Frasa 'Tanpa Persetujuan' Permendikbud PPKS Digugat, Kenapa?

MA diminta tegas respons hal ini

Jakarta, IDN Times - Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) menyatakan sikap atas gugatan judicial review pada Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di perguruan tinggi.

KOMPAKS mendesak agar Mahkamah Agung (MA) bisa bersikap tegas dengan berpihak pada korban dan menolak gugatan judicial review.

"Peraturan ini merupakan terobosan hukum yang lahir dari kebutuhan dan pengalaman korban kekerasan seksual. Hingga saat ini, belum ada peraturan perundang-undangan di Indonesia yang secara komprehensif mengatur tentang kekerasan seksual," tulis KOMPAKS dalam keterangan tertulisnya pada Senin (28/3/2022). 

"Gugatan ini akan menghambat dan kembali mempersulit penjaminan perlindungan dan pemenuhan hak korban kekerasan seksual di perguruan tinggi," tambahnya. 

1. Alasan gugatan legalisasi tindak asusila

Frasa 'Tanpa Persetujuan' Permendikbud PPKS Digugat, Kenapa?ilustrasi pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)

Gugatan Permendikbud PPKS diajukan guna membatalkan frasa 'tanpa persetujuan' yang ada dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b, f, g, h ,i, l, dan m.

Penggugat beralasan bahwa frasa 'tanpa persetujuan' secara implisit membuat ruang legalisasi tindak asusila.

"Penafsiran liar tersebut sesungguhnya bukan hal yang baru, dalam pembahasan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), kelompok penolak juga menggunakan argumentasi yang sama," tambah KOMPAKS.

Penolakan ini didasarkan pada ketidakpahaman dan ketidakpekaan seseorang untuk mengenali mana perbuatan yang memuat unsur kekerasan seksual dan mana yang tidak.

Baca Juga: Polemik Restitusi Korban Kekerasan Seksual: Perlunya Aturan Mekanisme

2. Frasa tanpa persetujuan punya beberapa tujuan

Frasa 'Tanpa Persetujuan' Permendikbud PPKS Digugat, Kenapa?Mendikbud Ristek Nadiem Makarim dalam raker dengan Komisi X DPR RI. (youtube.com/Komisi X DPR RI Channel)

KOMPAKS menjelaskan bahwa frasa "tanpa persetujuan" adalah materi inti dari rumusan definisi kekerasan seksual yang punya tujuan. Pertama untuk membedakan apa saja unsur-unsur tanpa persetujuan yang dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti kekerasan, paksaan, dan manipulasi.

Kemudian, frasa ini berguna memahami siapa pelaku dan korban dalam suatu peristiwa kekerasan seksual, serta menegaskan adanya relasi kuasa dalam suatu peristiwa kekerasan seksual yang dapat menempatkan seseorang dalam posisi dominan, dan mengakibatkan seseorang lainnya kehilangan kemampuan atau mengalami ketidakberdayaan untuk menolak.

"Pencabutan frasa 'tanpa persetujuan' akan mengaburkan aturan terkait kekerasan seksual serta membahayakan posisi korban kekerasan seksual. Dalam skenario yang diajukan penggugat, korban kekerasan seksual justru berisiko dituduh sebagai 'pelaku', jika pelaku kekerasan seksual membantah dan menyatakan bahwa kekerasan seksual yang terjadi dilakukan secara konsensual, dan hal ini justru akan menambah lapisan kerentanan dan trauma korban," ujar KOMPAKS.

Penafsiran a contrario terhadap frasa tanpa persetujuan dirasa tak dapat dimaknai dengan upaya legalisasi perbuatan lain di luar kekerasan seksual.

3. KOMPAKS mendorong percepat pelaksanaan Permendikbud PPKS

Frasa 'Tanpa Persetujuan' Permendikbud PPKS Digugat, Kenapa?Ilustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

KOMPAKS mengungkapkan, minimnya kerangka hukum terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual serta perlindungan terhadap korban kekerasan seksual menambah deretan panjang korban kekerasan seksual di perguruan tinggi setiap tahunnya.

Oleh karena itu, KOMPAKS mendorong agar pemerintah Indonesia melalui Kemendikbud mempercepat pelaksanaan Permendikbud PPKS dan membentuk satgas-satgas kekerasan seksual di seluruh perguruan tinggi.

Kemudian, MA perlu berpihak pada korban yang berlandaskan pada pengalaman dan kebutuhan korban sebagai pertimbangan utama dalam memutus gugatan terhadap Permendikbud PPKS. Masyarakat diminta mendukung setiap upaya pencegahan dan perlindungan bagi korban kekerasan seksual.

"KOMPAKS dengan tegas mengecam gugatan judicial review terhadap Permendikbud PPKS dan kami percaya bahwa peraturan ini dibuat dengan semangat keberpihakan dan memberikan perlindungan kepada korban kekerasan seksual yang ada di lingkungan perguruan tinggi," demikian keterangan KOMPAKS. 

"Alih-alih digugat, peraturan ini semestinya direproduksi oleh Kementerian-kementerian lain, demi menciptakan lingkungan yang aman di semua sektor," sambungnya.

Baca Juga: Cara Ketahui Anak Alami Kekerasan Seksual

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya