Dokter Indonesia Bersatu: Nakes Resign karena Insentif dan Beban Kerja
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pandemik COVID-19 makin rumit, kasus yang meningkat tak sebanding dengan perhatian pada tenaga kesehatan (nakes) yang jadi garda terdepan dalam penanganan pasien virus corona.
Ketua Dokter Indonesia Bersatu (DIB) Dokter Eva Sri Diana Chaniago mengatakan kondisi di lapangan banyak membuat nakes memilih resign atau meninggalkan profesinya. Bagi relawan COVID-19, resign menjadi jawaban karena insentif yang tak dibayarkan.
"Relawan-relawan ini mereka akan ngandelin cuma insentif, gak ada gaji pokok, gak ada remunerasi, gak ada tunjangan. Ya segitu berapa dikasih pemerintah ya itu, mereka makan pakai apa?" ujarnya saat dihubungi IDN Times, Senin (19/7/2021).
Baca Juga: Mensos Risma Akan Buka Dapur Umum untuk Nakes dan Petugas Makam
1. Ada saja relawan yang bisa bertahan tanpa dibayar
Eva mengungkapkan para relawan nakes ini membutuhkan biaya hidup. Bukan hanya untuk makan dan keluarga, mereka juga harus memenuhi biaya tempat tinggal.
Menurutnya, seorang relawan bisa tahan empat bulan saja menjadi nakes sudah bagus. Karena banyak yang belum mendapat gaji walau sudah beberapa bulan bekerja.
2. Karyawan kerap resign karena beban kerja
Sedangkan bagi tenaga kesehatan dengan status karyawan tetap, resign kerap terjadi karena beban kerja. Banyak dari mereka yang bekerja usai sembuh dan kembali maju walau sudah berkali-kali terpapar COVID-19.
Editor’s picks
"Bagi karyawan kesehatan yang pegawai tetap ya ini beban kerja gak seimbang, beban kerja terlalu berat mereka abis sakit positif COVID-19 terus baru istirahat di rumah dalam keadaan masih sesak udah kerja lagi, beban kerja yang sangat berat," kata Eva.
3. Nakes kadang malah dihujat masyarakat
Selain masalah insentif dan kondisi pekerjaan yang berat, Eva mengatakan, tak jarang para nakes dan dokter merasa terbebani hujatan masyarakat. Apalagi, menurut dia, pendekatan pemerintah pada nakes tidak ada.
"Gak usahlah kami dipuji, paling gak kami jangan dicaci," kata dia.
Eva geram dengan tuduhan nakes membunuh pasien, padahal banyak dokter dan perawat yang juga meninggal dunia saat merawat pasien COVID-19.
"Teman-teman yang masih bertahan ini sampai tiga kali COVID-19 masih saja maju, sudah sembuh tetap saja kerja, tidak ada kapok-kapok nya mungkin selain karena kebutuhan mereka, juga karena menganggap ini adalah sudah biasa, jalani aja, pengabdian," ujarnya.
4. Birokrasi berbelit, jika tak ada laporan uang tak turun
Eva mengatakan sistem birokrasi terkait pembayaran insentif ini terbilang rumit dan berbelit-belit, seharusnya jeri payah nakes langsung dibayarkan. Padahal, SIP hingga buku tabungan para dokter sudah tercantum dengan jelas.
"Pencatatan ke Kementerian Kesehatan juga terbilang rumit dan memakan waktu, jika tak ada laporan maka uang tidak akan turun," imbuh Eva.
Baca Juga: RS Darurat Bertambah, Dana Insentif Nakes Ditambah Rp1,08 Triliun