DPR Akui Proses Majukan RUU TPKS ke Rapat Pleno Masih Jadi Perdebatan

Khawatir RUU TPKS tak kunjung capai titik terang

Jakarta, IDN Times - Isu kekerasan seksual dan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) masih terus digaungkan. Jumlah kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak sebagai korban terus meningkat setiap tahunnya. Dalam laporan Komnas Perempuan tahun 2020 tercatat ada 659 kasus kekerasan seksual daring yang dialami anak-anak.

Data yang dikumpulkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) juga mengungkap angka kasus kekerasan seksual anak di Indonesia mencapai 5.628 kasus selama Januari-September 2021.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS, Willy Aditya menyatakan bahwa dirinya berikhtiar untuk RUU TPKS ini diplenokan. Akan tetapi, narasi dukungan terhadap RUU TPKS menghadapi tantangan yang besar. Dia mengatakan bahwa diperlukan peran semua pihak untuk mendukung narasi yang positif untuk mendorong proses pengesahan RUU tersebut.

“Ini menjadi catatan-catatan, undang-undang penting tapi literasi dan narasi yang harus kita bangun itulah yang kemudian menjadi akarnya,” ujarnya dalam agenda "Dialog anak, DPR dan Media mengenai kekerasan seksual" yang dilaksanakan oleh Wahana Visi Indonesia (WVI) secara daring, Kamis (2/12/2021).

Dia mengatakan bahwa saat ini proses memajukan RUU TPKS ke rapat Pleno masih menjadi perdebatan di kalangan fraksi-fraksi DPR.

“Jadi memang kita berusaha sekarang, yang menghendaki pleno masih empat fraksi. Butuh satu fraksi lagi yang 'oke' gitu kemudian kita jalan,” kata Willy.

1. RUU TPKS masuk ke tahap penyempurnaan pasal-pasalnya

DPR Akui Proses Majukan RUU TPKS ke Rapat Pleno Masih Jadi PerdebatanChristina Aryani (Anggota DPR RI) IDN Times/Arief Kharisma Putra)

Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Golkar, Christina Aryani mengakui bahwa masih ada proses politik yang perlu dilalui sebelum akhirnya RUU TPKS ini dapat disahkan. Dirinya sangat mengapresiasi para anak yang telah menyuarakan aspirasinya kepada anggota DPR.

“Apa yang adik-adik sampaikan hari ini menambah energi kami, menjadi penyemangat kami untuk bekerja lebih keras lagi hingga rancangan undang-undang yang kita butuhkan ini bisa segera terealisasi,“ kata dia dalam kesempatan yang sama.

Sementara menurut dia, proses pembahasan RUU TPKS di dalam DPR sedang dalam penyempurnaan narasi terkait pasal-pasal yang terkandung di dalamnya.

“Tanggal 6 ini dijadwalkan ada rapat. Nah, mungkin di situ kita melihat bagaimana perkembangan atau apakah ada arah-arah lainnya,” kata dia.

Baca Juga: Kata ICJR soal Konsep Persetujuan di RUU TPKS-Permendikbud No 30

2. Khawatir RUU TPKS tak kunjung mencapai titik terang

DPR Akui Proses Majukan RUU TPKS ke Rapat Pleno Masih Jadi PerdebatanAgenda "Dialog anak, DPR dan Media mengenai kekerasan seksual" yang dilaksanakan oleh Wahana Visi Indonesia (WVI) secara daring, Kamis (2/12/2021) (Dok. WVI)

Sementara, Public Policy Analyst Wahana Visi Indonesia, Lia Anggiasih menjelaskan bahwa meningkatnya angka kekerasan seksual anak berkaitan dengan belum adanya peraturan perundang-undangan yang komprehensif untuk menjadi pedoman penanganan kasus kekerasan seksual.

Dia khawatir jika pembahasan RUU TPKS tidak kunjung mencapai titik terang, maka semakin banyak anak Indonesia menjadi korban kekerasan seksual.

“Untuk itu, kami ingin mengajak para anggota Legislatif untuk segera mengesahkan RUU TPKS pada Prolegnas 2020 demi terciptanya perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, khususnya anak-anak. Terakhir, negara harus hadir dalam perumusan kebijakan dan implementasinya,” kata Lia.

3. Pandangan dan harapan anak-anak terkait perlindungan hukum kekerasan seksual

DPR Akui Proses Majukan RUU TPKS ke Rapat Pleno Masih Jadi PerdebatanIlustrasi kekerasan anak (IDN Times/Mardya Shakti)

Seorang anak dari Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat menceritakan pengalaman seorang temannya yang mengalami kekerasan seksual oleh ayahnya sendiri, dia merasa sedih melihat peristiwa tersebut memiliki dampak yang sangat besar terhadap psikologi temannya.

"Dia menjadi sangat pendiam, takut bertemu orang lain dan patah semangat karena merasa masa depannya telah terenggut. Bahkan, anggota keluarga lainnya seakan justru menutupi kejadian tersebut, sehingga Ia semakin merasa tertekan,” kata Sophia.

Menutup dialog tersebut, Alda dan Mawi, dua orang anak dari Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur turut mengutarakan permohonan kepada Anggota DPR untuk segera mensahkan RUU TPKS supaya anak Indonesia mendapat perlindungan hukum dari tindak kekerasan seksual.

“Kepada anggota DPR, kami berharap aspirasi kami didengar dan RUU TPKS ini dapat segera disahkan. Supaya para pelaku tindak kekerasan seksual terhadap anak mendapat efek jera dan anak-anak Indonesia dapat hidup bebas dari rasa takut,” kata mereka.

Baca Juga: Pembahasan RUU TPKS Macet karena Perdebatan Pasal Persetujuan

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya