Harapan Terakhir Kisruh TWK KPK, Kewenangan Presiden Dinantikan

YLBHI tunggu sikap Presiden sebelum ambil langkah hukum

Jakarta, IDN Times - Jalan panjang polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai terlihat akhirnya. Sebanyak 56 pegawai yang tak lolos akan diberhentikan pada 30 September 2021 dan yang berhasil melenggang melewati tes diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menjelaskan masih menunggu kewenangan dari Presiden Joko "Jokowi" Widodo untuk menyikapi hal ini. YLBHI merupakan tim kuasa hukum pegawai yang tak lolos TWK.

"Kalau ditanya (langkah hukum selanjutnya), kami ingin menunggu atau menanti pak Presiden untuk menjalankan kewenangannya, begitu," kata dia dalam diskusi "September kelabu di KPK" yang tayang di akun YouTube Indonesia Coruption Watch (ICW), Minggu (19/9/2021).

1. Dampak Surat Presiden soal revisi UU KPK

Harapan Terakhir Kisruh TWK KPK, Kewenangan Presiden DinantikanIDN Times/Irfan Fathurochman

Dia membahas bagaimana Jokowi mengirimkan Surat Presiden untuk membahas revisi Undang-Udang KPK pada 2019 lalu. Hal itu, menjadikan KPK masuk dalam eksekutif atau kewenangan Presiden.

Jika surat itu tak dilayangkan oleh Jokowi, menurut dia jalan presiden untuk menarasikan KPK sebagai lembaga independen akan lebih lancar.

"Tapi dengan revisi UU KPK dimasukkan menjadi rumpun eksekutif maka dia (presiden) betul-betul menjadi pimpinan tertinggi secara hukum positif bukan hanya secara etika politik," kata Asfinawati.

Baca Juga: Novel: Kenapa Begitu Benci dengan Pegawai KPK yang Ungkap Kasus Besar?

2. Komnas HAM pertanyakan pemilihan tanggal pemecatan

Harapan Terakhir Kisruh TWK KPK, Kewenangan Presiden DinantikanIlustrasi KPK (IDN Times/Mardya Shakti)

Isu pemecatan pada 56 pegawai pada 30 September tersebut disoroti Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam sebagai sesuatu yang berpotensi menimbulkan stigma.

"Itu kan ada stigma soal 1965 soal PKI, soal komunisme. Apakah memang pemilihan tanggal 30 September itu mengintrodusir satu stigma berikutnya, kalau ini memang mengintrodusir satu stigma berikutnya betapa bahayanya negara ini," katanya dalam kesempatan yang sama.

Dia bertanya-tanya alasan apa yang membuat KPK memecat 56 orang pada 30 September. Sebab sebelumnya KPK berniat memberhentikan 56 orang tersebut pada 1 November 2021.

"Karena catatan komnas HAM banyak sekali bukan hanya 65, kasus Petrus juga, stigma banyak kasus yang lain. Kalau mesin stigma tidak kita perangi bersama-sama negara ini dalam keadaan bahaya level tinggi,” ujarnya.

3. TWK dinilai hanya alibi

Harapan Terakhir Kisruh TWK KPK, Kewenangan Presiden DinantikanKaus hitam bertuliskan 'Berani Jujur Pecat' dipakai oleh sejumlah perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5/2021) (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Sementara, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung (FH Unpad) Atip Latipulhayat mengungakapkan bahwa TWK hanya alibi untuk menyingkirkan para pegawai KPK.

"Saya melihat dari awal TWK itu memang didesain sebagai sebuah alibi untuk menyingkirkan (pegawai KPK), jadi itu alibi saja," kata Atip.

Peralihan pegawai KPK menjadi ASN, Atip mengatakan ini adalah bentuk pengendalian dari KPK atau kendali penguasa.

"Tujuan awal pegawai KPK itu berubah status menjadi ASN itu sudah kami baca karena ingin mengendalikan KPK, secara khususnya adalah ingin mengkerangkeng mereka, mereka yang 75 menjadi 57 (kekinian 56) itu supaya berada pada kendali kuasa," katanya.

4. Rekomendasi kepada Presiden dan DPR sudah dilayangkan

Harapan Terakhir Kisruh TWK KPK, Kewenangan Presiden DinantikanPresiden Joko Widodo (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mengatakan ada penyerahan surat rekomendasi atasan pihak terlapor yaitu Presiden dan DPR, karena dalam prosedurnya Ombudsman diarahkan melakukan hal itu, sehingga Jokowi tak bisa abaikan surat rekomendasI  tersebut.

"Ini bukan kemauan Ombudsman, ini perintah udang-udang. Kami justru salah kalau muaranya tidak ke Bapak Presiden," ujarnya.

Jokowi, menurut Robert, tak bisa lepas tangan terkait permasalahan TWK pegawai KPK. 

"Tidak bisa bapak Presiden mengatakan bahwa tidak boleh semuanya ke saya," kata dia.

Sebelumnya, Jokowi lepas tangan terkait permasalahan terkait pemecatan 56 pegawai KPK. Menurutnya tak semua hal diserahkan kepada Preside

Baca Juga: Komnas HAM Bingung Kenapa 56 Pegawai KPK Dipecat pada 30 September

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya