Hari Kebebasan Pers Dunia, Todung Soroti Ancaman pada Jurnalis

Kekuasaan masih menjadi ancaman kebebasan pers

Jakarta, IDN Times - Duta Besar Republik Indonesia untuk Norwegia Todung Mulya Lubis menyoroti adanya ancaman kebebasan yang dihadapi pers di berbagai negara di dunia.

Melalui diskusi daring bertema Kemerdekaan Pers di Era Pandemik Virus Corona, yang diselenggarakan Forum Jurnalis Indonesia (FJPI), Sabtu (2/5), Todung membagikan perspektifnya.

Todung mengatakan ancaman pada jurnalis bisa berbagai macam. Mulai dari hukuman, pelecehan, intimidasi, apalagi di tengah momen pemberitaan COVID-19. Maka itu, kebebasan pers adalah sesuatu yang harus diperjuangkan.

“Kita tidak bisa tidak berjuang untuk mempertahankan kebebasan pers,” kata dia, dalam diskusi untuk memperingati Hari Kebebasan Pers Dunia 2020 yang jatuh setiap 3 Mei.

1. Kriminalisasi wartawan sebelum masa pandemik virus corona

Hari Kebebasan Pers Dunia, Todung Soroti Ancaman pada JurnalisDiskusi virtual "Kemerdekaan Pers di Era Pandemik Virus Corona", yang diselenggarakan oleh Forum Jurnalis Indonesia (FJPI) (IDN Times/Fiqih Damarjati)

Todung menilai kesulitan mendapat kebebasan pers bukan lah hal baru. Sebelum adanya pandemik COVID-19, kebebasan pers juga dipertanyakan.

Apalagi, kata dia, yang berkaitan dengan isu-isu pidana pencemaran nama baik dari pemberitaan. “Mengkriminalisasi wartawan untuk hal defamasi (pencemaran nama baik) itu sudah ditinggalkan di banyak negara sebetulnya,” ujar ahli hukum dan mantan aktivis itu.

Baca Juga: Hari Kebebasan Pers Dunia: Tugas Media Berat di Masa Virus Corona

2. Ketakutan pers adalah hal yang wajar, karena penguasa belum memberikan kebebasan pers

Hari Kebebasan Pers Dunia, Todung Soroti Ancaman pada JurnalisTodung Mulya Lubis (kiri) (Facebook/Todung Mulya Lubis)

Menurut Todung, adanya culture of fear atau ketakutan dalam dunia media adalah sesuatu yang wajar, jika melihat kasus-kasus pengecaman terhadap produk pemberitaan yang kerap dilakukan penguasa. Misalnya, pemenjaraan jurnalis hingga pembunuhan seperti yang terjadi pada Jamal Khashoggi.

“Pada zaman era pandemik, kejadian itu semakin kita lihat, apa yang terjadi di Wuhan. Kalau menurut berita yang banyak di media, itu sudah diketahui di awal dan sinyal itu sudah diberikan oleh wartawan dan dokter di sana, namun malah dia menjalani hukuman," kata dia, mencontohkan.

3. Potensi disinformasi hingga misinformasi pada masa pandemik

Hari Kebebasan Pers Dunia, Todung Soroti Ancaman pada JurnalisIlustrasi pers (ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin)

Menurut pengalaman yang kerap membela isu pers, Todung mengatakan, pers kerap berhadapan dengan kekuasaan. Menurut dia jarang pers yang tidak krisis terhadap penguasa.

“Kita memang masuk pada satu wilayah yang tidak dikenal dalam sejarah dunia, tapi at the same time, kita juga berada pada interconnectivity,” kata dia.

Artinya, kata Todung, global pandemik ini menghubungkan berbagai hal. Apalagi, di tengah informasi yang meluap saat ini, ada potensi disiformasi dan misiformasi yang tersebar.

“Penanganan pandemik memerlukan cek fakta, transparansi, memerlukan akuntabilitas, di sinilah kita tidak boleh sekali pun menoleransi curtailment of press freedom, apakah itu harassment, detention atau defemation dan sebagainya,” kata dia.

https://www.youtube.com/embed/cAOQYflb05U

Baca Juga: Tantangan Kemerdekaan Pers dan Perjuangan Jurnalis di Tengah Pandemik

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya