ICJR: Tindakan Aparat di Kanjuruhan Berlebihan, Sudah Masuk Pidana

Penggunaan kekuatan berlebih oleh aparat keamanan

Jakata, IDN Times - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu menyoroti sikap aparat Kepolisian dalam penanganan kasus kerusuhan Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang, Sabtu (1/10/2022) lalu.

Menurut ICJR, kasus ini tak hanya berbentuk pelanggaran kode etik anggota Polri semata, namun dianggap sudah masuk ke ranah pidana, karena sudah menelan korban jiwa. 

Dalam kasus ini, diketahui ada 28 personel Polri yang terlibat di dalam tragedi Kanjuruhan telah diperiksa dan diduga langgar kode etik. Mereka diperiksa karena memang dianggap menggunakan kekuatan berlebih, apalagi dilakukan di ruang dengan keterbatasan akses keluar stadion.

"ICJR menegaskan, bahwa tragedi ini bukanlah bentuk pelanggaran etik, melainkan sudah masuk ke ranah pidana, karena jatuhnya korban jiwa. Terjadi karena penggunaan kekuatan yang berlebihan," kata Erasmus dalam keterangannya, Selasa (4/10/2022).

 

1. Penggunaan kekuatan yang berlebihan dalam tragedi ini

ICJR: Tindakan Aparat di Kanjuruhan Berlebihan, Sudah Masuk PidanaAparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Maka dari itu, kata ICJR, sangat penting bagi Polri untuk dapat memeriksa kasus ini dengan imparsial dan akuntabel, walaupun aktor-aktor yang terlibat adalah bagian dari kesatuan sendiri.

Dia menjelaskan, penggunaan kekuatan yang berlebihan atau excessive use of power yang tak proporsional dan menyebabkan kematian, sudah seharusnya diusut menggunakan jalur pidana. 

"Bahkan, Polri sendiri telah mengakui mulainya pemeriksaan pelanggaran ketentuan Pasal 359 dan 360 KUHP (menyebabkan kematian karena kealpaan). Pasal-pasal ini tentunya dapat digunakan, selain dengan Pasal 338 KUHP berkaitan dengan pembunuhan," kata dia.

Baca Juga: Kemenag Ajak Umat Islam Salat Gaib untuk Korban Tragedi Kanjuruhan

2. Kronologi gambarkan unsur pidana, bukan hanya soal etik

ICJR: Tindakan Aparat di Kanjuruhan Berlebihan, Sudah Masuk PidanaAparat keamanan berusaha menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Erasmus menjelaskan, sejumlah kronologi yang diperoleh dari pemberitaan media maupun citizen journalism menunjukkan, bahwa gambaran kontrol konflik massa oleh Polri di dalam stadion ketika peristiwa, hingga menyebabkan orang-orang menuju pintu keluar pada waktu bersamaan, termasuk penggunaan gas air mata.

"Dari kronologi tersebut, dapat dilihat kausalitas dari kematian para penonton tersebut, dan ini bukanlah permasalahan kode etik, melainkan sudah menjadi perbuatan pidana," kata dia.

"Kausalitas antara perbuatan dan selama ini, meskipun penggunaan kekuatan telah diatur di dalam regulasi internal Polri melalui Perkap Nomor 1 Tahun 2009, namun penggunaan kekuatan yang berlebihan tidak pernah diperiksa dan dipertanggungjawabkan oleh pihak kepolisian secara tegas," ujarnya.

Baca Juga: Media Asing Soroti Aksi Polisi Tangani Tragedi Kanjuruhan

3. Tindak aparat bukan hanya lewat jalur pemeriksaan etik

ICJR: Tindakan Aparat di Kanjuruhan Berlebihan, Sudah Masuk PidanaIrjen Pol Ferdy Sambo saat menjalani sidang etik di Mabes Polri, Jumat (26/8/2022). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Peristiwa ini, kata Erasmus, harus menjadi titik balik Kepolisian untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, karena tidak seluruh kesalahan yang dilakukan personel adalah pelanggaran kode etik.

"Berdasarkan hal-hal di atas, ICJR mendorong Kepolisian untuk secara tegas mengusut anggotanya yang telah melakukan pelanggaran pidana dan mempertanggungjawabkannya sesuai dengan jalurnya, dan bukan hanya melalui jalur pemeriksaan etik," ujarnya. 

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya