CSIS Soroti Rancunya Pasal Hina Presiden Bisa Dipenjara di RKUHP
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Nicky Fahrizal, mengungkapkan bahwa pasal penghinaan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) bakal sulit dideskripsikan.
Hal ini, kata dia, berkaitan saat mengkur mana penghinaan dan kritik yang dimaksud di dalamnya.
"Permasalahannya adalah penegak hukum hari ini bisa membedakan mana yang kritik mana yang jelas-jelas menghina, ini yang jadi kekhawatiran kita," kata dia dalam CSIS Media Briefing bertajuk 'Dampak Rencana Pengesahan RKUHP terhadap Kebebasan Sipil' di kanal YouTube CSIS Indonesia, dilansir Jumat (8/7/2022).
1. Masalah terbesar adalah penafsirannya
Dia mengatakan saat ini masalah besar dalam penafsiran hukum protes atau penyampaian pendapat, adalah apakah itu berdasarkan kritik kepentingan umum atau penghinaan.
Ini yang dinilai harus perlu dijadikan catatan dan usaha bersama masyarakat untuk menafsirkan teks ini.
Baca Juga: Hina Presiden Bisa Dipenjara, LBH Sebut RKUHP Jadi Pasal Kolonial
2. Saat ini kritik jadi suatu yang sensitif
Nicky juga beranggapan bahwa hari-hari ini kritik pada pemerintah jadi satu hal yang sensitif dan sulit dilakukan.
"Kita tahu bahwa hari-hari ini sangat sensitif sekali untuk mengkritisi, kebijakan untuk mencuri mengkritisi sesuatu, suatu pernyataan pemerintah atau pejabat publik," katanya.
3. Buktikan bahwa kritik membangun dan bukan serangan
Lagi-lagi, kata dia, jadi pekerjaan rumah bersama, agar kritik yang dibangun adalah bukan kritik serangan, namun konstruktif.
"Maka butuh tafsir perasaan halus untuk pisahkan antara kritik dan penghinaan. Daya jangkau pemahaman penegakan hukum penegak hukum agar dapat membedakan kritik dan suatu penghinaan," ujarnya.
Baca Juga: Syarat Kritik Presiden Tak Kena Pasal Penghinaan: Harus Solutif