia 35 tahun dan belum menikah. Rekannya ditanya apakah LGBT dan masih memiliki hasrat atau tidak.

“Lalu ditutup dengan, bagaimana nikah dengan saya saja, mau gak jadi istri kedua dan dengan entengnya pewawancara yang laki-laki itu berkata gak usah diambil hati ya mbak itu tadi saya cuma bercanda loh,” katanya menirukan ucapan pewawancara.

Baca Juga: KPK Rahasiakan 75 Nama yang Gagal Lolos TWK, Kok Gitu?

5. Diminta lepas kerudung untuk bela bangsa dan negara

Cerita Pegawai KPK soal TWK: Kejanggalan sampai Unsur PelecehanIlustrasi pelatihan kerja (ANTARA FOTO/Rahmad)

Tri Artining mengatakan itu adalah bentuk pelecehan dan tak terkesan seperti wawancara formal apalagi pewawancara itu mewakili lembaganya.

Pertanyaan lainnya adalah ketika seseorang diminta memilih Al-Qur'an atau Pancasila, menurut Tri Artining pertanyaan ini seolah-olah dua hal itu tidak bisa berjalan beriringan.

“Teman saja menjawab saya sebagai umat Islam ya saya berpegang teguh pada Al-Qur'an tetapi sebagai warga negara ideologi saya ikut ideologi negara ini yaitu Pancasila,” kata dia.

Akhirnya karena tak boleh memilih satu, dia memilih Al-Qur'an dan tidak lulus, Tri merasa temannya dinilai radikal atas pernyataannya tersebut.

“Ada yang diminta lepas kerudung demi bangsa dan negara, temen saya bilang tidak bersedia, lalu temen saya dibilang egois sekali kamu ya gak mau melepas jilbab demi bangsa dan negara, teman saya akhirnya bilang loh apa korelasinya harus lepas kerudung untuk bangsa dan negara” kata Tri Artining.

Maka dari itu pihaknya bingung dengan korelasi pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan wawasan kebangsaan.

“Kalau memang untuk mendapatkan label kebangsaan kami harus rela dilecehkan, saya sih lebih baik saya tidak berlabel dari pada harus dilecehkan seperti itu,” kata dia.

 

6. Dugaan kesewenang-wenangan di KPK

Cerita Pegawai KPK soal TWK: Kejanggalan sampai Unsur PelecehanKetua KPK Firli Bahuri (IDN Times/Aryodamar)

Terakhir, Tri Artining mengatakan ini bukan sekadar tentang 75 pegawai KPK yang kehilangan pekerja, menurut Tri Artining isu ini soal pemberantasan korupsi dan lembaga yang jadi harapan publik yang sedang mendapat praktik kesewenang-wenangan atau praktik korup, hingga hak rakyat Indonesia untuk menerima pemberantasan korupsi.

“Tapi ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk memastikan pemberantasan korupsi tetap ada di jalur yang tepat dan KPK sebagai lembaga yang kita percaya tetap bisa menjalani tugasnya dengan baik, praktik kesewenang-wenangan ini harus dihentikan dan sebaiknya Bapak Komisaris Jenderal Firli Bahuri yang mencetuskan tes wawasan kebangsaan ini segera mengambil langkah-langkah yang tadi Pak Presiden bahwa tak boleh mencederai hak pegawai,” kata dia.

 

Baca Juga: Tanggapi Pemecatan 51 Pegawai, PKS: KPK Berada di Titik Nadir

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya