Darurat Prostitusi Anak di Indonesia, KPAI: Korban Direkrut dari Medsos

Banyak yang jadi korban dan putus sekolah

Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima pengaduan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sebanyak 45 laporan sepanjang 2022. Motif dan modus kasus tersebut semakin beragam.

Anak-anak Indonesia saat ini dalam situasi darurat berpotensi menjadi korban Eksploitasi Seksual Anak (ESA) Online, eksploitasi ekonomi dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). 

Baru-baru ini, praktik prostitusi online dengan aplikasi MiChat terbongkar. Salah satu kasusnya terjadi di Jakarta Selatan dengan pelaku yang berstatus masih di bawah umur. Bukan hanya di satu daerah, kasus prostitusi online dengan aplikasi MiChat terjadi di sejumlah tempat.

Bukan hanya itu, kasus prostitusi anak di Kota Lubuk Linggau, Sumatra Selatan (Sumsel) mengungkap fakta bahwa korban yang berusia di bawah 18 tahun melakukannya bukan karena paksaan. Ketujuh korban prostitusi anak yang ditawarkan lewat MiChat, mengaku bila pekerjaan yang mereka lakoni hanya untuk memenuhi gaya hidup, terlebih mereka rata-rata putus sekolah.

1. Banyak anak korban eksploitasi putus sekolah

Darurat Prostitusi Anak di Indonesia, KPAI: Korban Direkrut dari Medsosilustrasi kekerasan terhadap perempuan (IDN Times/Aditya Pratama)

KPAI juga mencatat ada 234 anak menjadi korban dari 35 kasus TPPO dan eksploitasi pada Januari-April 2021. Ada 217 anak atau 93 persen di antaranya jadi korban dari 29 kasus prostitusi.

Dalam penjabaran KPAI atas 35 kasus eksploitasi seksual dan ekonomi, serta pekerja anak di Indonesia dalam rentang waktu itu, ada beberapa hal yang ditelusuri, mulai dari pendidikan anak persentase status korban yang masuk dalam eksploitasi dan pekerja anak. Total 67 persen mereka tercatat sebagai siswa yang masih aktif bersekolah dan 33 persen mereka putus sekolah.

Baca Juga: Fakta-fakta Terbongkarnya Prostitusi Online Anak via MiChat

2. Anak-anak diajak melalui media sosial

Darurat Prostitusi Anak di Indonesia, KPAI: Korban Direkrut dari MedsosIlustrasi Media Sosial. (IDN Times/Aditya Pratama)

Dari 35 kasus pada 2021 lalu, KPAI juga menemukan fakta bahwa medium anak menjadi korban eksploitasi seksual dijelaskan 60 persen dari penggunaan jejaring media sosial dan 40 persen secara konvensional didatangkan, diajak dan direkrut secara fisik.

Dalam aksinya, pelaku yakni muncikari atau germo memasang iklan anak, menjajakan layanan hubungan intim disertai harga, di antaranya memanipulasi usia, dan ajakan-ajakan yang sifatnya open booking yang merupakan istilah prostitusi online seluruhnya difasilitasi dan berinteraksi menggunakan transaksi elektronik dan aplikasi media social.

Para pelaku menggunakan aplikasi Michat 41 persen, Whatsapp 21 persen, Facebook 17 persen, tidak diketahui 17 persen dan hotel yang dipesan secara virtual nama Reddoorz 4 persen.

3. Eksploitasi anak dan perdagangan perempuan korbankan anak di ranah prostitusi

Darurat Prostitusi Anak di Indonesia, KPAI: Korban Direkrut dari Medsosilustrasi kekerasan (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara, laporan Jaap E Doek, Unicef, dan End Child Prostitution Child Pornography and The Trafficking of Children for Sexual Purposes (ECPAT) menyebutkan, perdagangan perempuan dan anak untuk eksploitasi seksual di Asia mengorbankan 30 juta orang, termasuk di antaranya adalah untuk prostitusi.

Prostitusi tersebut dimulai dari bentuk pelecehan dan kekerasan seksual seperti dicolek, diraba-raba, dan diperkosa. 

ECPAT menjelaskan prostitusi anak karena eksploitasi seksual terjadi karena kemiskinan, disfungsi keluarga, pendidikan rendah, pengangguran, penghasilan kurang, tradisi, dan peningkatan kebutuhan perempuan muda pada industri seks.

Baca Juga: Bejat, Ayah Tiri Diduga Lakukan Kekerasan Seksual pada Anak Sejak SMP 

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya